Awal
Guru dituntut untuk selalu berusaha meningkatkan kemampuannya untuk membantu para siswa. Salah satu cara untuk melalukannya adalah melalui refleksi. Masalahnya, banyak guru yang enggan atau bahkan belum merasa perlu melakukan refleksi tersebut. Kejadian ini juga saya temui di sekolah binaan saya.
Banyak guru yang tidak merencanakan pembelajaran dengan baik dan hanya mencetak RPP dari internet ketika kedatangan Pengawas Sekolah. Pandemi yang menyebabkan pembelajaran terpaksa dilakukan jarak jauh membuat guru mengajar seadanya. Dengan alasan tidak tersedia sarana, mereka menggunakan media WA hanya untuk mengirim instruksi tugas pada siswa.
Supervisi akademik tidak dilaksanakan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah secara maksimal sebelumnya. Supervisi hanya dilaksanakan untuk keperluan administrasi belaka dan untuk kenaikan pangkat.
Tantangan
Saya mengamati masih banyak guru yang belum melakukan refleksi secara ajeg dan berkala. Padahal hal tersebut sangat penting untuk perbaikan pembelajaran. Nah, tantangan yang saya hadapi adalah bagaimana mengajak para guru melakukan refleksi agar dapat memperbaiki kualitas pembelajaran dan melayani siswa lebih baik. Peran Pengawas Sekolah selama ini dianggap hanya sekadar pelengkap, karena masih banyak miskonsepsi yang terjadi. Jadi bagaimana saya dapat meluruskan miskonsepsi yang ada dan membuat guru terbiasa melakukan refleksi melalui supervisi akademik yang akan dilakukan.
Aksi
Saya mengajak para guru berdiskusi dan mencari cara terbaik untuk melakukan supervisi. Sambil menjalin keakraban dan kedekatan juga karena kedua hal tersebut dibutuhkan agar para guru merasa nyaman membuka ruang kelas dan diwawancarai setelah pelaksanaan pembelajaran.
Sengaja tidak saya tentukan siapa yang akan disupervisi tapi saya meminta mereka untuk mengajukan diri. Tidak mudah untuk sekadar mencari 4 orang guru sebagai sukarelawan. Walaupun perlu waktu, akhirnya terkumpul 4 nama guru yang bersedia membuka ruang kelas.
Pertama, para guru dan saya berdiskusi tentang instrumen yang akan digunakan untuk menelaah RPP dan pelaksanaan pembelajaran di kelas. Mereka boleh menambahkan atau mengurangi poin-poin yang saya ajukan dalam instrumen tersebut. Kami melakukan diskusi ini melalui grup Telegram. Tujuannya agar semua guru dapat menyimak dan bahkan memberikan pendapat meskipun mereka tidak termasuk sasaran.
Kemudian, para guru itu mengirimkan RPP mereka yang akan digunakan di kelas pada saat supervisi. Penentuan siapa dan kapan disupervisi, kami sepakati bersama. Maksimal sehari sebelum jadwal masuk kelas, saya sudah mengirim hasil instrumen yang terisi dilengkapi saran dan rekomendasi. Dengan demikian, guru memiliki waktu yang cukup untuk memperbaiki, jika perlu, rencana pelaksanaan pembelajaran mereka.
Selama di kelas, saya hanya mengamati sambil mengisi instrumen. Saya juga mencatat hal-hal yang tidak terekam di instrumen tersebut. Sebagai pengamat, saya mengusahakan tidak mengganggu jalannya pembelajaran dan konsentrasi siswa.
Setelah dari kelas dan guru itu sudah tidak ada jam mengajar, saya ajak untuk berbicara. Sebenarnya saya menggunakan teknik coaching, meskipun sederhana. Saya menyusun daftar pertanyaan yang bisa membuat guru melihat kembali apa yang terjadi dan melakukan refleksi.
Pertanyaan yang saya ajukan meliputi bagaimana perasaan guru selama mengajar, apa yang dirasa sudah baik, apa yang belum dan kira-kira bagaimana cara memperbaikinya. saya berusaha tidak mengarahkan jawaban guru. Tidak mudah untuk menahan diri ketika ada yang merespons dengan jawaban yang belum merupakan hasil refleksi mereka. Namun dengan memberikan pertanyaan tambahan yang bisa mengarahkan mereka untuk melihat lagi apa yang sebenarnya terjadi, akhirnya mereka dapat menemukan sendiri apa kelemahan dan bagaimana cara memperbaikinya.
Perubahan
Keempat guru yang telah disupervisi, saya minta membagikan pengalaman dan hasil refleksi mereka pada guru lain. Budaya membuka kelas untuk orang lain dan melihat kembali kekuatan dan kelemahan yang telah dilakukan. Harapan saya makin banyak guru yang mau melakukan hal tersebut. Walaupun belum sempurna, paling tidak mereka sudah memulai membuka diri dan mau belajar serta berefleksi untuk peningkatan kompetensi diri.