Menjadi pendidik adalah kesempatan sekaligus tantangan untuk dapat berkontribusi mendukung perkembangan siswa. Itulah yang saya rasakan. Tugas dan tanggung jawab seorang guru sebagai pendidik adalah mendidik sekaligus mengajar, yaitu membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Dalam proses pembelajaran tugas utama guru selain sebagai pengajar juga sebagai pembimbing. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses yang dialami siswa sebagai anak didik dalam belajar. Pada prinsipnya, setiap siswa tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai hasil belajar yang memuaskan.
Namun pada kenyataannya, tampak jelas bahwa setiap siswa memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya. Hal tersebut seringkali menjadi hambatan bagi siswa dalam menerima pelajaran yang diajarkan. Oleh karena itu, dalam hal ini siswa memerlukan adanya dorongan dalam belajar.
Waktu menunjukkan pukul 07.30 pagi di sebuah sekolah dasar (SD) di Kabupaten Banyuasin. Bel berbunyi dan siswa-siswi kelas 3 yang tengah bermain di koridor dan lapangan sekolah pun bergegas masuk ke kelas. Dengan tertib, mereka duduk di kursi masing-masing dan membuka buku pelajaran. Pada pagi itu, sedikitnya 35 siswa kelas 3 tampak siap mengikuti kegiatan belajar. Saya berjalan menuju meja yang terdapat di depan kelas. Kemudian saya memerhatikan setiap siswa yang duduk rapi dalam kelompok-kelompok kecil. Wajah-wajah yang memancarkan semangat itu turut menumbuhkan semangat dalam diri. Wajah-wajah itu jugalah yang telah menjadi bagian dari keseharianku selama hampir setahun terakhir. Selain mengingat wajah setiap anak didik, saya juga hafal nama dan sifat mereka masing-masing.
Bagi Saya, sebagai seorang pendidik, mengetahui karakter anak merupakan hal yang paling penting. “Karakter siswa di kelas tidak ada yang sama. Tingkat pemahaman mereka pun berbeda-beda,. Misalnya, ada siswa yang bisa matematika, tetapi kurang menguasai pelajaran lain. Atau, ada juga siswa yang kurang menguasai banyak pelajaran, tetapi bagus di SBK (Seni, Budaya, dan Keterampilan). Padahal, siswa tersebut bukannya tidak bisa, tetapi hanya butuh waktu agak lama atau mungkin butuh metode pengajaran lain. Kita tidak boleh menganggap dia bodoh atau sejenisnya karena setiap siswa pasti mempunyai kelebihan.”
Bukan hanya itu, menurut saya bahwa setiap siswa membutuhkan perhatian. “Ada yang mencari perhatian dengan bersikap sulit diatur, atau malah sebaliknya, menjadi pendiam dan penurut. Kita tidak bisa menyamakan siswa yang satu dengan yang lain; yang penting adalah metode pendekatan ke anak. Kita perlu dekat dulu dengan anak. Kita ketahui dulu karakter siswa itu seperti apa. Setelahnya, barulah kita bisa memutuskan bagaimana menghadapi siswa tersebut.
Salah satu kendala yang sering saya temui saat mengajar adalah mood siswa. Ada kalanya suatu hal di luar sekolah bisa mempengaruhi mood siswa saat belajar di kelas. Meski anak-anak biasanya mudah kembali ceria, ada kalanya kita perlu melakukan pendekatan lebih agar anak dapat menceritakan masalah mereka sebelum diajak membicarakan hal-hal lain. Selain itu, sesekali, untuk membuat pembelajaran lebih menyenangkan, saya mengajak para siswa belajar di luar kelas. Hari itu, misalnya, mengajak mereka berkumpul di area halaman sekolah untuk belajar matematika dengan cara yang berbeda dari biasanya. Saya meminta para siswa membuat barisan berdasarkan kelompok angka tertentu. Para siswa pun tampak antusias mengikuti instruksi-instruksi yang disampaikan.
Saya juga menekankan pentingnya bagi siswa untuk saling mengenal satu sama lain. Oleh karena itu, ia menerapkan sistem rolling (pergantian) tempat duduk bagi siswa setidaknya setiap satu atau dua bulan sekali. Dari sistem inilah, muncul cerita-cerita yang membantunya mengenali para siswa lebih dalam.
“Kadang ada siswa yang protes, bilang enggak mau duduk sama si ini atau si itu karena sering diganggu. Saya lalu tanya ke siswa itu, kenapa dia sering mengganggu temannya. Dari proses itu lama-lama jadi terbuka, oh, ternyata dia begini atau begitu. Setelah itu kita coba ubah supaya dia enggak begitu lagi. Tetapi, kadang anak-anak juga bisa sadar dan berubah sendiri,” Selain berganti teman sebangku, para siswa juga merasakan perubahan susunan tempat duduk. Dari yang berderet bisa berubah menjadi berkelompok, atau ditata menjadi bentuk “U”. Pergantian susunan tempat duduk ini dilakukan setiap sebulan sekali untuk menyegarkan suasana belajar.
Di samping itu, saya merasa hubungan antarguru dan staf sekolah di tempatnya mengajar saat ini sangat terbuka dan saling mendukung. Kondisi tersebut membuatnya semakin ingin terus berkembang sebagai guru. Bagi saya, kebahagiaan terbesar saat mengajar adalah bertemu dengan siswa-siswi dengan beragam karakter dan latar belakang. Dengan saya menerapkan hal-hal di atas siswa menjadi lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran, lebih aktif dan mulai percaya diri dalam menyampaikan pendapat. Saya berharap dapat terus mendidik mereka agar siap menghadapi tahap kehidupan selanjutnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, saya juga berharap seluruh siswa kelak dapat menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sekitarnya.