Sudahkah Kita Refleksi Bersama Murid Hari Ini?

Apa yang terlintas di pikiran kita ketika mendengar pelajaran Matematika? Pasti yang terbayang adalah angka dan hafalan rumus. Itulah miskonsepsi yang saya temui ketika pertama kali masuk di kelas VII C. “Yah, ketemu hitungan lagi!” kata salah satu murid. 

Kebetulan kelas VII C saat itu memasuki materi penyajian himpunan. Sebagai guru saya ingin mengetahui kemajuan belajar murid setelah mempelajari materi cara penyajian himpunan. Sayangnya, kemajuan belajar murid tidak dapat diukur hanya dengan kemampuan mengerjakan latihan soal tentang penyajian himpunan. 

Menghadapi hal tersebut, saya harus menyelesaikan dua tantangan sekaligus ketika mengajar di kelas. Tantangan pertama, saya harus menyingkirkan miskonsepsi bahwa matematika hanya berkaitan dengan angka dan hafalan rumus saja. Saya harus bisa mengajak murid memahami konsep penyajian himpunan dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Tantangan kedua, saya harus menyiapkan asesmen yang dapat mengukur kemajuan belajarnya sendiri bukan berdasarkan hasil mengerjakan latihan soal. 

Saya mengajak murid-murid kelas VII C untuk saling berwawancara dan bertukar informasi. Murid perempuan mengumpulkan data makanan kesukaan, sedangkan murid laki-laki mengumpulkan data minuman kesukaan. Setelah murid-murid memperoleh data kemudian mereka mengolah dan menuliskannya sesuai dengan cara penyajian himpunan. Mereka juga diperbolehkan untuk berkolaborasi dan berdiskusi dengan rekan yang topiknya sama.

Setelah selesai, saya memandu murid untuk membangun kesepakatan siapa perwakilan yang akan menyampaikan hasil belajarnya di depan kelas. Pada akhirnya disepakati masing-masing satu murid laki-laki dan satu murid perempuan yang akan menyampaikan hasil belajarnya untuk kami diskusikan bersama. Kelompok murid laki-laki saya beri kesempatan untuk memberikan tanggapan terhadap hasil pekerjaan murid perempuan, begitu pula sebaliknya. 

“Itu penulisannya kurang tanda kurung kurawal, bu”

“Lho, nama Rohman kok belum ada di situ?” Di akhir kegiatan, saya mengajak murid-murid untuk berefleksi. Mereka menuliskan bagaimana kesan setelah belajar hari ini. Saya juga mengajak mereka menggambarkan kemajuan belajarnya masing-masing terkait materi penyajian himpunan dalam tiga emoji : Semangat (sangat paham), senyum (cukup paham) atau sedih (belum paham) pada secarik kertas kecil. Banyak yang memberi emoji semangat dan senyum. Ada yang kesan menuliskan pembelajaran seru dan menyenangkan. Ada juga yang menuliskan sangat paham dengan materi.

Melibatkan murid dalam setiap proses pembelajaran hingga asesmen membuat pembelajaran menjadi lebih aktif. Murid terlibat langsung dengan menunjukan pemahaman konsep dan keterampilan dalam menyajikan himpunan. Melalui dialog, umpan balik dan refleksi, guru dan murid dapat bersama-sama melihat sampai sejauh mana murid telah mampu mencapai tujuan pembelajaran. 
 

Dengan menggunakan asesmen formatif kita menjadi lebih tahu gambaran kemajuan belajar murid dari pada sekedar mengerjakan latihan soal. Bentuknya sederhana, tetapi dapat menggambarkan kemajuan belajar tiap individu. 

Refleksi tidak hanya berdampak bagi murid tetapi juga bagi saya sebagai guru. Dengan refleksi, guru dapat mengetahui sejauh mana kualitas pembelajaran kita di kelas. Refleksi juga dapat mengukur sejauh mana pemahaman murid-murid terhadap suatu topik. Tentunya semua itu sebagai bahan pertimbangan pembelajaran kita di masa mendatang. Mana yang menjadi kekuatan dan mana yang perlu diperbaiki.

Pertanyaan “Sudahkah kita refleksi bersama murid-murid hari ini?” akan terus saya tanyakan dalam pada diri saya sendiri setiap kali selesai mengajar. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top