Supir bus Sinar Jaya memasuki bus yang sudah penuh dengan penumpang yang tak sabar bertemu sanak saudara di kampung halaman. Dengan gaya yang necis ia memasuki bus dan langsung menyalakan televisi.
“Halo Bapak, Ibu hari ini ingin memutar lagu apa untuk menemani perjalanan?” tanyanya sambil berdiri di depan layar televisi 32 inch yang ada di dalam bus tersebut.
“Via Valen wae Pak..”
“Muter film Dono aja..”
“Dangdut koplo mantap Kang..”
Suara saling bersautan menyampaikan apa yang ingin menjadi keinginanya. Pak supir, menengahinya dengan memilih memutar video kompilasi dangdut koplo yang menjadi pilihan terbanyak sore itu.
Bus melaju kencang, seorang penumpang menghampiri supir dan memintanya untuk menurunkan suhu AC. Pak supir langsung menurunkan suhu AC, dan penumpang kembali tertidur nyenyak. Tak sampai di situ, setiap penumpang turun ia selalu bilang ‘terima kasih’.
Hampir setiap minggu aku pulang kampung, namun tidak pernah menjumpai supir yang seperti ini. Biasanya naik bus – memutar lagu sesukanya dengan volume sesukanya – memaki-maki penumpang jika meminta AC diturunkan – cuek dan kadang memarahi penumpang yang turun sewaktu-waktu.
Kalau saya menyebutnya adalah supir yang memanusiakan manusia, menganggap penumpangnya adalah sesama manusia yang memiliki hati dan pikiran. Maka proses interaksi yang terjadi adalah selayaknya dengan manusia. Bukan dengan robot.
Hal yang sama juga aku temui saat mengisi pelatihan videografi bersama Inibudi.org di Palembang akhir minggu kemarin (4 Agustus 2018). Selesai pelatihan video, Inibudi.org menyempatkan diri untuk membuat profil salah satu pengusaha makanan tradisional Palembang, yaitu Bunda Raya.
Selama proses shooting Bunda Raya menceritakan prosesnya hingga menjadi seperti sekarang ini. Ada beberapa poin yang saya pelajari dari cerita Bunda Raya tersebut. Ia adalah sosok yang selalu suka mengobrol dengan pelangganya, apapun obrolannya ia selalu layani. Beberapa malah ada yang mengobrol tentang rumah tangga. Pengikutnya di akun Instagram sudah 20.000 (yang sebelumnya sudah mencapai 40.000 namun terkena hack), dan ia selalu memposting apapun sendiri tanpa bantuan admin. Setiap komentar ia balas satu per satu dengan bahasa khasnya.
“Saya kadang tidur jam 12 malam karena harus membalas semua pesan WA dan Instagram” tuturnya di akhir sesi wawancara.
Itulah kunci dari sukses usaha yang digeluti Bunda Raya, memanusiakan pelanggan. Seperti supir tadi, ia menganggap pelangganya adalah manusia yang memiliki hati dan pikiran. Kini banyak artis ibukota yang jika datang ke Palembang selalu mengunjungi toko Bunda Raya, dengan sukarela mempromokan di akun instagramnya.
Saya belajar banyak dari Bunda Raya dan Pak Supir, sebagai manusia harus memanusiakan hubungan dengan manusia, apapun profesinya.
Karena kita hidup di bumi manusia…