Visi Guru Penggerak (Mengembangkan Kemampuan “Enam Literasi Dengan Menerapkan Konsep Neurosains Dan Tpack Pada Aktivitas Pembelajaran Berbasis Pendekatan Inkuiri Apresiatif)

Saat masih kecil, seringkali saya ditanya mengenai cita-cita apa yang ingin saya capai di masa depan. Pertanyaan yang sering muncul adalah “mau jadi apa saya nanti?” Saat itu dengan penuh percaya diri saya menjawab satu profesi yang saya inginkan tanpa saya tahu apakah itu akan terwujud atau tidak. Seperti itulah sebuah visi. Gambaran mimpi dan harapan yang diproyeksikan secara jelas dalam sebuah kalimat yang akan memantik dan menuntun saya untuk tetap fokus bekerja mewujudkannya. Visi adalah sesuatu yang belum terjadi saat ini, namun saya yakini akan terwujud di masa depan. Bagi seorang guru penggerak, visi adalah target yang ingin dicapai untuk memaksimalkan perannya sebagai agen transformasi pendidikan. Yang harus terus mengembangkan diri dan orang lain, memimpin pembelajaran, memimpin manajemen sekolah, dan memimpin pengembangan sekolah.

Harapan untuk menjadikan sekolah sebagai rumah kedua, tempat yang nyaman, aman dan bermakna bagi warganya mungkin merupakan hal yang umum diinginkan oleh semua pihak. Terlihat sederhana, namun dalam praktiknya hal tersebut membutuhkan usaha serta konsistensi yang ekstra dalam mewujudkannya. Dengan visi, saya bisa menjadikan kondisi saat ini sebagai garis start dan membayangkan garis finish seperti apa yang saya harapkan.

Ketika saya membuat sebuah visi yang menggambarkan murid impian saya di masa depan atau lingkungan sekolah seperti apa yang saya inginkan. Maka saya perlu sekali melibatkan ekosistem sekolah serta mampu berpikir berbasis aset atau kekuatan. Lalu untuk mewujudkannya saya perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini bisa saya gunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini saya menggunakan pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA). Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki nilai positif yang bisa dikembangkan dan disatukan untuk mencapai kekuatan tertinggi dalam mewujudkan visi.

Penerapan Inkuiri Apresiatif (IA) melalui tahapan BAGJA yang telah saya praktikkan di sekolah diawali dengan menggali potensi apa yang dimiliki, capaian keberhasilan seperti apa yang sudah sekolah peroleh, dan kekuatan apa yang dimiliki organisasi, sebelum saya mulai dengan perencanaan misi untuk melakukan perubahan.

Dalam tahapan IA, saya fokus pada aset atau kekuatan yang saya dan sekolah miliki. Bukan pada kelemahan, kegagalan dan hambatan yang sering kami temui saat melakukan perubahan. Ketika saya mengimajikan murid impian saya di masa depan yang berperilaku baik, berakhlak mulia, kreatif dan inovatif, mampu bekerjasama dalam sebuah kelompok, bernalar kritis sekaligus menjadi pribadi yang literat dalam lingkungan sekolah yang menyenangkan dan berpihak pada murid maka pertanyaan-pertanyaan saat diskusi dengan organisasi sekolah haruslah bersifat positif, fokus pada kekuatan yang dimiliki. Karena perubahan tidak akan pernah terjadi jika pertanyaan yang diajukan diawali dengan permasalahan – permasalahan yang ada di sekolah. Motivasi akan menurun jika hanya fokus pada hambatan, kekurangan, keterbatasan atau mencari aktor sekolah yang melakukan kesalahan.

Dengan fokus pada apa yang dimiliki, diharapkan akan menciptakan lingkungan kerja yang optimis dan solid. Setelah itu tinggal saya perkuat komitmen untuk mencapai visi yang telah disepakati.

Sebagai guru Bahasa Indonesia, saya lakukan identifikasi mengenai kebiasaan, karakter, sosial budaya, ekonomi dan latar belakang peserta didik lainnya. Saya menemukan satu permasalahan belajar di dalam kelas. Dimana murid – murid saya memiliki keberagaman cara belajar dan sulit memusatkan perhatian dalam waktu lama. Dan diantara murid saya, masih ada saja yang ketika masuk Sekolah Menengah Pertama belum lancar membaca dan menulis. Inilah yang menjadi tantangan bagi saya. Padahal kemampuan membaca adalah pengetahuan awal yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik untuk membuka pengetahuan lainnya. Dari sana saya berinisiatif untuk mengembangkan kemampuan “enam literasi” (literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, literasi budaya dan kewargaan) pada peserta didik dengan menerapkan konsep Neurosains dan TPACK pada aktivitas pembelajaran. Diharapkan gagasan saya tersebut dapat menjadikan guru dan peserta didik lebih kreatif dan inovatif, menumbuhkan karakter baik, memberikan pembelajaran yang bermakna, menyiapkan peserta didik dalam menghadapi perkembangan digital, dan mewujudkan lingkungan sekolah yang literat dan berbudaya.

Setelah saya mengumpulkan aset atau kekuatan yang dimiliki untuk mendukung mewujudkan mimpi – mimpi tersebut, maka saya atur strategi untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Dengan menerapkan konsep Neuroscience dan TPACK dalam pembelajaran, saya mencoba mengoptimalkan fungsi kerja otak kanan dan kiri dalam proses pembelajaran dengan cara menayangkan video pembelajaran yang saya buat sendiri sesuai dengan materi cerita imajinasi yang diajarkan saat itu. Hal tersebut saya lakukan untuk memusatkan perhatian peserta didik pada pembelajaran. Karena dalam konsep Neuroscience perlu adanya keseimbangan fungsi kerja otak kanan dan kiri agar pembelajaran mudah dipahami. Dimana perubahan warna, intensitas cahaya, penggunaan suara dan suasana ruangan kelas akan menstimulus otak untuk tetap fokus. Kemudian pembelajaran pun dilakukan dengan memilih pendekatan berbasis teks, pembuatan bahan ajar yang menarik dan berwarna serta menggunakan TIK dalam proses pembelajaran. Tidak hanya itu, karena peserta didik saya memiliki karakteristik belajar yang beragam (visual, audio visual dan kinestetik) maka saat itu peserta didik saya bebaskan untuk mengumpulkan catatan atau pun tugas sesuai dengan minat mereka masing-masing. Boleh menggunakan video, presentasi, gambar, catatan hingga peta konsep. Dengan begitu akan mampu mengasah kretivitas mereka dalam menuangkan gagasan atau ide.

Tidak hanya itu, untuk mewujudkan mimpi saya dalam mengembangkan kemampuan enam literasi pada peserta didik. Saya pun menyusun dan melaksanakan program ekstrakurikuler literasi yang kami beri nama GARASI SPANJAK ONE dimana program ini memiliki berbagai macam kegiatan didalamnya, diantaranya adalah pembuatan pohon geulis, readathon, presentasi, pengisian mading sekolah, reviu buku dalam bentuk fishbone, AIH, Y-Chart, kunjungan perpustakaan daerah, pengumpulan buku alumni, pameran literasi hingga penulisan antologi buku.

Di dalam program tersebut pun ada kegiatan bimbingan khusus bagi peserta didik yang kurang lancar dalam membaca dan menulis. Kegiatan dilakukan oleh guru dan juga anggota komunitas.

Jika kemampuan enam literasi ini bisa tercapai di dalam setiap pembelajaran, maka harapan saya untuk mewujudkan lingkungan sekolah yang literat dan berbudaya akan mulai terwujud. Oleh karena itu perlu adanya upaya kolaborasi dengan rekan guru untuk menerapkan gagasan yang saya buat di setiap kelas. Namun dalam praktiknya banyak sekali tantangan yang saya dapatkan. Mulai dari penguasaan TIK para guru yang masih di bawah rata – rata, masih adanya budaya penolakan (resistance) dari beberapa pihak terhadap perubahan kearah perbaikan mutu, dan ketidak-siapan sarana dan prasarana di bidang teknologi informasi.

Dari sana mulailah saya melakukan aksi nyata dengan merencanakan dan melaksanakan program In House Training (IHT) melalui tahapan SPMI. Tahapan Standar Penjaminan Mutu Internal (SPMI) ini dimulai dengan sosialisasi program, membangun komitmen mutu, membentuk TPMPS, melaksanakan pemetaan mutu, menyusun rencana pemenuhan mutu, melaksanakan program/kegiatan pemenuhan mutu, menyusun rencana dan melakukan monitoring dan evaluasi (monev). Pelaksanaan program/kegiatan pemenuhan mutu melalui kegiatan IHT tersebut fokus pada pengembangan kompetensi guru dalam penguasaan TIK diantaranya adalah penggunaan aplikasi zoom meet, google meet, canva, slidego, Quizziz, scan barcode, google form, kinemaster hingga pembuatan bahan dan modul ajar yang menarik.

Dari hasil IHT tersebut terlihat kemajuan yang luar biasa. guru – guru di SMPN 1 Jampangkulon mulai menguasai TIK secara bertahap. Mereka mulai mengaplikasikan keterampilannya di dalam kelas untuk memberikan pelayanan pendidikan secara daring maupun luring. Meskipun tidak 100% guru mampu secara utuh. Namun ketika semua guru mulai menerima penguasaan TIK sebagai perubahan yang harus diikuti saat ini. Saya merasa bahwa ajakan saya untuk berubah sudah mulai mendapatkan penerimaan. Dari sana saya mulai membentuk sebuah “Komunitas Praktisi”. Komunitas ini sengaja saya bentuk dengan beranggotakan guru-guru milenial yang saya nilai sudah mampu menguasai semua materi IHT yang saya berikan. Dimana setelah itu komunitas ini bertugas untuk terus mendiseminasikan keterampilan mereka kepada guru-guru senior. Setiap anggota praktisi wajib membimbing minimal satu guru senior sampai mereka mampu secara mandiri.

Setelah setiap guru mampu menguasai TIK, saya ajak untuk menerapkan konsep neurosains dan TPACK pada aktivitas pembelajaran baik secara daring maupun secara luring sedikit demi sedikit. Membiasakan diri mengenalkan dunia digital kepada peserta didik. Beberapa guru kemudian mencoba dengan membuat tampilan salindia yang menarik, video pembelajaran yang dibuat sendiri, hingga membuat asesmen dengan menggunakan google form dan Quizizz. Dari sana setiap guru tertantang untuk terus meningkatkan kompetensi dirinya. Selain bertanya dan belajar dengan sesama guru, mereka pun mulai aktif untuk mengikuti berbagai macam pelatihan daring yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pelayanan Pendidikan kepada peserta didik.

Lalu pada saat saya mencoba memfasilitasi kebutuhan belajar peserta didik yang beragam dengan menampilkan video pembacaan cerita imajinasi atau pun teks deskripsi yang saya buat sendiri dengan menggunakan aplikasi kinemaster. Konsentrasi peserta didik meningkat. Mereka antusias menyimak video yang saya tayangkan karena mereka merasa sedang disuguhi dongeng oleh gurunya sendiri. Tidak sedikit dari mereka jadi tertarik bagaimana cara saya mengedit video dan tertarik untuk belajar cara membacakan sebuah narasi dengan intonasi yang tepat sehingga menarik untuk disimak. Lalu, ketika teks video yang saya sampaikan itu kontekstual atau merupakan pendeskripsian sebuah tempat yang sudah pernah mereka kunjungi atau dekat dengan tempat tinggal mereka. Pemahaman teks oleh peserta didik pun semakin cepat. Sehingga tujuan pembelajaran akan semakin mudah dicapai sesuai target yang sudah ditetapkan. Pembuatan peta konsep dalam membuat rangkuman belajar pun menjadi pengalaman baru bagi peserta didik. Mereka antusias mencari apa itu peta konsep, bagaimana cara membuatnya hingga mereka menggunakan telepon genggamnya untuk mencari contoh model peta konsep untuk membuat ringkasan. Banyak diantara mereka yang akhirnya lebih senang membuat peta konsep saat mencatat materi.

Dari semua respon peserta didik terhadap apa yang saya lakukan terhadap proses pembelajaran merupakan langkah awal saya untuk mengembangkan kemampuan enam literasi bagi peserta didik. Tentu saja hal ini harus terus diperbaharui dengan menggunakan berbagai model dan metode pembelajaran yang beragam. Agar anak tidak bosan dengan perlakuan yang sama di tiap kegiatan belajar mengajar.

Memang tidak mudah mengubah mindset dan kebiasaan lama dalam waktu singkat. Semua butuh proses dan kesabaran. Namun, segala sesuatu hal yang baik layak diperjuangkan. Dari pengalaman saya tersebut, sesuatu hal yang awalnya dirasa tidak akan mungkin ternyata bisa diterapkan dan mendapat sambutan. Rekan guru mulai membuka diri terhadap perubahan dan peserta didik pun mulai bisa memusatkan perhatian lebih lama terhadap proses pembelajaran.

Pada akhirnya, setiap mimpi yang kita yakini akan terwujud di masa yang akan datang sangat bergantung pada seberapa besar usaha yang kita lakukan. Seberapa cermatnya kita mengumpulkan kekuatan dan mengatur strategi dalam mengeksekusi tindakan. Kunci dari segala usaha yang dilakukan oleh seorang guru penggerak yang tengah memperjuangkan visinya adalah kesabaran dan resiliensi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top