Tudang Sipulung, You Never Walk Alone

Tudang Sipulung, You Never Walk Alone

Bimbingan politik praktis di sekolah. Berdayakan Refleksi untuk kedamaian organisasi.

Berawal dari cuitan di grup forum ketua organisasi sekolah oleh ketua Majelis Permusyawaratan Kelas tentang ketua OSIS yang tidak mampu menggerakkan anggotanya untuk berkegiatan, saya sebagai pembina OSIS kemudian mengajak beberapa pengurus OSIS untuk tudang sipulung, istilah dalam budaya Bugis Makassar yang bermakna duduk bersama mencari solusi.
Makassar sebagai kota dengan penduduk yang berasal dari berbagai suku bangsa, dengan perbedaan budaya, ditambah karakter bentukan lingkungan setiap siswa yang berbeda-beda, menjadi tantangan luar biasa menyatukannya.
“Pak, dulu sebelum terpilih na bilang mau melakukan ini dan itu, begini dan begitu, sekalinya sekarang, dehh, seperti mi kita ini anak ayam tanpa induk, ” Ujar salah seorang pengurus OSIS dengan logat makassar yang kental.
“Alasannya ji itu pak sakit, ka sy liat baek-baek ji, aktif ji game nya, na kalo sakit kan pasti ndak bisa i ngapa-ngapain to pak,” tambah temannya yang lain.
Berbagai keluhan saya dengarkan dengan tenang, satu per satu mengutarakan isi hatinya, meluapkan kekesalannya, merasa malu karena banyak yang mencemooh minimnya kegiatan OSIS.
Setelah mendengarkan curhatan, dan memastikan tidak ada lagi uneg-uneg yang belum keluar, saya kemudian mengajak mereka untuk melakukan refleksi, lalu melihat jalan keluar yang memungkinkan dilakukan.
Beberapa siswa ingin ketua OSIS diberhentikan saja, kemudian menunjuk wakilnya sebagai pengganti. Ada juga yang mengusulkan untuk menunjuk peraih suara terbanyak kedua saat pemilihan OSIS untuk menjadi ketua OSIS menggantikan yang sekarang.
Mendengar pilihan-pilihan solusi yang diutarakan, saya merasa belum tepat karena pokok solusinya semua adalah mengganti yang sekarang dengan yang baru. Kudeta. Tapi tentu solusi tidak elok jika berasal dari saya, melainkan harus dari mereka sendiri.
Saya pun kembali mengajak melakukan refleksi.
Kali ini saya mengarahkan untuk berada di posisi sang ketua yang mereka ingin ganti, bergantian dengan posisi mereka sebagai anggota.
Bagaimana jika mereka diperlakukan seperti itu, apa yang mereka rasakan, kemudian bagaimana nanti ketika mereka sudah melakukan kudeta, jika sekelas, bagaimana keseharian nya nanti, jika bertemu di kantin atau dalam forum, apa kira-kira yang akan dirasakan.
“Ndak enak pak, merasa dikhianati.” Tiba-tiba kata itu terucap oleh salah satu pengurus OSIS.
Dalam hati saya bersyukur, ada peluang untuk tidak kudeta.
Diskusi kemudian kami lanjutkan, dan kali ini saya mencoba mengarahkan ke solusi tanpa kudeta, tanpa sakit hati, tanpa rasa yang pernah ada kata anak jaman now.
Luar biasa, kedewasaan siswa-siswi pengurus OSIS kali ini tampak dalam mereka, di usia yang masih 14 15 16 tahun mereka menunjukkan kemampuan membuat keputusan yang bijak, win win solution, tidak ada pihak yang tersakiti.
Keputusan akhirnya adalah kepengurusan saat ini tetap seperti yang telah di SK kan oleh sekolah, memaklumi ketua OSIS yang tidak sanggup mengarahkan karena berbagai alasannya, dan sebagai konsekuensinya maka wakil ketua, sekertaris, dan kordinator-kordinator bidang akan aktif menjalankan program-program OSIS.
Diskusi kemudian saya tutup dengan kembali melakukan refleksi, kemudian meminta wakil ketua OSIS untuk memberikan kata penutupnya.
“Kita akan kuat jika bersama-sama, apapun masalah yang terjadi, you never walk alone,” ujarnya disambut gemuruh tepuk tangan teman-temannya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top