STRATEGI THREE LAYERS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DENGAN MENGGUNAKAN MATH CITY MAP YANG DIMODIFIKASI
Oleh: Dian Candra Anggraeni, M.Ed
Saya adalah seorang guru yang sudah bertugas selama 25 tahun namun baru kurang lebih tga tahun lamanya mengajar di sekolah dasar yaitu di kelas enam. Sebelumnya saya pernah mengajar di sekolah menengah pertama selama 15 tahun, dan sekolah menengah atas selama empat tahun lebih. Dari sedikitnya pengalaman mengajar saya di sekolah dasar namun saya sudah diperhadapkan dengan masalah pembelajaran di SD yang menurut saya agak pelik terutama dalam pembelajaran matematika.
Sulitnya membelajarkan materi-materi tersebut antara lain karena kemampuan dasar matematika siswa yang tidak terlalu mantap sehingga terkadang menjadi penghambat bagi saya sebagai guru untuk masuk kepada materi-materi perhitungan. Selain itu, kesenjangan kemampuan siswa-siswa saya yang terlalu lebar antara range atas dan range bawahnya membuat masalah tersendiri ketika saya akan melakukan pembimbingan secara klasikal.
Pendekatan pembelajaran diskusi kelompok pun seringkali timbul masalah baru jika anggota kelompok dibuat heterogen secara kemampuan, dalam artian ada ketergantungan siswa dengan kemampuan di bawah rata-rata terhadap temannya yang lebih mampu untuk menyelesaikan masalah yang diberikan tanpa memberikan kontribusi apa-apa. Keadaan itu diperburuk dengan sifat mendominasi siswa dengan kemampuan di atas rata-rata dalam kelompok.
Anggapan siswa tentang matematika adalah pelajaran yang sulit tidak bisa kita tampik, namun seharusnya tidak harus tidak menyenangkan pula. Terpikir oleh saya untuk menjadikan matematika merupakan pelajaran yang asyik, seasyik mereka berpetualang menjelajahi lingkungan sekitar.
Berawal dari selesainya saya mengikuti pelatihan Penguatan Numerasi di Bogor yaitu Math City Map, yaitu sebuah Pembelajaran Matematika yang menggunakan peta dan lingkungan sekitar sebagai proses pembelajaran. Pembelajaran dilakukan di luar kelas . Siswa diberi sebuah peta dimana masalah-masalah matematika dapat diperoleh. Ketika siswa menemukan tempat maka siswa diminta menyelesaikan masalah yang ada di lingkungan tempat tersebut. Saya menerapkan MCM ini di kelas saya namun karena terkendala gawai siswa yang tidak semua dimiliki dan atau boleh dibawa ke sekolah serta prosedur yang agak panjang jika mengadopsi seluruh alur kerja MCM, maka saya memodifikasi model MCM itu agar lebih mudah diterapkan kepada siswa dengan model offline, dalam arti semua soal hanya di cetak di kertas beserta gambar objek yang akan diselesaikan masalahnya.
Sebelum model pembelajaran ini dilaksanakan tentunya kita harus melakukan persiapan-persiapan terlebih dahulu. Adapun hal-hal yang kita lakukan adalah mengelompokkan siswa dalam 3 kelompok besar berdasarkan kemampuannya yaitu kelompok siswa dengan kemampuan di bawah rata-rata dalam kelompok Beginner, kelompok siswa dengan kemampuan rata-rata atau Intermediate, dan kelompok siswa dengan kemampuan di atas rata-rata dalam kelompok Advance. Pengelompokan berdasakan kemampuan ini tidak dimaksudkan untuk mengkotak-kotakkan siswa karena kemampuannya tetapi lebih kepada kemudahan guru dalam melakukan pendampingan dan pembimbingan, dengan asumsi bahwa masalah yang dipecahkan oleh kelompok Advance aalah masalah yang lebih pelik dari pada kelompo Intermediate dan Beginner, begitupun permasalahan yang dipecahkan oleh kelompok Intermediate sedikit lebih pelik dari kelompok beginner tapi tidak lebih pelik dari kelompok Advance. Dengan kata lain bahwa Beginner akan menyelesaikan masalah pada kriteria minimal, Intermediate pada kriteria minimal + dan Advance pada kriteria minimal ++.
Yang tidak kalah pentingnya dalam persiapan pelaksanaan kegiatan ini adalah guru harus membuat permasalahan yang akan dipecahkan siswa dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah atau dapat juga siswa di bawa keluar lingkungan sekolah, tempat wisata atau tempat lain yang dapat menyegarkan suasana. Permasalahan yang dibuat harus benar-benar diuji oleh guru sampai dengan mendapatkan kunci jawaban dari permasalahan yang dibuat. Kunci jawaban tidak harus tepat, tapi bisa dalam bentuk rentang nilai karena memperhitungkan kesalahan ukur dan sebagainya.
Pelaksanaan pembelajaran tentunya akan memakan waktu yang cukup panjang, sehingga pelaksanaannya hampir setengah hari hanya untuk menyelesaikan satu pemasalahan. Akan tetapi tidak mengapa jika hasil yang kita peroleh pun akan sepadan dengan perngorbanan waktu tersebut. Biasanya di kelas saya akan dimulai pada jam pertama, yaitu pukul 07.30 WITA hingga saat istirahat atau pukul 09.30 WITA bahkanjika ada yang belum selesai mereka akan tetap menyelesaikannya sampai pada pukul 10.00 WITA.
Setelah siswa beristirahat, maka sesi berikutnya adalah diskusi dalam kelas untuk membahas pemecahan masalah tadi dan persoalan-peroalan yang timbul selama pelaksanaan kegiatan. Diskusi biasanya berjalan dengan ramai penuh antusias untuk memastikan jawaban mereka benar. Dalam diskusi ini dimulai dengan membahas pemecahan masalah dengan kriteria minimal setelah itu ditambahkan dengan kriteria minimal + dan ++ (dengan siswa beginner tetap ikut memperhatikan tambahan masalah pada intermediate dan advance).
Dari strategi tersebut maka tujuan pembelajaran tercapai dan materi pengayaan pun juga tercapai, siswa antusias, senang meskipun ada hal-hal yang dirasa kurang menyenangkan menyangkut pemecahan masalah yang rumit. Dari hasil refleksi setelah pembelajaran, rata-rata siswa menyatakan senang belajar matematika di luar kelas.