Strategi Matematika Kontekstual Yang Bermakna

Saya adalah guru kelas 6 SD, mengajar kelas 6 SD menurut sebagian guru mengajar kelas 6 merupakan tantangan besar karena menyiapkan anak untuk masuk ke jenjang lebih tinggi yaitu SMP. Saya mengajar 8 murid, 7 murid reguler dan 1 murid ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Saya dibantu oleh 2 rekan guru yang memiliki peran masing-masing.

Sekolah kami menerapkan pembelajaran berbasis riset dengan tetap memakai tujuan pembelajaran pilihan dari pemerintah. Di kelas 6 ada 4 tahapan dalam pembelajaran riset yaitu; perencanaan, pencarian data, uji coba, dan refleksi. Saya ingin bercerita pembelajaran yang menurut saya mengesankan hehe. Cerita ini pada tahapan riset uji coba dengan tujuan pembelajaran menggunakan operasi hitung pecahan campuran dalam kehidupan sehari-hari.

Jadi awalnya saya kebingungan menjelaskan tentang materi pecahan campuran yang berfokus pada persentase dalam bentuk diskon atau penghitungan laba. Apalagi harus nyambung sama alur pembelajaran riset. Karena sebelum tahap uji coba kelas 6 melakukan wawancara dengan ketua koperasi sekolah untuk belajar tentang jual beli, jika mau menitipkan barang maka perlu dipotong 10% dari harga jual. Nah dari situ saya mengajak anak-anak kelas 6 untuk menghitung potongan 10% dari harga jual. Jika 20.000 barang yang dijual kita akan mendapatkan uang sebanyak 18.000 karena potongannya adalah 2000.

Kemudian saya mengajak anak-anak untuk ke tahap yang lebih menantang lagi, tapi sayangnya anak-anak kelas 6 kurang tertarik jika pembelajarannya menghitung-menghitung mulu. Apalagi matematika itu menurut sebagian anak pelajaran yang menakutkan seperti hantu. Anak terlihat lemas dan kurang bersemangat apalagi jika menghitung persen berupa nilai bukan angka genap.

Saya ingat bahwa pembelajaran kalau hanya sekedar menyampaikan materi saja kemungkinan besar akan mudah terlupakan. Jadi saya mencoba menggunakan konsep matematika kontekstual yang mana anak-anak akan mengalami aksi nyata tentang menghitung potongan harga langsung dan menghitung diskon.

Strategi pertama adalah saya mengajak anak untuk ikut ambil andil dalam penjualan di koperasi sekolah makanan yang dijual adalah tahu krispi, selama masa percobaan membuat tahu krispi ternyata anak-anak mengalami banyak pembelajaran seperti menghitung harga tepung, tahu, dan minyak ini malahan mereview pembelajaran sebelumnya. Setelah pembuatan tahu krispi selesai, kami menitipkannya ke koperasi sekolah dengan jumlah keseluruhan 40.000. Anak pun kami ajak untuk menjadi penjual sendiri. Hasilnya adalah tahu krispi terjual 32.000 dan kami mencoba menghitung potongan 10% dari koperasi. Akhirnya perolehan bersih kami adalah 28.800. Ternyata kita mengalami rugi, dan lebihnya kami makan bersama. Strategi ini ternyata berhasil, meskipun anak-anak mengalami rugi dalam penjualan tetapi antusias belajar bersama serta pemahaman secara aplikatif dirasakan oleh anak-anak.

Strategi yang kedua adalah saya memberikan pengalaman belajar baru bagi anak-anak. Saya ajak anak-anak menjadi konsumen yang akan belanja di online shop, dengan diskon yang sudah tertera tetapi saya tutup harga yang sudah didiskon, ternyata antusias belajar anak sangat semangat sekali. Ini terlihat semangat mengerjakan. Anak-anak bahkan mau menghitung lagi dengan tantangan baru yaitu seakan anak-anak membeli dua barang jadi harganya akan mendapatkan potongan lagi.

Perubahan semangat belajar ini anak-anak tidak hanya belajar menghitung melainkan juga mengalami langsung bagaimana matematika itu tidak hanya berhenti pada teori melainkan dapat dipraktekkan langsung di kehidupan sehari-hari. Tidak hanya belajar matematika tapi juga belajar banyak hal, seperti membuat produk olahan sederhana dan memahami aktivitas ekonomi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top