Tantangan Pendidik Yang Akan Terapkan Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka masih dalam proses penerapan yang bertahap dan akan menjadi kurikulum nasional pada 2024 mendatang. Bukik Setiawan selaku ketua Yayasan Guru Belajar, menuturkan, setidaknya ada tiga tantangan yang akan dihadapi oleh pendidik saat melaksanakan kurikulum ini.

Pertama, pendidik harus mulai membiasakan diri menggunakan empati untuk memahami orang lain di tempat kerjanya. Bukik mengungkapkan, selama ini pendidik terbeban oleh banyak hal yang membuat empatinya tidak terlihat di sekolah.

“Saya yakin, guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, semua memiliki empati. Tapi entah mengapa, mungkin terbeban oleh target atau yang lain, empatinya seperti tertinggal di rumah,” jelasnya.

Padahal, empati adalah kunci melaksanakan Kurikulum Merdeka dengan optimal. Baik empati terhadap murid, orang tua, komunitas, atau pihak terkait lainnya. Dengan kemampuan berempati, pendidik juga dapat mempengaruhi orang lain untuk mendukung apa yang sedang dikerjakannya.

Tantangan selanjutnya adalah kreatif untuk berkarya. Membuat pembelajaran yang sederhana dan kreatif merupakan tantangan yang besar. Guru harus mau terbuka untuk belajar hal baru dari manapun, misalnya dari guru lain.

Berikutnya ialah tantangan komunikasi untuk berkolaborasi. Hal sederhana namun banyak guru masih belum terbiasa sehingga akan terasa sulit.

“Nantinya di Kurikulum Merdeka akan muncul kemungkinan satu guru akan berkolaborasi dengan guru mata pelajaran lain. Atau dengan komunitas, dinas pendidikan daerah, atau pihak lain yang sesuai dengan pembelajaran,” jelas Bukik.

Sejauh Mana Pendidik Harus Siap?

Bukik menegaskan, untuk menerapkan Kurikulum Merdeka harus ada kesiapan dari para pendidik. Seperti kepemimpinan satuan pendidikan, kesiapan meningkatkan kualitas pelajaran, dan kesiapan untuk melibatkan wali dan komunitas.

Pemimpin satuan pendidikan memiliki tanggung jawab yang besar untuk membawa arah kemajuan institusinya. Setiap pilihan akan membawa konsekuensi yang berdampak hingga ke murid.

Sedangkan untuk kualitas pembelajaran, Bukik menerangkan, ada banyak hal baru yang harus dikuasai oleh guru. Seperti misalnya mampu melaksanakan asesmen diagnosis, memahami penerapan project-based learning yang benar, dan mampu menerapkan diferensiasi pembelajaran.

“Keberanian untuk mulai melibatkan wali murid dan komunitas juga sangat penting di Kurikulum Merdeka. Mau sampai kapan wali hanya dilibatkan ketika murid bermasalah, misalnya? Jika ingin progresif, libatkan wali bahkan sejak awal proses pembelajaran,” pungkas Bukik. (YMH)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top