Kenyamanan itu diperoleh ketika kita sudah mulai percaya diri melangkah. Kondisi ini adalah salah satu kondisi yang saya hadapi di masa pandemi. Tahun 2020 kami melakukan rekrutmen terhadap beberapa guru baru. Perekrutan di masa pandemi memiliki tantangan tersendiri. Proses transfer budaya sekolah yang harus dilakukan secara training online, membuat beberapa hal tidak terserap dengan baik. Saya mengamati bahwa guru baru masih belum sepenuhnya paham dalam pelaksanaan beberapa program sekolah. Salah satunya dalam pelaksanaan pendampingan Karya Ilmiah yang dilakukan secara online. Ketika saya meminta guru Bahasa Indonesia yang baru mengemukakan tantangannya, beliau kadang merasa sungkan untuk bertanya pada teman-teman yang lama. Beliaupun belum terbayang akan bagaimana pelaksanaan sidangnya. Saya mengajak pak Robi ngobrol santai. Kami membuat list terkait hal-hal yang ingin diketahui. Saya membantunya untuk mencari tahu kemana harus mencari jawaban dari pertanyaannya. Saya pun menemaninya untuk bertanya kepada beberapa guru lama tentang pelaksanaan teknis Karya Ilmiah. Pak Robi mulai percaya diri. Minggu berikutnya saya memintanya melakukan rapat dan mengundang seluruh guru. Saya beri kepercayaan memimpin rapat. Akhirnya beliau semakin yakin dan mulai membuat timeline dan mengkomunikasikan deadline Karya Ilmiah kepada seluruh pembimbing. Akhirnya setelah menjalani selama 8 bulan, guru tersebut akhirnya mampu mengorganisasi seluruh guru untuk membimbing Karya Ilmiah dengan baik.
Saya melihat percakapan yang empatik adalah awal untuk membangun rasa percaya diri guru. Beri dukungan dan dampingi mereka memahami prosesnya. Yakinkan kita akan ada disana untuk mendukung tanpa harus mengambil alih tugasnya. Menurut saya inilah makna dari kata-kata “Ing Madya Mangun Karsa” dari Ki Hajar Dewantara, “di tengah memberikan semangat”. Semoga kita dapat membantu melahirkan guru-guru pembelajar yang percaya diri.
