“Schooling For Life Project” Asesmen Holistik Yang Memberdayakan Konteks

“Schooling for Life  Project”

Asesmen Holistik yang Memberdayakan Konteks

Oleh Komang Sudiana

Sekolah Satu Bumi

Ketika berbicara tentang assemen sumatif yang ada di benak kita adalah adalah test tulis dengan rentetan soal yang panjang. Namun, bertolak dari pengalaman pribadi saya, test tulis ternyata tidak mampu memberikan informasi hasil belajar siswa secara komprehensif dengan potensi yang beragam. Saya ingin bisa mengetahui sejauh mana siswa saya telah mencapai kompetensinya secara holistik. Saya mengingat apa yang dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang bagaimana jiwa manusia tersusun atas tiga kekuatan  utama yang menjadikannya manusia seutuhnya  yaitu cipta (pikiran), rasa (hati) dan karsa (kemauan).Apalagi di Sekolah Satu Bumi, kami menerapkan pendidikan holistik yang bertujuan untuk menumbuhkan nilai – nilai kemanusian untuk membantu siswa mengembangkan potensi terbaiknya. Saya berharap bisa menyelenggarakan sebuah asesmen yang dapat membuat siswa berefleksi, memahami dirinya keunikannya serta mampu mengeluarkan potensi terbaiknya. 

Namun, selama masa pandemi, saya merasa kesulitan untuk memberikan ruang bagi siswa untuk berkarya dan menerapkan nilai – nilai karakter yang siswa pelajari  selama belajar di bangku sekolah menengah atas. Keterlibatan orang tua pun tampak semakin menurun seiring usia anak yang sudah remaja dengan tingkat kemandirian yang sudah dianggap baik. Ditambah lagi keterbatasan komunikasi, jarak dan waktu yang menjadi tantangan tersendiri. 

Saya kemudian mencari referensi hal yang dapat mengatasi tantangan yang saya hadapi. Saya menemukan sebuah metode ‘Design Thinking’ yang berarti sebuah cara pandang untuk memecahkan masalah secara praktis yang berbasi solusi. Dari proses Empathize dimana saya memposisikan diri sebagai siswa untuk lebih memahami siswa. Kemudian pada tahapan Define saya menganalisis tantangan dan kendala serta tujuan yang akan saya capai hingga muncul ide pada tahap Ideate dimana saya merancang pembelajaran project based learning dengan nama ““Schooling for Life Project”  yang di ambil dari moto sekolah Satu Bumi ‘Schooling for life, not for living alone’ yang artinya sekolah untuk kehidupan, bukan sekadar untuk hidup’. Proyek ini pun mengandung makna di mana setiap siswa mampu mengaplikasikan segala nilai-nilai  kemanusiaan yang telah dipelajari di sekolah dalam sebuah aksi nyata. Setelah mendapatkan ide, saya kemudian berlanjut pada tahapan berikutnya yakni merancang proses Prototype-nya.  

Dalam project ini, siswa  diberikan kemerdekaan untuk memilih project akhir yang dilakukan sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Siswa diberikan kesempatan untuk merefleksikan dirinya melalui ‘SWOT’  analysis terhadap dirinya. Dalam masa penulisan ini lah sekaligus menjadi asesmen diagnostik bagi siswa itu sendiri. Setelah menganalisa dimana kekuatan, kelemahan, dan memahami potensi dirinya, siswa pun membuat rancangan proposal projectnya yang akan dipresentasikan di hadapan para guru. Saya memberikan panduan pertanyaan untuk mengarahkan siswa membuat kerangka project yang baik, sebagai berikut: Apa project yang akan saya lakukan?Mengapa saya melakukan project ini?  Bagaimana saya akan melakukan project ini? Setelah membuat proposal, siswa kemudian mempresentasikan rencana projectnya di hadapan teman – temanya. 

Dalam tahapan design thinking terakhir yakni ‘Test’ dimana ada tahapan akan menguji coba project ini, saya pun berkolaborasi dengan guru lain untuk memberikan umpan balik terhadap presentasi masing – masing siwa. Walaupun jumlah siswa kami hanya 6 orang, namun setiap satu dari mereka memiliki keunikan dan potensi yang sangat berbeda dengan yang lainnya. Seperti Rama yang ingin membuat project cerita anak menjelaskan “saya akan membuat sebuah cerita bergambar yang membantu anak-anak sekolah dasar untuk menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan dalam dirinya dengan cerita yang berjudul Bhineka Juara” selain itu ada siswa yamg melakukan riset bahwa masih banyak teman-temanya yang belum bisa mengatur waktu dengan baik, sehingga ia akan membuat ‘Study Planner’ untuk membantu siswa lainnya lebih disiplin dalam mengatur waktunya. Begitu antusias para siswa merancang projectnya dan beberapa guru pun bertugas mendampingi para siswa selama proses pembuatan project sesuai dengan bidang atau mata pelajaran yang diampunya yang dikaitkan dengan project yang dilakukan siswa. 

Selama kurang lebih empat-lima bulan, siswa melakukan proses pembuatan projectnya, melakukan bimbingan, mendapatkan umpan balik dari guru pembimbing dan melakukan refleksinya setiap dua minggu, hingga project masing – masing siswa pun selesai. Selama proses pembuatan siswa, tiga hal ini yaitu  cipta (pikiran), rasa (hati) dan karsa (kemauan) memegang peranan yang sangat penting. Tidak mudah untuk membersamai siswa agar mereka bisa konsisten dalam menjalankan projectnya. Tujuan project ini juga  siswa diharapkan mampu mengembangkan karakternya dan dapat membantu orang di lingkungan sekitarnya sehingga mereka  belajar mengembangkan rasa cinta kasih dalam dirinya. 

Setelah semua siswa selesai mengerjakan projectnya, mereka pun di akhir membuat sebuah presentasi berupa ‘Pameran Karya’ dalam tajuk Final Presentation dimana setiap siswa menceritakan proses pembuatan projectnya,nilai – nilai apa yang dapat mereka pelajari, apa dampak yang telah mereka berikan pada lingkungan sekitar mereka hingga refleksinya. Pameran karya ini dilakukan melalui Zoom yang dihadiri juga oleh para orang tua dan beberapa tamu dari sekolah lain yang hadir.  Siswa membuat flyer kegiatan dan mengundang kerabatnya untuk menyaksikan pameran karya mereka secara daring. 

Setelah proses pameran karya berlangsung, orang tua pun memahami bahwa tiap anak memiliki potensi yang berbeda beda dan mereka pun juga sangat bangga dengan perkembangan anak – anak kelas 12. Para guru juga mampu mengetahui sejauh mana perkembangan kompetensi siswa secara holistik melalui project Schooling for Life ini.  Anak – anak pun lebih memahami diri mereka, lebih mengenali potensi diri mereka sebagai bekal untuk melangkah ke jenjang pendidikan berikutnya. Anak juga belajar nilai – nilai karakter seperti salah satu refleksi dari Sucintia, siswa yang membuat project wirausaha mengatakan  “Selama saya mengerjakan project ini, saya banyak belajar, terutama dalam mengatur waktu atau menggunakan waktu dengan tepat dan juga bagaimana kita bisa tidak pernah menyerah karena banyak sekali rintangan rintangan yang dihadapi dan juga di project ini saya belajar bagaimana kita survive terhadap tanggungjawab jadi kita harus benar benar berjuang untuk mengerjakan project ini agar hasil nya memuaskan”  Dalam hal ini saya pun belajar dari para murid tentang bagaimana  merawat daya cipta, rasa dan karsa dalam dirinya agar mampu mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan keunikannya masing – masing. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top