Simulasi Pemilu Membuat Murid Tidak Lagi Lesu

Murid sangat tidak antuisas saat masuk pelajaran PKN. Materi yang tidak relevan dengan dunia anak-anak membuat mereka mengalami kesulitan memahaminya dan tidak tertarik untuk mengikuti pembelajaran secara optimal.

Materi tentang pemilu, misalnya. Ini bahasan yang “berat” bagi murid-murid kelas 5. Sesuatu yang mereka belum mengalaminya. Namun, bagaimana pun, saya tetap ingin murid-murid saya punya antusiasme mengikuti materi ini.

Masalahnya, ketika belajar sesuatu yang abstrak, jauh dari dunia mereka, murid-murid saya cenderung kurang tertarik. Apalagi kalau sekadar hafalan, yang bisa jadi mereka tidak memahaminya. Cuma hafal sebentar untuk kemudian dilupakan. Lebih menantangnya lagi, materi PKN kebanyakan seperti itu. Wah, saya harus menemukan sesuatu yang lebih bermakna.

Bagaimana supaya pembelajaran PKN lebih bermakna? Ini yang saya lakukan. Saya melibatkan murid saya mulai dari perencanaan pembelajaran. Saya meminta mereka mengungkapkan perasaan dan harapan mereka tentang pembelajaran PKN. Saya memberi ruang kepada mereka untuk menyampaikan ide supaya belajar tentang pemilu menjadi menarik.

Merasa mendapat ruang dan kesempatan, murid-murid mengajukan beberapa ide. Akhirnya yang kami sepakati adalah ide untuk membuat simulasi pemilu. Supaya mereka paham apa yang akan dilakukan, saya memberi gambaran besar tahapan pemilu dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

Nah, setelah memahami tahapan pemilu, murid-murid menentukan dirinya akan mengambil peran yang mana. Ada yang jadi petugas pemilu (KPU, Bawaslu, petugas TPS, dll.), ada juga yang membuat partai politik. Setiap bagian bertanggung jawab untuk memahami tugas dan perannya, serta memastikan tugas dan peran itu bisa dilaksanakan.

Maka mulailah setiap bagian bekerja. Partai politik mulai memilih calon presiden dan melakukan kampanye. Mereka membuat poster dan melakukan kampanye dengan mendekati murid-murid kelas yang lain.

Bagian yang membuat daftar calon pemilih. Mereka mendata semua murid, kemudian membuat surat undangan untuk memilih presiden. Mereka juga menyiapkan kartu suara.

Proses ini berlangsung selama  dua minggu. Setelah itu, pada hari yang telah ditetapkan untuk pemungutan suara, petugas TPS sudah siap. Ruang kelas disulap menjadi TPS. Ada ruang tunggu dan bilik suara. Tentu saja lengkap dengan para petugasnya.

Ketika jam istirahat, pemungutan suara dimulai. Murid-murid dari kelas yang lain menjadi pemilihnya. Eh, ternyata mereka juga antusias melaksanakan hak pilihnya. Mereka rela antre. Bagian yang paling berkesan bagi mereka adalah ketika proses masuk ke bilik suara, mencoblos pilihannya, memasukkan ke kotak suara, dan mencelupkan jari ke tinta.

Proses pemungutan suara berjalan tertib karena petugas TPS melaksankan peran dengan baik. Mereka mampu mengarahkan pemilih dan mengatur antrean sehingga tidak kacau.

Setelah pemungutan suara selesai, kegiatan selanjutnya adalah penghitungan suara. Simulasinya tetap seperti penghitungan yang sebenarnya. Termasuk ada saksi-saksi.

Luar biasa. Dari awal pembelajaran tentang pemilu ini, murid-murid selalu antusias. Tentu saja ada hambatan yang mereka temui, tetapi mereka mampu mengatasinya. Bukan hanya kelas saya saja yang terlibat, akhirnya semua murid dalam satu sekolah terlibat tanpa mengganggu kegiatan belajar mereka.

Saya semakin yakin bahwa melibatkan murid dalam pembelajaran dapat membuat pembelajaran lebih bermakna. Selain itu, keterlibatan murid dalam pembelajaran bisa mengembangkan banyak hal. Mereka merasa berharga dan dihargai. Keterampilan mereka juga berkembang, misalnya dalam hal bekerja dalam kelompok (kolaborasi), membuat rencana, dan mengatur kegiatan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top