“Pojok Nak Mantau” Wujudkan Merdeka Literasi Murid
Sebagai wali kelas yang terbiasa mendengar keluh kesah murid-murid mengenai keadaan kelas semakin tidak terawat, tidak adil rasanya jika saya hanya mendengar namun tidak dapat memberikan empati dan respon nyata atas apa yang mereka sampaikan. Sekian lama kelas tidak ditempati sejak pandemi membuat suasana belajar di kelas semakin tidak nyaman. Mungkin hal tersebutlah yang menjadi salah satu faktor mereka tidak betah di kelas. Di sisi lain, saya juga dihadapkan dengan kondisi murid yang pasif selama proses pembelajaran. Jangankan menyimak materi yang disampaikan, diminta membaca saja rasanya memerlukan tenaga ekstra untuk membuat mereka mau melakukannya. Padahal saya menginginkan kelas ini ramai dengan suasana belajar yang menyenangkan. Membayangkan mereka bisa betah di kelas, apalagi mau memanfaatkan waktu mereka untuk membaca membuat karya berupa tulisan yang bebas menurut minatnya. Sebagai wali kelas, saya merasa bertanggung jawab memfasilitasi murid-murid untuk mengembangkan potensi dan minatnya. Seandainya ada ruang yang bisa dimanfaatkan di kelas untuk digunakan berekspresi mereka.
Terpikir untuk membuat pojok baca di dalam kelas, terdengar sederhana tapi nyatanya sudah ada papan mading yang diletakkan di depan kantor pun tidak mampu menarik minat murid-murid untuk sekedar melihatnya. Tantangannya adalah ketika saya menyadari bahwa memang literasi murid-murid untuk membaca dan menulis masih rendah. Perpustakaan yang penuh dengan buku bacaan pun sangat jarang dimanfaatkan murid kecuali ketika ada kegiatan belajar yang mengharuskan untuk menggunakan buku yang ada disana. Kondisi yang lebih membuat miris lagi adalah ketika baru menemukan beberapa murid yang mengalami kendala membaca.
Saya memutuskan untuk menggali lebih dalam lagi mengenai kebutuhan murid-murid saya di kelas. Membangun komunikasi terbuka untuk lebih mengenal karakeristik murid adalah langkah pertama saya untuk menentukan aksi baik yang dapat dipraktikkan bersama di ke;as. Selain membuat kondisi kelas lebih menyenangkan, saya berusaha membangun budaya literasi yang dimulai dari kelas. Kami sepakat untuk membuat “Pojok Nak Mantau”, istilah ini diambil dari bahasa lokal setempat yaitu di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat yang artinya adalah “Pojok Ingin Melihat”.
Menggunakan sebutan “Pojok Nak Mantau” tujuannya adalah supaya murid lebih tertarik dan merasa tidak asing dengan penggunaaan bahasa sehari-hari di lingkungan sekitar. Dengan melihat pojok ini, berharap mereka lebih penasaran dan mau terlibat di dalamnya. Dengan memanfaatkan sudut kelas yang tidak pernah terawat, saya berkolaborasi dengan murid-murid untuk mewujudkannya. Dibutuhkan sekitar dua minggu hingga siap digunakan. Pemanfaatan aset menjadi strategi dalam proses. Saya mempunyai murid-murid yang ternyata memiliki kekompakan yang luar biasa dan juga kreatif dalam menyumbangkan ide-ide nya supaya “Pojok Nak Mantau” ini lebih menarik.
“Pojok Nak Mantau” sudah siap, saya dengan murid-murid membuat kesepakatan untuk menggunakannya dengan maksimal. Setiap seminggu sekali, murid-murid mempublikasikan hasil karya tulisnya bebas dalam bentuk apapun yang mereka inginkan untuk dipajang di pojok tersebut. Berawal dari menuliskan yang menjadi kesukaannya bahkan pengalaman menariknya untuk dibagikan. Harapannya adalah dapat membiasakan mereka mau membaca dan menulis dari hal yang menjadi minatnya sehingga potensinya pun ikut berkembang.
Bersyukur sekali kegiatan ini sudah terlaksana dengan baik selama tiga bulan. Saya sadar bahwa membiasakan murid untuk mau membaca dan menuangkan gagasannya ke dalam tulisan memang tidak mudah. Bukan dengan perintah ataupun iming-iming hadiah. Karena motivasi yang berasal dari dalam dirinya sendiri adalah hal terkuat yang akan menjadi landasan tiap anak untuk berubah. Motivasi intrinsik ini biasanya akan lebih bertahan lama daripada motivasi yang diberikan oleh pihak luar. Saya berharap dengan “Pojok Nak Mantau” yang telah dibuat sebagai hasil kolaborasi bersama murid ini dapat menguatkan keinginan dari dalam diri tiap murid untuk mau membangun budaya literasi.
Perubahan yang saya rasakan juga turut dirasakan oleh murid-murid saya di kelas. Mereka begitu bangga dengan adanya “Pojok Nak Mantau” di kelas, karena mereka mempunyai sebuah wadah untuk mempublikasikan hasil karyanya sekaligus menjadi tempat santai ketika jam istirahat. Hal ini juga membawa dampak positif dengan semakin meningkatknya rasa tanggung jawab murid dalam menjaga fasilitas kelas, saling menghargai dengan hasil karya yang dibuat oleh temannya dan bahkan murid yang selama ini pendiam ternyata mempunyai potensi kreatifitas dalam menuangkan ide-idengan dengan unik dan menarik.