Renungan Pagi Dengan Pendekatan Sainstifik

Setiap pagi, anak-anak mendengarkan renungan pagi yang berisi tentang nilai-nilai moral keagamaan dengan cara saya bacakan kemudian kami diskusikan kemudian kami simpulkan bersama mana yang harus kami lakukan dan mana yang tidak boleh kami lakukan. Pada saat diskusi inilah, anak-anak sering melihat buku renungan pagi yang menjadi acuan saya dalam melakukan kegiatan renungan pagi. 

Sesuai dengan tahap perkembangan anak kelompok bermain usia 3-4 tahun, mereka belum diajarkan untuk membaca dan menulis. Namun karena buku renungan pagi hanya ada satu gambar ilustrasi kecil dengan tulisan yang banyak, membuat anak-anak sering berebut dan sulit memahami gambar yang mereka lihat. 

Ketika melakukan diskusi diakhir kegiatan, anak-anak juga sering lupa dengan cerita yang saya sampaikan pada awal kegiatan. Yang mereka ingat adalah gambar yang ada dalam buku renungan pagi sambil mengingat keributan yang mereka lakukan saat berebut buku tersebut.

Saya mencoba merancang kegiatan renungan pagi yang sesuai dengan standar tingkat pencapaian perkembangan anak. Aktivitas literasi dengan pendekatan saintifik sesuai kurikulum 2013 yang menarik bagi anak ketika guru membacakan renungan pagi. 

Biasanya pendekatan saintifik dilakukan pada kegiatan inti, namun saya mencoba merancang kegiatan pembukaan yang yang berisi renungan pagi dengan pendekatan saintifik. Hampir sama dengan pendekatan saintifik pada kegiatan inti yang berisi tentang mengamati, menanya, mengumpulkan data atau mengeksplorasi, menalar, dan kemudian mengkomunikasikannya. Namun pada kegiatan renungan pagi ini berbeda karena berdasarkan cerita rohani.

Sebagai contoh yang pernah kami lakukan bersama dengan anak-anak adalah kisah tentang “Angin Ribut Diredakan”. Kisah yang terbungkus dalam kegiatan saintifik ini sangat sederhana namun sangat membekas dalam diri anak didik. Tidak hanya sekedar paham isi ceritanya, namun juga mengeksplorasi dan berkomunikasi dengan baik.

Seperti biasanya saya menyanyi lagu yang sesuai dengan cerita hari itu yaitu “Kapalku Miring” dan “Kudayung-dayung” lengkap dengan gerakannya yang energik. Selesai dengan lagu tersebut, langkah pertama adalah mengamati. Saya mengambil sebuah baskom berisi air. Anak-anak mengelilingi baskom, mengamati air tenang yang ada di baskom tersebut. Saya mengawali dengan kata pengantar, “Di danau yang biru.” Saya menuangkan pewarna makanan berwarna biru muda. Anak-anak mengamati pergerakan warna biru itu hingga seluruh air bercampur menjadi warna biru.

“Di air danau yang tenang, melintaslah sebuah perahu kecil.” Saya meminta salah satu anak untuk meletakkan perahu kertas ke atas air. Air tenang tanpa gelombang dan kapal berada di atasnya bergerak sangat pelan.

Tahap kedua adalah menanya. Saya memancing mereka untuk bertanya jawab baik dengan saya maupun dengan teman-temannya. Tentang warna biru, tentang perahu kertas yang menjadi basah oleh air dan ikut berubah menjadi biru, tentang kapal yang tidak tenggelam dan tentang kapal yang bergerak sangat pelan di atas permukaan air. Setelah puas dengan bertanya jawab, saya melanjutkan ceritanya. 

“Dalam perahu ada Yesus dan murid-muridNya. Semilir angin membuat Yesus mengantuk dan akhirnya tertidur dalam perahu itu. Namun tiba-tiba datanglah badai. Angin bertiup kencang dan air bergerak-gerak menggoyangkan kapal itu.”

Tahap ketiga adalah mengumpulkan data atau mengeksplorasi. Bagaimana caranya agar air yang tenang bisa muncul badai dan air bergolak? Ada anak yang langsung menggoyang-goyang pancinya, ada anak yang mengobok-obok airnya, dan bahkan ada yang meniup-niup airnya. Hasilnya, perahunya bergoyang hebat dan air memenuhi perahu. Setelah puas membuat perahunya hampir tenggelam dan rusak, saya mulai pada tahap selanjutnya.

Tahap keempat adalah menalar. Apa yang akan terjadi dengan perahu dan orang-orang yang ada dalam perahu tersebut? Mereka mulai mencari jawaban sambil memperhatikan perahu, air yang mulai membasahi lantai kelas, dan juga baskomnya. Jawabannya beragam. Ada yang kemudian menyimpulkan bahwa orang yang ada dalam perahu tenggelam dan mati. Ada yang menyimpulkan bahwa perahunya rusak apalagi cuma dari kertas koran bekas. Ada yang berkomentar bahwa lantainya basah dan harus mengambil pel. Ada yang berkomentar untuk membuat perahu baru atau memakai perahu mainan dari plastik serta komentar lain yang membuat mereka mencari jawaban atas nasib perahu tersebut.

Selesai dengan diskusi kecil yang menyenangkan itu, saya mengajak kembali pada kisah selanjutnya. “Apa yang terjadi kemudian? Murid-murid panik, takut, dan bingung. Mereka mencoba membangunkan Yesus dan menceritakan bahwa mereka akan tenggelam. Yesus bangun dan memerintahkan angin rebut untuk tenang.” Bersamaan dengan itu, air yang semula bergolak menjadi tenang karena semua memperhatikan cerita saya tanpa memegang baskom maupun airnya. “Nah, lihatlah! Air sudah tenang.”

Tahap kelima adalah mengkomunikasikan. Dari cerita tersebut, saya mencoba bertanya tentang kisah ini, tentang pelajaran apa yang dapat dipetik dan apa yang akan dilakukan anak-anak ketika menghadapi ketakutan dan kebingungan. Masing-masing anak menjawab dengan bahasa mereka sendiri. Masing-masing punya jawaban sesuai dengan pengalaman hidup mereka. Tetapi dari jawaban-jawaban anak, saya dapat menarik benang merahnya, bahwa Tuhan itu hebat dan mereka tidak perlu takut karena mereka punya Tuhan, punya orang tua, punya saudara, punya teman dan gurunya. 

Setelah itu, mereka bernyanyi lagu “Selalu Berdoa” yang bercerita tentang cara menghadapi rasa sedih dan senang dengan berdoa. Di akhir renungan pagi, anak-anak tetap melihat buku renungan pagi dan mereka bisa menggambarkan isi renungan pagi itu dengan bahasa mereka sendiri. Bahkan ada anak yang lebih tertarik dengan perahu yang masih basah, air, serta baskomnya sambil mencoba bermain dan bertutur dengan kalimat sederhana.

Mengenalkan literasi kepada anak usia dini tidak hanya melalui buku cerita yang menarik, namun juga dapat melalui kegiatan literasi menggunakan pendekatan saintifik sederhana. Ada banyak yang mereka dapatkan diantaranya adalah pengamatan, mengeksplorasi, menalar dengan mengolah data yang mereka miliki, mengkomunikasikan dan pada akhirnya tahapan perkembangan anak dalam lingkup perkembangan nilai moral agama dapat tersampaikan dengan baik. Pesan yang disampaikan akan lebih lama tersimpan dalam pikiran mereka.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top