PRAKTIK BAIK PEMBELAJARAN DI ERA KURIKULUM DARURAT
Penulis Naili Milatun Nida,S.Pd.I
Saya guru kelas di kelas 5 SD, biasanya murid di kelas 5 SD sudah memiliki rasa kagum dan memiliki rasa pertemanan yang sangat akrab atau dikenal dengan kata “bestie”.dan anak-anak mulai tertarik dengan lawan jenis . Itu merupakan bagian dari masa pubertas. Mereka sudah punya teman sefrekuensi untuk membahas suatu hal yang sedang trending atau saling curhat dan bisa menimbulkan kelompok-kelompokan atau circle pertemanan.
Ketika pandemic covid-19, anak-anak disegala penjuru dunia belajar secara daring, termasuk anak yang kami didik. Mereka banyak dibekali orangtua dengan alat komunikasi sendiri untuk fasilitas belajar daring, supaya bisa belajar mandiri dan bisa berkomunikasi dengan guru jika ada kesulitan atau mengumpulkan hasil pembelajaran. sehingga lebih mudah untuk komunikasi kepada guru dan teman-teman.
Secanggih alat komunikasi apapun, bila belajar daring tetap akan berbeda bila dengan belajar secara luring. Ketika kasus virus covid-19 menurun, kami adakan belajar secara zonasi. Kenapa zonasi? Karena pembelajaran masih sangat terbatas dan murid kami bertempat tinggal dari berbagai penjuru yang lumayan berjauhan dari sekolah. Kami bentuk beberapa zonasi untuk memudahkan belajar secara luring. Guru pengampu akan datang mengajar sesuai jadwal dan tempat zonasi yang sudah ditentukan dan diinformasikan lewat WAG kelas. Kurang lebih hampir setahun dilaksanakan zonasi, untuk mempermudah murid memahami pembelajaran dan bisa berinteraksi bersama teman dengan mematuhi protokoler kesehatan yang ditetapkan pemerintah.
Kelas 5 yang akan saya ceritakan ini, pada kelas sebelumnya terbagi dua kelas dengan guru kelas yang berbeda dengan memiliki keunikan dan kreatifitas yang berbeda ketika melaksanakan daring dan luring zonasi. Ketika naik kelas di kelas 5 ada usulan dari walimurid bila minta dijadikan satu kelas supaya pembelajaran dan tujuan pembelajaran menjadi satu tujuan, dan solusinya memang dijadikan satu kelas dengan satu guru kelas dan dua guru pendamping atau guru mata pelajaran.
Pembelajaran di kelas 5 ini, sekitar kurang lebih 2 bulan pertemuan masih menggunakan system zonasi. Kemudian ada informasi dari pemerintah bilamana pembelajaran di sekolah boleh dilaksanakan secara PTMT ( pertemuan tatap muka terbatas) di sekolah. Pembelajaran di sekolah kami aktif 5 hari yaitu senin sampai jum’at dan sebelum pandemi pulangnya pukul 13.30 WIB. Kami menerapkan zonasi dipindah ke sekolah dengan system dijadikan 2 kelompok zonasi atau 2 area pembelajaran menjadi kelompok pembelajaran di sekolah sampai ada pengumuman dari pemerintah untuk masuk sekolah secara menyeluruh dan pulangnya lebih awal dari sebelum pandemi.
Dikarenakan beberapa bulan belajarnya dijadikan 2 kelompok, menjadi kebiasaan dalam berinteraksi, berteman dan belajar bersama. Sehingga terjadilah circle pertemanan yang mana kelas 5 sudah menuju pubertas yang lebih suka bersama teman daripada keluarga. Circle pertemanan yang terjadi menimbulkan persahabatan yang sefrekuensi sampai ada WAG tersendiri dengan nama grup bestie dan merencanakan membuat baju yang sama dengan bestienya.
Setelah berbulan-bulan adanya PTMT, pemerintah mengumumkan bila pembelajarannya sudah mulai aktif akan tetapi waktu pembelajaran bertahap, masih waktu belajar yang terbatas. Seluruh murid masuk ke sekolah dengan jadwal dan waktu bersamaan di kelas dengan waktu yang dibatasi atau belum waktu yang normal sebelum pandemi.
Anak-anak yang terbiasa zonasi harus beradaptasi belajar secara menyeluruh dengan waktu terbatas. Circle pertemanan yang sudah terjadi menimbulkan ketidaknyamanan dalam belajar bersama di kelas. Jika ada salah satu bestienya yang bermain dengan teman dari zonasi lain, akan terjadi cemburu atau terjadi masalah. Akan ada miskomunikasi baik di WAG mereka maupun di kelas. Puncaknya ketika ada salah satu murid yang dianggap tidak setia dengan circle pertemanan, dia dikeluarkan dari grup dan dia didiamkan oleh circle pertemanan. Anak itu menyendiri dan terkadang bergabung dengan teman lain. Ketika mereka ada janjian bermain di rumah salah satu dari circle pertemanan tersebut, anak itu tidak diajak sehingga walimurid curiga jika ada masalah dalam pertemanan mereka. Dalam circle mereka memang tidak bercerita masalah yang dihadapi kepada orangtua. Akan tetapi orangtua dan guru merasakan ada masalah dalam pertemanan mereka.
Saya sebagai guru kelas harus melakukan aksi supaya tidak terjadi ketidaknyamanan secara berlarut-larut karena saya melihat status WA mereka sudah saling menyindir. Mereka saya ajak berdiskusi dan mereka saya tanyai supaya mau bercerita awal terjadinya miskomunikasi. Pertamanya mereka tidak mau terbuka, malah mereka menganggap jika orang dewasa tidak boleh ikut campur terhadap masalah mereka. Disini saya semakin tertantang, saya masuk kepada mereka menggunakan pendekatan terhadap personal, saya sering chating dengan mereka supaya mereka menganggap saya sebagai teman mereka yang bisa diajak bicara. Saya ajak mereka berkumpul untuk berdiskusi lagi dan ada yang menangis dan ada yang biasa dalam menanggapi akan tetapi sudah mulai terbuka.Selain saya mendekati secara personal, saya juga menggunakan pembelajaran yang banyak menggunakan kerjasama tim yang satu kelompoknya diisi peserta yang acak. Lambat laun mereka sudah bisa berbaur dengan teman-teman lain, Ketika di semester 2 mereka sudah bermain bersama satu kelas ,dan menjadi kelas yang rukun ,guyub dan saling memotivasi. Ketika menjelang kenaikan kelas, mereka usul membuat tiktok berjudul “ I love myself but I like me better when I’m with you” berikut linknya https://vt.tiktok.com/ZSRSLKV4e/