SERUNYA BELAJAR MEMBACA
Cerita by Amalia-Guru Kelas 1
“Bu, katanya mau bawa kartu baca”, ucap salah satu murid kelas 1 SD Islam Umar Harun kepadaku setelah mengaji al-Qur’an. “Wah anak ini ternyata masih ingat dengan rencana kegiatan tempo lalu untuk belajar membaca”, pikirku yang memang lupa untuk membawa kartu bacanya. “In Syaa Allah besok ya mas, bu Amal bawa. Bu Amal sekarang lupa membawa”, lanjutku menjawab.
Belajar dari keinginan diri sendiri dan didukung dengan semangat untuk melakukan. Prinsip ini yang akhirnya menggerakkan saya untuk membuat sebuah kartu baca tahap awal. Harapannya media tersebut dapat mendukung perkembangan literasi anak dengan tetap menjaga keseruan saat belajar.
Masih di hari yang sama, tepatnya sepulang sekolah. Saya menghubungi salah satu rekan kerja yang sudah berpengalaman membuat kartu baca, untuk membantu membuat kartu tersebut. Saya terlebih dahulu menceritakan kronologi yang saya temukan di kelas dan rencana yang akan saya lakukan. Cerita saya disambut baik. Ia bersedia untuk membantu. Awalnya ia sempat salah faham dengan rancangan kartu yang saya inginkan. Kemudian, saya menjelaskan ulang tentang kartu baca yang saya inginkan.
“Begini pak, salah satu murid saya ini sebetulnya belum begitu mengerti dengan huruf A sampai Z. Terkadang ia masih kebalik-balik saat menyebutkan hurufnya. Saya punya ide membuat kartu ini, karena terinspirasi dengan jilid Yanbu’a. Dalam jilid itu kan ada pengenalan huruf yang kemudian disambung dengan huruf lainnya. Ada beberapa jilid yang terus meningkat. Murid yang saya maksud ini sekarang sudah mau naik di jilid 1. Dulu saat masih jilid pemula, ia juga bingung membedakan beberapa huruf hijaiyah dari alif sampai ya’. Namun lambat laun, akhirnya ia bisa membedakan. Sudah bisa niteni. Artinya dalam hal membaca, sepertinya perlu juga memperhatikan apakah murid sudah mengetahui hurufnya atau belum. Murid sudah bisa membedakan antara huruf atau belum. Beberapa kali, saya pernah mencoba belajar membaca dengan murid menggunakan media semacam flash card, yang bentuknya langsung kata. Namun murid ini bingung. Nah, dari sini saya punya ide untuk membuat banyak kartu. Di antaranya ada huruf alfabet A-Z menggunakan huruf kecil dan kapital. Selain itu ada huruf vokal A, I U, E, dan O yang tiap huruf vokal tersebut dipasangkan dengan huruf A-Z. Contohnya aa, ab, ac, ad, ia, ib, ic, dan seterusnya. Karena memang tujuannya murid bisa mengenal alfabet dan membaca suku kata. Goal yang paling utama, murid bisa memasangkan antar suku kata untuk membentuk sebuah kata dan kemudian membacanya. Begitu gimana pak? Oh iya, tulisannya pakai huruf kecil semua ya pak. Biar ketika tiap suku kata dipasangkan dengan suku kata lainnya tidak aneh susunan hurufnya.”, begitulah penjelasan saya kepada rekan kerja yang sudah siap membantu itu.
“Tek… teke tek… tek… tek”, suara laptop terdengar sedang dioperasikan oleh seseorang yang sedang mengetik. Iya! saat itu juga rekan kerja saya langsung membuat desain kartu yang saya maksudkan. Kira-kira butuh waktu 2 jam untuk menyelesaikan membuat kartu baca tersebut.
Esok harinya, saya menunjukkan kartu baca tersebut kepada tim guru dan memperkenalkan kepada murid-murid kelas 1 SD. Respon awal mereka terlihat penasaran cara menggunakannya. Mereka seperti tertarik untuk mencobanya.
Sebagai contoh awal, saya mempraktikkannya bersama salah seorang anak yang masih kesulitan membaca. Saya mencoba melakukan tebak-tebakan tiap huruf alfabet secara acak dari A-Z. Kartu huruf yang berhasil disebutkan diletakkan di tempat berbeda dengan kartu yang belum berhasil disebutkan. Alhasil, saat saya praktik dengan anak tersebut, ia masih belum bisa mengidentifikasi beberapa huruf, seperti huruf q, f, e, dan r. Kemudian saya juga mencoba mengajak ia untuk membaca suku kata dari huruf vokal a. Ia bisa membaca suku kata ma, na, ba, dan beberapa suku kata lainnya dengan sedikit bantuan. Dalam hati saya berkata, “Wah, ternyata murid ini sudah lumayan bisa membaca suku kata. Menyenangkan”. Capaian murid tersebut kemudian saya ceritakan kepada tim guru kelas 1. Dari diskusi saya bersama tim guru kelas 1 saat melakukan refleksi pembelajaran, kami mempunyai rencana untuk melibatkan teman sebaya untuk menjadi teman belajar murid tersebut saat membaca. Tujuannya agar ia terpantik semangatnya saat belajar membaca. pun untuk teman pendamping, harapannya dapat muncul sikap peduli dan toleransi antar sesama.
Benar saja, saat kegiatan literasi pagi di hari selanjutnya, yaitu setelah saya infokan terkait rancangan awal kami itu, beberapa murid terlihat berbagi peran dengan sesama untuk mendampingi belajar membaca teman yang masih kesulitan. Mereka juga bisa menggunakan kartu baca tersebut. Selesai belajar membaca bersama, murid pendamping melaporkan capaian murid yang sedang belajar membaca.
Sekitar 3 bulan cara belajar membaca semacam itu berlangsung. Ada perubahan baik yang terlihat pada murid yang awalnya masih kesulitan membaca. Saat ini, ia sudah bisa membaca kata yang terdiri dari dua suku kata, seperti kata mati, laba, kaki, baca, dan mata.
Menyenangkan ketika melihat perkembangan murid-murid. Ada pelajaran berharga yang dapat saya ambil. Bahwa setiap muriditu memiliki rute perjalanan sendiri. Bisa saja rutenya jauh atau dekat. Bisa ditempuh dengan waktu yang cepat atau sebaliknya. Yang terpenting dalam melalui rute itu adalah kita berusaha memahami medannya dan menikmati perjalanannya.