“REFLEKSI YUK !”
Fuji Astutik
Sebagai seorang guru, selama ini saya merasa capaian nilai di atas KKM pada mata pelajaran yang saya ajarkan seakan menjadi ukuran mutlak bagi kesuksesan seorang murid. Saya berusaha agar materi dari tiap pokok bahasan harus dikuasai oleh murid tanpa terkecuali. Siswa harus bisa menghafal semua pelajaran untuk bisa menjawab soal ketika penilaian harian, tengah semester maupun akhir semester. Namun saat ini saya mendapati kondisi, dimana tidak semua murid bisa mendapatkan nilai diatas KKM. Bahkan sebaliknya banyak murid mendapatkan hasil berada di bawah KKM, meskipun telah berkali-kali diberikan remidi.
Aktifitas Pembelajaran yang saya hadapi, menjadi sekedar transfer pengetahuan saja kepada murid tanpa mempertimbangkan latar belakang dan psikologi yang berbeda pada setiap murid, terutama pada murid yang memerlukan perhatian khusus, terkadang mereka menjadi sesuatu yang tidak dianggap penting bahkan kadang menjadi penghambat dalam proses pembelajaran yang saya lakukan. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan daya serap lebih dalam menerima materi yang saya ajarkan mendapat nilai bagus. Sedangkan murid yang memiliki keterlambatan dalam menerima materi semakin tertinggal, terutama yang belum lancar dalam membaca dan yang belum bisa memahami soal yang diberikan.
Dalam hal metode ajar, saya memilih metode mengajar yang sama untuk setiap materi yang saya ajarkan tanpa memandang karakter siswa yang berbeda-beda tersebut. Dalam satu kesempatan, saya menggunakan metode diskusi pada materi yang saya ajarkan, namun tidak semua murid bisa berpartisipasi aktif dalam metode ini oleh karena tidak semua murid memiliki keberanin mental dalam menyampaikan gagasan atau pengetahuannya didepan publik. Bahkan beberapa murid terlihat enggan mengikuti proses belajar mengajar yang sedang berlangsung karena merasa tidak berada di dunianya. Tanpa melakukan refleksi terhadap proses maupun hasil, saya berkesimpulan bahwa metode yang saya pakai tidak cocok karena tidak mampu mendorong murid-murid saya mencapai KKM atau melampauinya. Buntutnya, saya kembali menggunakan metode klasik yaitu ceramah kemudian murid menulis atau menyalin materi dan mempelajarinya untuk bisa menjawab soal yang diberikan.
Hal ini terus berlanjut, sehingga sekolah seakan menjadi momok bagi para murid. Bosan dan jenuh yang dirasakan nampak dari prilaku murid-murid yang sulit dikendalikan dan selalu ingin cepat pulang, seolah sekolah adalah penjara bagi mereka. Sudah bisa diduga, keadaan tidak semakain membaik dan semua siswa tak mendapatkan nilai di atas KKM terutama nilai pengetahuan dan praktek.
Walhasil, saya merasakan proses pembelajaran menjadi tidak bermakna. Disatu sisi, murid-murid harus berlomba dalam tekanan mengejar nilai diatas KKM. Disisi lain murid-murid tidak mengetahui apa kesulitan yang dialami dan bagaimana jalan keluarnya.
Setelah mengikuti program Sekolah Merdeka Belajar saya menyadari bahwa pembelajaran yang berorientasi hasil semata adalah sesuatu yang keliru. Pembelajaran yang hanya bertujuan mencapai nilai KKM terbaik berupa angka-angka tanpa disadari telah menggeser hak murid untuk menikmati proses belajar mereka oleh karena harus selalu di bawah tekanan bayang-bayang nilai bagus tanpa mempertimbangkan kecakapan yang dimiliki oleh setiap murid.
Saya kemudian mencari cara agar pembelajaran yang saya lakukan bisa diikuti oleh semua murid dan membuat mereka senang ketika belajar. Saya membuat kesepakatan kelas dan menerapkan prinsip merdeka belajar, yaitu belajar yang melibatkan murid dalam penentuan tujuan, memberi pilihan cara dan melakukan refleksi terhadap proses dan hasil belajar. Saya memberi peran aktif dan partisipatif kepada murid-murid dalam proses pembelajaran.
Seperti ketika kita belajar tentang materi Akhlak terpuji, dalam pembahasan simpati dan toleransi. Kegiatan ini saya awali dengan membuat kesepakatan bersama murid yang menghasilkan beberapa kesepakatan. Diantaranya pertama, kami sepakat bahwa pembelajaran dilakukan tepat waktu. Kedua, selama pembelajaran berlangsung harus dalam keadaan rapi baik ruang kelas maupun pakaian seragam para murid. Ketiga, tidak diperkenankan bagi murid untuk memakai pakaian lain selain seragam sesuai jadwal hari itu.
Ternyata kesepakatan kelas ini ampuh, kesepakatan ini mampu mengontrol murid kelas VI menjadi tertib dalam berpakaian. Kesepakatan ini bahkan mengalahkan efektivitas nasehat dan peringatan akibat pelanggaran seragam yang setiap hari diberikan oleh guru. Setelah kesepakatan kami buat, Saya bersama murid menentukan tujuan pembelajaran bersama, saya memberikan sebuah pertanyaan tentang apa yang seharusnya bisa kita lakukan setelah kita mempelajari materi simpati dan toleransi?. Dari sini kami menentukan bahwa tujuan pembelajaran kita bukan hanya sekedar mengetahui apa makna simpati dan toleransi, tetapi sampai kepada murid bisa memberikan contoh prilaku yang menunjukkan sikap simpati dan toleransi yang nantinya akan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian kami mencari cara dalam belajar dan pada akhirnya kami menyepakati belajar dilakukan secara berkelompok yang dipilih berdasarkan pengambilan undian. Bagi yang mendapatkan undian dengan angka yang sama maka mereka menjadi satu kelompok. Dan selanjutnya memilih cara mempelajari materi simpati dan toleransi. Bersama murid-murid kami menyepakati bahwa pembelajaran dilakukan dengan metode diskusi yang diawali dengan menonton video yang sesuai dengan materi pembelajaran.
Lalu saya mengajak murid-murid menonton video kejadian gempa bumi di Kabupaten Majene yang terjadi beberapa waktu lalu dan video kegiatan sholat tarawih dan tadarrus di Masjid. Saya memberikan beberapa pertanyaan untuk didiskusikan secara berkelompok. Dan saya memberikan kebebasan kepada mereka dalam menyampaiakan hasil diskusi kelompoknya. Sebagian besar kelompok menuliskannya kemudian memberikan kepada saya, dan ada yang langsung menyampaiakan pendapatnya. Dari diskusi ini akhirnya sebagian murid bisa betul-betul memberikan contoh sikap simpati dan toleransi dan yang lebih penting mereka lebih bisa menghargai teman ketika sedang berdiskusi.
Selama proses diskusi berlangsung saya membuat penilaian-penilaian untuk mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki oleh murid-murid saya dalam berdiskusi. Dari hasil ini saya jadikan sebagai pertimbangan dalam memilih metode ajar yang sesuai dengan materi yang akan saya ajarkan. Selain itu, saya bersama murid melakukan refleksi untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi murid ketika berdiskusi. Ada yang mengatakan belum berani berbicara tetapi bisa menuliskan pendapatnya. Ada juga yang hanya berani menyampaikan kepada kelompoknya tapi masih malu ketika menyampaiakan di depan kelompok lain. Dan dari sini ternyata murid-murid sangat antusias ketika mereka berkolaborasi bersama teman-temannya. Dan untuk lebih memperdalam pemahaman mereka mengenai materi yang sudah dipelajari saya memberikan tugas secara berkelompok juga untuk mengamati minimal dua orang di sekitar rumah mereka mana yang sudah menunjukkan sikap simpati atau toleransi. Dan mana yang belum menunjukkan kedua sikap tersebut. Kemudian mereka mengumpulkan tugas dalam bentuk tulisan atau rekaman audio.
Tidak hanya sampai disitu, kami melakukan refleksi lagi untuk melihat hasil dari tugas yang diberikan. Alhamdulillah hasilnya sungguh sangat di luar dugaan. Selain mereka senang melakukannya mereka bercerita seakan mereka menjadi wartawan seperti yang biasa mereka lihat di layar Televisi.
Dengan pelibatan murid dalam menentukan tujuan maupun mencari cara dalam belajar, ternyata sebagian besar murid mencapai nilai di atas KKM. Dan hanya 2 orang yang belum mencapai KKM. Ini sungguh pencapaian yang sangat luar biasa bagi saya. Dari kebiasaan yang harus berulang-ulang memberikan remidi bahkan pemberian penguatan materi kembali bagi yang belum bisa mencapai KKM ketika remidi. Saat ini hanya 2 orang yang remidi dan itupun cukup satu kali. Inilah yang saya sebut dengan satu kali dayung dua tiga pulau terlewati. Dengan merdeka belajar bukan hanya sekedar belajar dengan senang tapi kita bisa mendapatkan peningkatan baik dalam pengetahuan, sikap maupun keterampilan.
Dari sini saya yakin bahwa setiap pembelajaran ketika murid terlibat langsung akan lebih menyenangkan dan bermakna. Dan seperti apapun kemampuan murid ketika di optimalkan dengan cara memberikan umpan balik yang tepat, akan menjadikan murid lebih responsif dan menunjukkan kemampuan maksimalnya.