Sopir Itu Bernama Asesmen

Bagi sebagian besar guru, asesmen tidak sepopuler pembelajaran. Pembelajaran yang baik seringkali dipikirkan dan dipilihkan strateginya. Namun asesmen jarang dilirik. Bahkan pembelajaran dan asesmen bisa jadi tidak nyambung. Pembelajaran proyek tapi asesmennya menuntut hafalan. Pembelajaran inkuiri tapi asesmennya hafalan juga. Padahal pembelajaran dan asesmen mempunyai kekuatan yang sama untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Asesmen dapat menjelma menjadi sopir. Sopir adalah orang yang mengendarai kendaraan. Sopir dapat membawa kendaraan kemana pun tujuan yang diinginkan. Perubahan pola pikir tersebut yang hendak saya tularkan kepada para pendidik. Asesmen itu dapat mengarahkan pembelajaran. Jika guru ingin keterampilan komunikasi dan presentasi, keterampilan manajemen organisasi dan waktu, keterampilan penelitian dan penyelidikan, keterampilan penilaian diri dan refleksi, partisipasi kelompok, dan pemikiran kritis yang dinilai, maka tidak lain pembelajaran yang dilaksanakan harus berbasis proyek.

Pemahaman pola pikir baru ini disebarkan melalui strategi GUS (getting, understanding, simulating). Saya melakukan inseminasi asesmen paradigma baru kepada para guru. Pada tahap pertama para guru getting (memperoleh pengetahuan) tentang kekuatan asesmen dalam memandu pembelajaran. Tahap berikutnya adalah guru memahami (understanding). Wujud dari pemahaman ini adalah menyusun asesmen paradigma baru. Pilihan asesmen para guru digunakan untuk menentukkan praktik pembelajaran. Tahap akhir adalah para guru melakukan simulasi (simulating) di komunitas pendidikan mereka. Pada tahap ini, komentar dan pertanyaan datang silih berganti, sehingga para guru dapat saling belajar dan saling menginspirasi.

Antusiasme para pendidik menjadi modal besar dalam melakukan perubahan pola pikir tentang asesmen. Para pendidik menjadi tertantang untuk bereksplorasi dalam asesmen. Asesmen itu menarik. Asesmen itu dapat menjadi kompas. Asesmen itu sama pentingnya dengan pembelajaran. Mereka tidak melulu harus belajar dari figur ideal, tapi mereka dapat belajar dari figur realistis, yaitu para guru pada tahap simulasi. Jika guru lain bisa melakukannya, pasti mereka dapat melakukannya juga. Mereka memberanikan diri menggunakan sopir bernama asesmen.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top