Sekolah Dan Pesantren

Pada bulan April 2021 Saya mendapatkan SK Mutasi untuk ditempatkan di sekolah dasar yang tergolong daerah 3T. Daerah ini tergolong daerah istimewa di kota Cirebon, karena Kondisi sosiokultural yang religius serta menjaga kuat tradisi para leluhur.

Awalnya saya berfikir dengan kondisi sosiokultural yang religius, maka tugas saya sebagai guru agama islam akan terasa ringan. Kompetensi spiritual sudah tertanam oleh lingkungan yang religius. Keterampilan dalam bidang keagamaan sudah terlatih sejak dini oleh kegiatan pendidikan non formal di masyarakat. Sehingga jika ada lomba-lomba atau kegiatan keagamaan saya tidak perlu capek-capek mencari calon peserta dan tidak perlu repot-repot melakukan trial and drill, saya tinggal memoles sesuai kebutuhan lomba.

Namun bak mimpi di siang bolong. Keadannya tidak seperti yang dibayangkan. Meskipun lingkungan sosiokultural yang religius tidak berarti kompetensi spiritual peserta didik bagus, tidak berarti peserta didik terampil dalam bidang keagamaan, yang lebih miris adalah pendidikan formal bukanlah prioritas utama, hal ini terlihat dari banyaknya peserta didik yang mengundurkan diri dari sekolah dan melanjutkan ke pondok pesantren atas perintah ustadz/kyai.

Tapi mau bagaimanapun juga itulah faktanya,  saya harus siap mengemban tugas dan mengambil peran untuk mendidik mereka. Bahu membahu dengan rekan guru yang lain menanamkan kompetensi spiritual dan sosial. Melatih keterampilan mereka dalam bidang keagamaan.

Dengan motto sekolah kami yaitu SANTRI CAKEP (Santun Religius Inovatif Ceria Kreatif dan Pintar) maka saya berkolaborasi dengan rekan guru lain mengadakan pembiasaan keagamaan pagi setiap hari selasa dan Jumat. Di mana dalam kegiatan pembiasaan keagamaan ini terdapat aktifitas literasi al-Qur’an, pembacaan sholawat serta sesi mendongeng atau bercerita kisah-kisah tokoh terdahulu.

Selain mengadakan kegiatan pembiasaan keagamaan di pagi hari, kami juga mengadakan sholat dzuhur berjama’ah. Membimbing peserta didik dengan tertib untuk berwudhu. Juga membuat jadwal piket kebersihan tempat ibadah untuk kelas tinggi, yaitu kelas 4, 5 dan 6.

Kegiatan keagamaan yang dilakasanakan di sekolah dasar kami sedikit membawa perubahan paradigma kepada peserta didik maupun kepada walinya. Selain memberikan ta’dzhim kepada kyai/ustadz mereka juga mulai memberikan rasa hormat kepada guru di sekolah. Mereka membuka diri dengan pendidikan formal dan mulai mensejajarkan pentingnya pendidikan formal dan pendidikan di pesantren.

Strategi di sekolah kami dengan senantiasa mengadakan kegiatan keagamaan di sekolah perlu dikembangkan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi agar sosiokultural di lingkungan sekolah tidak kaget serta tidak terbawa arus negative dengan perkembangan IPTEK, tetapi sebaliknya bisa membentenginya dengan IMTAQ.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top