Salah Kaprah Pendidikan Dan Saya

“Patriarki sesungguhnya adalah purwarupa dari segala bentuk eksploitasi, tidak hanya eksploitasi kelas, tetapi juga eksploitasi separuh umat manusia oleh setengah yang lain. Perubahan hanya dimungkinkan kala mayoritas orang pada suatu hari nanti mampu melihat bahwa keadaan tidak bisa berlanjut seperti saat ini, kita harus melepaskan ilusi kita.” Kutipan kalimat dari Buku yang belum habis untuk dicerna namun beberapa lembar saja sudah membuatku mengangguk dan tersenyum manis.

Hampir enam bulan belajar di Kampus Guru Cikal, proses menuju babak ini pun cukup tidak mudah. Satu per satu melempar pertanyaan, kenapa pindah dari perusahaan sebelumnya? Kamu mau cari apa sih di dalam hidup? Kamu suka menantang hidup ya, jadi pegawai dengan hidup terjamin itu kan idaman banyak perempuan dan orang. Bagaimana tanggapan orangtua? Kenapa bidang pendidikan? Begini ceritanya:

Bersekolah di sekolah unggulan dan masuk peringkat 10 besar adalah kewajiban. Saat kelas kecil ada beberapa guru yang menerapkan murid membaca saat malam hari lalu esoknya diskusi, sungguh saya senang sekali belajar tidak hanya dengan metode ceramah tetapi aksi nyata. Saya terkena drama matematika, kalau salah terkena hukuman fisik! Padahal di rumah dan di sekolah saya diajarkan untuk jujur kalau belum mengerti atau tidak bisa mengerjakan, kenapa saya dihukum? Akhirnya saya membenci matematika, karena ujung-ujungnya nilai. Hal ini berlanjut, setiap matematika ya contekan donk (keahlian mencontek saya hanya untuk matematika, prinsipnya bohong disini, pelajaran lain jujur), saya bawa sampai tingkat menengah atas.

“Kenapa sih harus belajar x dan y diterapkan kapan di kehidupan sehari-hari? Kenapa kalau saya salah mengerjakan tugas dihukum? Kenapa saya dicap bodoh hanya karena tidak bisa matematika padahal saya cukup pintar di pelajaran lainnya?

Hal ini berubah saat saya bersekolah di sekolah menengah atas yang tidak berstatus unggulan dan terletak di ujung sana, saya bertemu guru matematika yang membuat saya mau belajar. “Bu Nelly, maaf ya saya belum mengerti materi ini. Ibu mau ulang lagi materinya? Mau bantuin saya gak Bu? Bu Nelly mengangguk dan meningkatkan kepercayaan diri saya. Meski tidak pintar tapi saya mengerjakan matematika, hanya hitungan jari saya remedial. Saya senang belajar dari orang yang saya sukai, saya belajar dari orang yang tidak menghakimi.

Saya masuk IPS dengan kepercayaan bahwa anak IPS juga bisa sukses. Saya masuk Ilmu Pemerintahan melalui jalur PKAB dengan kepercayaan bahwa kelak yang bisa menjadi guru bukan hanya lulusan FKIP, saya juga ingin mematahkan anggapan mahasiswa yang mengurusi organisasi bisa lulus tepat waktu, bahkan pertama diangkatannya. Saya juga lulusan Desain Grafis, mendapat kucuran dana saat menjadi pelatih Corel Draw. Disisi lain, akhirnya saya tidak menyelesaikan Sastra Inggris di semester akhir.

Menjadi penyanyi, penyiar, presenter, pembawa acara membawa saya bertemu dengan tokoh-tokoh penting, Walikota, Gubernur, Pejabat Politik bahkan Menteri sekalipun. Menjadi Liasion Officer beberapa event lokal bahkan menjadi asisten dosen untuk beberapa mata kuliah. Hal-hal ini yang saya tekuni disela padatnya kegiatan akademik. Yeay! Lulus dengan predikat berprestasi dan punya segudang pengalaman kerja itu menyenangkan dan membanggakan untuk saya, sekalian hadiah bisa mematahkan prasangka kepada orang yang tidak cukup pintar di matematika.

2014, akhirnya saya bekerja dan berubah status menjadi perantau. Mulai tidak betah kalau hanya kantor dan kosan. Mencari aktivitas lain, sebagai guru privat untuk anak usia dini dengan banyak sekali karakter di setiap sore saat pulang kerja. Akhirnya berhenti, karena masih bingung bagaimana memahami murid yang usianya dini. Menjadi relawan di sosial pendidikan, sampai akhirnya bertemu dengan kegiatan peningkatan kapasitas guru. Ulala, senang sekali rasanya membawakan materi disiplin positif di depan bapak ibu guru dan mendengar cerita mereka setelahnya.

Menjadi relawan yang berinteraksi dengan guru-guru membuat saya semakin gelisah untuk segera berada di bidang Pendidikan.

2016, “Selamat Pagi Kampus Guru Cikal, Bagaimana ya menjadi relawan di Komunitas Guru Belajar Palembang? Tapi saya bukan seorang guru” E-mail perdana saya tapi tidak kunjung ada balasan. 2017, saya meyakinkan untuk menjadi seorang guru, di beberapa sekolah yang sudah saya kirimkan lamarannya, termasuk Sekolah Cikal. Tahun ini juga, saya bergabung dan menjadi Penggerak KGB Palembang serta mendapatkan beasiswa TPN 2017. Yeay! Sebagai seorang Account Officer dan mengikuti kegiatan guru ini tambah kebelet pengen jadi guru tapi belum ada yang mau menerima.

Kelas Kompetensi dengan materi Disiplin Positif yang saya ikuti di TPN 2017

Yu, kamu lagi sibuk kegiatan apa?
Cari rezeki Pak, kerjaan baru.
Oh gitu, dimana?
Jadi guru sih, di beberapa sekolah.
(((Percakapan berlanjut via telegram sesaat sepulang TPN)

Halo. Selamat Siang Mahayu! Saya Rangga dari Sekolah Cikal ingin mengabarkan bahwa Anda berhak mengikuti tahapan seleksi disini. Tiba-tiba berdering, bersuara dan seakan mengiyakan harapan lama. Tebak posisi apa?

(((Cerita Bersambung)))

Salah kaprah pendidikan pertama bagi saya yang saya alami adalah bersekolah di sekolah unggulan dan mendapatkan peringkat terbaik di sekolah.  Kalau Anda, bagaimana?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top