Ditugaskan di SDN 22 Penyaladi pada 1 November 2021 membuat saya terbebani. Secara tiba-tiba saya harus melaksanakan amanah sebagai kepala sekolah. Saya merasa shock. Menerima tugas ini berarti saya harus berani mengambil tantangan dan keluar dari zona nyaman.
Tempat tugas saya yang dulu adalah sekolah besar, berada di tengah kota. Sekolah yang berakriditasi A dengan fasilitas lengkap.
Saya harus berbesar hati memilih tantangan ini dengan pindah ke SDN 22 Penyeladi yang berada di pinggiran kota, Jarak dari rumah saya sekitar 17 km. saya tempuh dengan sepeda motor. SDN 22 Penyeladi merupakan sekolah yang berada di tengah desa. Warganya bekerja sebagai petani, nelayan, dan karyawan pabrik.
SDN 22 Penyeladi merupakan sekolah yang besar. Ada 154 murid dengan jumlah guru yang mencukupi. Sekolah ini mempunyai 6 rombel dan perpustakaan.
Kali pertama datang ke sekolah, saya disuguhi pemandangan yang membuat miris hati. Bangunan sekolah begitu memprihatinkan kondisinya. Banyak plafon yang rusak. Dindingnya penuh coretan, bahkan ada yang berlobang. Ternyata itu “karya” murid-murid. Mereka sering mencoret-coret dinding dan merusak aset sekolah. Selain itu, b anyak orang luar yang datang ke sekolah untuk bermain bola dan nongkrong tidak jelas. Parahnya lagi, mereka datang tidak sekadar nongkrong, juga merusak sarana (fasilitas) sekolah dan mencoret-coret dinding.
Tentu saja saya tidak bisa tinggal diam. Aksi yang saya lakukan untuk mengatasi masalahan itu adalah membuat ruang kreativitas. Saya sebut demikian karena ruang tersebut disediakan untuk memfasilitasi murid-murid berkreasi, menggambar, dan menempelkan karyanya. Ruang ini adalah lorong di dekat tempat air dan WC. Tempat yang awalnya kumuh dan terkesan kotor saya sulap menjadi tempat yang bersih dan menyenangkan untuk belajar dan bersantai.
Langkah pertama yang saya lakukan adalah mengajak teman-teman guru berdiskusi tentang ide ini. Kemudian saya mencari teman untuk mengeksekusi sehingga ide ini dapat terwujud. Saya meminta bantuan Pak Imam dan Pak Sardi untuk mengecat dinding khusus yang akan dipakai untuk tempat mencorat-coret dan menempel. Dinding ini dicat putih dengan list merah. Saya memilih warna ini agar terlihat bersih dan bernuansa merah putih.
Setelah rencana matang dan disetujui semua guru, Pak Imam membeli cat dan kuas. Pak Sardi i mengecat dinding dan membuat frame di pinggirnya sebagai batas. Selanjutnya, Pak Imam dan Pak Sardi menggambar bunga dan rumput di bagian bawah dinding untuk pemanis dan hiasan dinding.
Saya mencari ide untuk membuat dan mengisi ruang kreativitas ini agar terlihat menarik.Saya membeli produk kertas gambar untuk diwarnai. Ukuranya lumayan besar dan menarik sekali untuk ditempel di dinding itu. Gambar tersebut merupakan pemantik bagi murid-murid supaya berani mewarnai dan menggambar di dinding. Mereka kami latih untuk percaya diri dan konsisten mencoret atau menggambar hanya di dinding tersebut. Dinding yang sudah kami cat ulang tidak boleh dicoret-coret lagi.
Murid-murid mulai terbiasa dengan ruang kreativitas ini. Kami menyediakan pewarna dan kapur warna-warni untuk digunakan. Ketika ada waktu kosong, murid-murid mewarnai gambar yang saya tempel. Mereka juga dapat belajar bahasa Inggris melalui gambar yang ada karena gambar disertai tulisan bahasa Inggris.
Seiring berjalannya waktu, beberapa guru memanfaatkan ruang kreativitas ini untuk menempelkan hasil karya murid-murid. Mereka memberi tugas berupa produk-produk untuk dipamerkan.
Selain untuk berkreasi, ruangan ini saya beri tambahan fasilitas tikar dan meja untuk membaca. Di sudut ruangan saya tempelkan toples plastik yang saya lubangi untuk tempat menyimpan buku. Murid-murid dapat membaca buku, menggambar, atau bercengkerama di ruang ini.
Tidak saya sangka, beberapa hari kemudian saya mendapat surat dari salah satu murid yang mengatakan rasa terima kasih. Dia merasa senang dengan perubahan sekolah kami. Sekolah menjadi elok, seperti branding kami, yaitu optimis, kreatif, dan elok (oke).
Pembelajaran yang saya dapatkan dari pembuatan ruang kreativitas ini adalah nilai karakter peduli terhadap lingkungan dan karakter memiliki dapat diwujudkan dengan ide ini. Murid berani menggambar dan mewarnai di tempat yang sudah disediakan. Mereka terbiasa menjaga dinding sekolah tetap bersih. Murid-murid merasa senang karena memiliki ruang untuk berkreasi dan tempat untuk memamerkan karya mereka.
Saya lega melihat hasil dari ide ini. Akhrinya saya dapat memberi solusi bagi sekolah dan memberikan ruang kepada murid-murid untuk berkreasi. Dari kegiatan pembuatan ruang kreativitas ini saya juga a dapat melihat potensi guru-guru dalam membimbing murid-murid untuk menggambar, mewarnai, dan membuat keterampilan.
“Wah, ternyata dengan adanya ruang kreativitas ini murid-murid semakin bersemangat berkarya, Bu,” kata Ibu Yani, Wali Kelas 1, yang sedang memanfaatkan ruang kreativita untuk menempelkan hasil origami.
Guru-guru dapat berkolaborasi untuk mewujudkan program sekolah dengan cara bersama-sama menjaga kebersihan, kerapian, serta keamanan. Ruang kreativitas ini dapat dijadikan icon atau branding sekolah sehingga kami punya kebanggaan ketika ada yang berkunjung ke sekolah.
“Saya merasa lega, Bu Titis, ketika melihat murid kita tidak mencoret dinding lagi. Mereka mulai terbiasa menggambar dan berkereasi di ruangan ini,” Kata Pak Iman.
Selain itu, hal lain yang dapat dijadikan pelajaran adalah memulai inovasi setelah ada keresahan terhadap kebutuhan murid. Saya resah melihat murid yang suka mencoret dinding sehingga terpantik ide menciptakan ruang kreativitas sebagai inovasi dan solusi.