Usaha Mewujudkan Madrasah Merdeka

Berawal dari rasa penasaran yang tinggi terhadap apa yang namanya guru penggerak dan sekolah penggerak, saya sebagai kepala madrasah disebuah madarasah yang ada dikota Gorontalo, merasa perlu melakukan terobosan, bagaimana caranya agar kami yang ada dimadrasah memiliki akses untuk ikut mengambil perandalam program Merdeka Belajar entah itu program guru penggerak maupun madrasah penggerak.

Dengan banyak sharing dan diskusi dengan teman-teman sesama guru dan kepala sekolah dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, saya berhasil mendapatkan akses untuk menambah wawasan pengetahuan tentang bagaimana melakukan perubahan dalam hal pendidikan. Saat itu saya diajak bergabung bersama teman lainnya untuk bergabung pada satu komunitas guru menjadi pengurus wilayah. Dengan penuh semangat bergabunglah saya Bersama pengurus KGBN wilayah Provinsi Gorontalo, dengan beberapa prasayarat diantaranya harus menyelesaikan modul nonton bareng video Merdeka Belajar serta modul Guru Merdeka Belajar.

Banyak hal baru yang sudah saya dapatkan dari kegiatan tersebut, diantaranya mengetahui berbagai miskonsepsi tentang belajar, pembelajaran dan pelayanan. Singkatnya adalah bagaimana tentang konsep merdeka belajar, yang akan dibiaskan kepada teman-teman di madrasah tempat saya bertugas. Dengan mengetahui banyak hal kekeliruan yang telah saya lakukan selama saya menjadi seorang guru, merasa harus melakukan sesuatu, melakukan perubahan terhadap kekeliruan praktik mengajar yang selama ini sudah dilakukan selama bertugas.

Diantara kekeliruan yang telah dipraktekkan selama ini adalah, ketika mengawali membuka kelas/sekolah, saya memulai dengan membuat aturan sampai beberapa point untuk kemudian kami tempelkan didinding. Siswa, guru dan seluruh warga sekolah wajib mematuhi dan ketika itu dilanggar maka konsekuensinya adalah sekolah akan memberikan punishment kepada pelanggar. Harapannya setelah mendapatkan sanksi akan membuat efek jera bagi sipelanggar. Namun apa yang diharapkan tidak sesuai kenyataan, karena hal itu hanya berlangsung sepekan dan paling banyak dipatuhi karena menginginkan reward atau pujian.

Demikian halnya ketika diawal tahun pelajaran, kami tidak melakukan asesmen diagnostik sehingga menyebabkan banyak dari kami terkesan hanya mengejar ketuntasan mengajar. Yang kami pikirkan adalah bagaimana materi atau kompetensi dasar yang sudah kami petakan setiap semesternya akan habis sesuai target, tanpa sedikitpun memikirkan apakah sesuai dengan kebutuhan belajar siswa atau tidak.

Dengan kondisi seperti ini, saya harus memikirkan cara untuk bagaimana bisa merubah semua praktik mengajar yang selama ini kami sudah yakini adalah yang paling baik, ternyata banyak kekeliruan. Untuk bisa kearah yang lebih baik, dengan mengajak teman-teman untuk terus belajar bagaimana bisa merubah kekeliruan yang sudah sekian lama dilakukan. Ditengah semangat untuk berubah, ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Apa yang sudah direncanakan dan sudah dianggap baik, ternyata tertolak oleh sebagian teman-teman yang merasa bahwa apa yang saya coba lakukan hanya menambah beban kerja mereka dalam hal ini diistilahkan tambrus (tambah-tambah urusan). Lebih parahnya mendapatkan penolakkan dari pihak Dewan Mutu, yang menganggap saya akan melakukan perubahan dan perombakkan terhadap kurikulum madrasah dalam hal ini yayasan. Dengan berbagai cara saya berusaha meyakinkan kepadaTeam Dewan Mutu apa yang akan dilakukan tidak akan sampai pada merubah kurikulum. Akan tetapi lebih kepada perbaikan praktik mengajar yang selama ini keliru, demi perbaikan kualitas mutu pendidikan yang berkarakter kuat. Perlahan namun pasti pada akhirnya sedikit demi sedikit Team Dewan Mutu dan juga sebagian teman-teman yang tadinya menolak menerima serta mau menjalankan apa yang sudah direncanakan awal. Karena setiap pekannya saya melakukan evaluasi serta merefleksi apa yang sudah kami jalankan.

Dengan berbagai macam usaha dan kendala yang sudah dilakukan, membuat saya memahami satu hal, bahwa tidak semua niat baik kita akan diterima dengan baik pula oleh orang lain, menjadi seorang pemimpin perubahan tidaklah semudah yang dibayangkan, butuh usaha lebih keras untuk meyakinkan orang-orang disekeliling kita untuk terus melakukan perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan dengan tujuan memperbaiki kualitas mutu pendidikan yang berkarakter kuat.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top