AWAL
Pandemi yang terjadi di dunia berdampak besar pada setiap aspek kehidupan, termasuk sektor pendidikan yang saya geluti. Pandemi yang sempat mewajibkan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) di semua jenjang pendidikan termasuk SMA tempat saya bertugas, mendorong saya mencari solusi yang tepat, efektif, dan efisien, serta mampu menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan masyarakat. Pembelajaran juga tetap harus dapat memfasilitasi para murid agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi tuntutan abad 21. Salah satu bagian yang sangat penting adalah literasi.
Forum Ekonomi Dunia 2015 membagi gambaran tentang keterampilan literasi menjadi 6 dasar yang dikutif dari Panduan Gerakan Literasi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI seperti berikut:1)Literasi Baca Tulis; 2)Literasi Numerasi; 3)Literasi Sains; 4)Literasi Digital; 5)Literasi Finansial; 6)Literasi Budaya dan Kewargaan. Sedangkan menurut panduan gerakan literasi sekolah, keenam literasi tersebut merupakan bagian dari kecakapan abad 21 yang harus dimiliki oleh guru dan murid.
Menyikapi tuntutan tersebut, saya haruslah selektif dan solutif dalam memilih strategi pembelajaran, metode yang digunakan, dan media pembelajaran. Hal ini dilakukan dalam rangka memfasilitasi para murid agar dapat beradaptasi dengan fondasi literasi yang tertuang pada buku panduan GLS (Gerakan Literasi Sekolah).
Bagaimana memfasilitasi Gerakan literasi tersebut? Pada pembelajaran tatap muka saja sulit dilaksanakan dengan maksimal. Apalagi ini di masa pandemi, belajar jarak jauh menggunakan LMS (Leraning Management System). Ini menjadi satu keresahan yang sempat saya rasakan.
TANTANGAN
Dalam melaksanakan pembelajaran di satuan Pendidikan, setiap guru memiliki tantangan yang berbeda satu dan lainnya. Tantangan yang kerap muncul di lapangan adalah berkaitan dengan kompetensi guru, kemampuan mengidentifikasi karakteristik murid, dan faktor lainnya.
Bagi saya pribadi, tantangan yang dihadapi selama ini adalah menumbuhkan keterampilan berliterasi, utamanya literasi numerasi dalam pembelajaran matematika. Apalagi saat pandemi melanda yang mewajibkan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) atau PTM (Pembelajaran Tatap Muka Terbatas).
Tantangan lain yang muncul adalah alokasi waktu yang disediakan pada saat PJJ maupun PTMT hanya 30 menit untuk satu jam pelajaran. Dalam hal ini saya harus menyampaikan materi dengan cara yang tepat dan tetap menyenangkan.
AKSI
Untuk menjawab tantangan yang terjadi saya mengondisikan kelas dengan satu strategi pembelajaran menggunakan slide kolaborasi. Prosedur pembelajaran yang dilakukan sebagai berikut: Langkah pertama saya masuk ke kelas telegram, memberi salam, menyapa para murid, memotivasi, serta selalu mengingatkan pentingnya untuk tetap mematuhi protokol kesehatan covid. Kemudian berdo’a dan mengingatkan para murid agar mengisi DH (Daftar Hadir) yang dibuat menggunakan GF (Google Formulir) dan tautannya diletakkan di GC (Google Classroom). Jika ada murid yang belum hadir, saya mengonfirmasi alasan dan kondisi yang menjadi penyebabnya. Paling sering alasan yang dikemukakan adalah tidak tersedianya kuota atau jaringan yang kurang bersahabat. Untuk murid yang demikian, saya memberikan dispensasi agar dapat mengikuti pembelajaran dengan waktu yang lebih longgar. Yang terpenting adalah semua murid tetap semangat dan antusias untuk belajar.
Setelah daftar hadir aman, para murid fokus di kelas GC. Di sana telah tersedia materi pembelajaran dalam bentuk video, modul, dan buku elektronik. Selain itu ada juga buku referensi pinjaman dari perpustakaan sekolah. Video dibagikan tautan you tube nya, modul dibagikan file pdf nya, sedang buku dalam bentuk cetak. Tanya jawab dilakukan di kelas telegram, sehingga para murid dapat memahami materi dan dapat menyelesaikan tugasnya.
Tugas dikumpulkan melalui slide kolaborasi. Artinya satu set slide dikerjakan bersama, dan masing-masing para murid dapat melihat pekerjaan teman satu kelasnya. Apakah ini rentan plagiasi? Mungkin iya, tetapi para murid di awal telah mempunyai kesepakatan untuk jujur, mandiri, dan tidak plagiasi.
Plagiarisme justru dapat diminimalisir karena slide kolaborasi ini bersifat interaktif, sehingga pengerjaannya dapat saya pantau secara langsung atau saling pantau sesama murid. Bahkan para murid berlomba-lomba untuk mengeksplor kreativitas nya sendiri. Yang saya tekankan dalam pembelajaran bukanlah kompetisi, melainkan kolaborasi. Sehingga para murid dapat mengasah kreativitasnya melalui ATM (Amati, Tirukan, Modifikasi). Bahkan tidak tertutup kemungkinan duplikasi dapat menghasilkan slide yang lebih baik.
Lalu dimana literasinya? Selain menyelesaikan persoalan matematika, saya selalu meminta murid untuk menambahkan identitas, potret diri, dan motto atau quote. Sebelum membuat slide ini, murid harus menonton video, membaca dan memahami materi dalam modul atau buku referensi. Jika ada masalah bisa didiskusikan di kelas telegram. Setelah selesai, para murid baru membuat slide. Pertama, murid harus tahu di mana menempatkan slide berdasarkan nomor urut dan dalam hal ini artinya sudah melaksanakan literasi baca-tulis.
Para murid kemudian mengedit slide dengan memilih latar belakang, warna, font, dan ukuran font. Dalam pengerjaan slide ini terkadang menggunakan aplikasi lain seperti Canva, editor foto, dan lainnya. Pada tahap ini, murid telah melakukan literasi digital. Subyek diskusi kita adalah matematika, yang berarti literasi numerasi berada pada tahap ini.
Jika ini saja yang kami lakukan artinya pembelajaran matematika menggunakan slide kolaborasi sudah mengakomodir minimal 3 bentuk literasi, yaitu literasi baca-tulis, literasi numerasi, dan literasi digital. Tidak tertutup kemungkinan para murid juga di sepanjang pembelajaran akan melakukan komponen literasi yang lainnya, misalnya literasi sains.
PELAJARAN
Pelajaran yang dapat diambil dari penggunaan slide kolaborasi ini adalah para murid menjadi eksploratif, aktif, dan gembira. Para murid terbiasa dengan ATM (Amati, Tirukan, Modifikasi). Pembelajaran matematika menggunakan slide kolaborasi menjadikan para murid belajar bagaimana etika berliterasi, belajar menjadi orang yang bertanggung jawab, mandiri, kreatif, dan inovatif. Para murid akan terbiasa dengan literasi baca-tulis, numerasi, dan literasi digital. Dan pada akhirnya akan menumbuhkan budaya literasi baik secara individu, tingkat sekolah, dan juga di masyarakat.