Serunya Bermain “Rantai Perkenalan” Di Awal Tahun Ajaran

Awal tahun ajaran baru bagi saya adalah sebuah momen yang cukup menyita peluh. Seiring padatnya deretan kelas-kelas yang harus saya masuki dengan materi yang sama, yaitu “perkenalan”, saya menjadi sedikit paranoid dengan hari-hari pertama masuk kelas. Bisa saya bayangkan betapa terseok langkah ini menapaki kelas demi kelas. Belum lagi karena tergolong guru muda, saya harus selalu merelakan nafas terengah-engah menaiki anak tangga menuju kelas-kelas yang letaknya di lantai dua. Setelah itu saya tahu pasti bahwa dalam hitungan menit, suara akan melirih, serak bahkan sering terbatuk-batuk di akhir jam pelajaran. Pasalnya hanya satu, yaitu pita suara saya dipaksa untuk mengatakan hal yang sama berulang-ulang tanpa ada selingan. Kelas awal adalah saatnya guru memperkenalkan semua hal tentang dirinya, tentang sekolah, tentang mata pelajaran yang diampunya, tentang Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), dan tentang semua hal yang perlu diketahui oleh murid baru. Saya melirik jadwal mengajar. Urutan huruf yang saling berdesakan pada tabel itu menunjukkan jumlah kelas yang saya ajar.

“Huff….ada 11 kelas!” Itu artinya lesson plan yang sama akan berulang selama sebelas kali? Membayangkannya saja sudah membuat saya merasa jemu! Saya menemukan ide brilian saat menapaki tangga menuju kelas X Mia 8. Saya berharap semoga kelas perkenalan ini tidak lagi menjadi pemutus harap cemas menunggu bel segera berdering. Seperti biasa saya awali kelas dengan ucapan salam dan sedikit perkenalan diri. Selanjutnya saya menyuruh murid untuk memperkenalkan diri dalam sebuah permainan.

Beginilah yang saya lakukan bersama mereka pagi itu.

“Ok, Class. I’d like to ask you to introduce yourself by mentioning this information: your complete name, your nick name, your previous Junior High School, and the last is what is your motivation to enroll The State Senior High School One Cilacap”.

Saya meminta murid-murid untuk memperkenalkan diri mereka dan menyebutkan empat informasi penting yaitu nama lengkap, nama panggilan, asal SMP dan motivasi mereka untuk menjadi murid di SMAN 1 Cilacap.

“Yes, Ma’am.” Tanpa membantah, para pemburu ilmu belia saya menjawab serempak.

“But….wait the minute..I will put this session into a game. I call this game “The Chain of Introduction”. Therefore I would like to divide you into four groups”.

Saya menyampaikan pada murid bahwa permainan ini bernama “The Chain of Introduction” atau “Rantai Perkenalan”. Karena satu kelas terdiri dari 32 murid, saya membagi mereka menjadi 4 kelompok besar yang masing-masing terdiri dari 8 murid terdiri dari 4 baris. Setelah itu saya memberi nama baris pertama sebagai grup pertama, baris kedua sebagai grup kedua, dan seterusnya sampai grup keempat.

Setelah terbentuk kelompok, saya meminta masing-masing kelompok untuk berunding, siapa yang menjadi orang pertama dan siapa yang menjadi orang terakhir dalam permainan tersebut. Dengan catatan bahwa setelah orang pertama menyampaikan informasi personalnya, maka orang kedua harus mengulang kembali informasi tentang orang pertama, baru kemudian dia menyampaikan informasi personalnya. Begitu seterusnya hingga orang yang terakhir. Yang terberat adalah orang terakhir karena dia harus menyebutkan ke-7 informasi personal dari orang sebelumnya, sebelum akhirnya memperkenalkan dirinya sendiri. Jadi orang terakhir haruslah seseorang yang memiliki ingatan paling kuat.

“Well, because this is a game, all of the group should compete. It means that you have to make your chain as long as possible. If say for example your third person forgets the previous information, I’ll say “Sorry your chain is broken”. And your group is not allowed to continue the game. Your game is over”.

Saya menjelaskan pada murid bahwa karena ini adalah sebuah permainan, maka mereka harus bersaing. Masing-masing grup harus berusaha membuat rantai perkenalan sepanjang mungkin. Itu artinya mereka harus menempatkan ‘the right student on the right position.’ Karena jika salah satu anggota grup lupa informasi sebelumnya, maka rantai mereka terputus dan mereka tidak berhak mengikuti permainan lagi.‘

“And…the winner is the group who has the longest chain….” Seru saya pada mereka untuk mengakhiri instruksi.

“Are you ready for the game?” Tanya saya menanyakan kesiapan mereka.

“Yes, we are!”. Seru mereka antusias.

Rasa penasaran tergambar jelas di wajah murid. Sesaat mereka sibuk menukar-nukar posisi. Hiruk pikuk sesaat mewarnai kelas, karena tak ada satu pun murid yang ingin ditempatkan pada posisi terakhir. Semua murid berebut ingin menjadi orang nomor satu sampai maksimal orang kelima. Saya tidak ingin berlarut-larut menanti. Jadi saya teriakkan pada mereka untuk segera memulai permainan.

“Everyone let’s go back to your seat, please…..” Saya meminta mereka kembali ke bangkunya masing-masing.

“Let’s start the game……Ready….and GO…..!” Seru saya lantang.

Saya membuat undian untuk murid tampil dan penampil pertama adalah grup 3. Awalnya mereka lancar menyebutkan informasi personal dari masing-masing anggota, hingga saat orang ke-6 tiba-tiba tersendat mengulang kembali informasi dari orang yang ke-4.

Teman-teman yang lain sibuk menyemangati,

“Ayo! Ayo! Ayo!” Saya tersenyum-senyum sambil menghitung mundur.

“Five….four….three…two…and…TET… TOT….time is up!”“Sorry, your chain is broken at the 6th person” Saya menyeru pada grup 3.

Selanjutnya giliran grup pertama. Sayangnya mereka harus terhenti pada orang ke-4 karena dia melupakan satu informasi penting dari orang ke-3. Sorak-sorai dari anggota grup tiga membahana. Mereka nampak kegirangan melihat grup lawan gagal. Begitulah seterusnya. Permainan ini sangat berenergi. Seluruh murid di kelas mau tak mau harus berpartisipasi jika ingin grupnya menang.

Sebetulnya ada beberapa trik yang bisa mereka lakukan agar bisa menang. Dan salah satu triknya adalah mengelompokkan beberapa murid yang berasal dari sekolah yang sama untuk memudahkan teman lain mengingat. Permainan dimenangkan oleh grup kedua, sebagai penampil penutup dari semua grup. Hebatnya rantai mereka tidak putus sama sekali. Murid terakhir menyebutkan dengan lancar semua informasi personal anggota grup mereka. Ternyata ada tips yang mereka gunakan yaitu motivasi masuk ke SMAN 1 mereka buat sesingkat mungkin, agar teman lain tidak terkendala saat menyebutkan kembali info tersebut.

Well, banyak hal yang bisa mereka pelajari dari game ini. Diakhir kelas, saya mencoba membuat review tentang game yang sudah mereka mainkan.

“I am really happy to see your enthusiasm playing this games…but I need to know what values can you learn from this game?” ‘Anyone?’ Saya menanyakan tentang nilai-nilai apa saja yang dapat mereka pelajari dari bermain game ini.

“Cooperation, Ma’am!” salah seorang murid berkaca mata yang duduk di bangku no 2 menjawab.

“Great! Any other opinion?” Jawab saya.

“Telling the truth, Ma’am!” Kali ini seorang murid berambut cepak yang duduk di barisan tengah yang menjawab.

“What do you mean by telling the truth?” Saya sengaja mengejar dia agar memberikan penjelasan lebih lanjut tentang jawaban yang dia berikan.

“Itu lho Ma’am….jujur kalo temannya menyebutkan info yang salah. Temen yang lain harus ngaku.

”Excellent” Jawab saya.

 “You’ve got the idea” Kata saya memujinya.

“Other opinion, please?” Saya berusaha mencari alternatif jawaban lain.

“Team work, Ma’am!” Seorang murid yang duduk tepat di hadapan saya mengacungkan jarinya sambil menjawab.

Sepertinya saya harus berterima kasih pada kelas ini yang telah menjadi pilot project bermain “Chain of Introduction.”

Ternyata permainan spontan yang saya rancang saat menuju kelas ini, sangatlah membantu memeriahkan perkenalan kelas. Kali ini langkah saya tegak laksana marching band yang berbaris. Saya tidak sabar lagi melihat wajah-wajah antusias penghuni kelas berikutnya terhadap game yang tersebut!

Yang lebih seru, grup murid pemenang mencoba membuat formasi dalam bentuk lingkaran kecil sejumlah murid yang bisa menghafal info temannya. Mereka menunjukkan seberapa panjang rantai yang bisa mereka buat, yaitu berisi 8 murid. Mereka duduk di lantai dengan menjulurkan kaki atau menautkan tangan sambil menyanyikan lagu “Row the Boat” seru dan menyenangkan,bukan?

Terkadang games spontan sederhana yang dirancang seorang guru dalam waktu singkat, justru akan mendapat respon luar biasa dari para penghuni kelas. So, be creative and the class is all yours!


Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top