PERMAINAN MASIGAK NA TONGENG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SEJARAH PESERTA DIDIK SMAN 11 LUWU TIMUR
OLEH. INDRA WULAN, S.Pd., M.Pd.
Pendidikan adalah sesuatu yang sangat murah bagi manusia yang tidak ingin menderita kebodohan. Dalam dunia pendidikan, keberadaan pendidik atau biasa juga dikenal dengan guru dan peserta didik (siswa) adalah dua sisi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Mengajar adalah kewajiban bagi para guru dan mendapatkan pengajaran adalah hak para peserta didik. Sehingga kekreativitasan seorang pendidik sangatlah penting dalam suksesnya proses pembelajaran yang akan terjadi. Pendidik yang kreatif hendaknya menemukan banyak cara dan metode agar setiap peserta didik dapat dengan mudah memahami pelajaran yang diberikannya.
SMA Negeri 11 Luwu Timur merupakan salah satu sekolah yang berada di ujung timur Sulawesi Selatan. Sekolah yang terletak di sisi Danau Matano, salah satu danau terdalam di dunia, ditemukan hasil belajar peserta didik yang kurang baik pada materi pembelajaran tertentu. Melalui hasil refleksi yang peneliti lakukan, maka diperoleh salah satu penyebabnya adalah metode pembelajaran yang kurang efektif terhadap kondisi jumlah jam pelajaran di kelas.
Jumlah jam pelajaran yang ada setiap minggunya benar-benar harus disetting sedemikian rupa dengan satu metode pembelajaran tertentu demi tercapainya materi dan tujuan pembelajaran dengan baik. Untuk itu salah satu langkah penyelesaiannya adalah membutuhkan metode pembelajaran yang efektif dan inovasi mengajar kreatif yang menyenangkan bagi peserta didik. Agar dapat terus terkenang sehingga memudahkan dalam memahami materi pembelajaran, menumbuhkan rasa percaya diri dan kerja sama yang baik antar peserta didik dalam mengeksplor materi atau bahan ajar secara lebih mendalam dengan prinsip student centered. Hal inilah yang selanjutnya mengilhami peneliti untuk membuat suatu metode yang lebih menyenangkan untuk menghindari peserta didik menjadi bosan dan tertekan secara psikologis atas apa yang akan mereka lalui pada saat dilaksanakannya pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran dengan metode pemberian games adalah salah satu alternatif yang baik. Hal ini disebabkan karena peneliti mencoba menguatkan pada peserta didik bahwa bukan ketakutan berpikir yang harus diajarkan, tetapi keberanian dan kebebasan berpikir yang meski ditumbuhkan. Terilhami dari kondisi inilah sehingga peneliti mencoba membuat satu model permainan yakni masigak na tongeng, yang secara etimologis sangat dekat dengan para peserta didik dan bisa menjadi salah satu metode yang diharapkan mampu membangun keberanian peserta didik dalam berekspresi pada setiap pembelajaran demi hasil belajar mereka yang lebih baik.
Dalam penerapan metode pembelajaran kooperatif dengan model permainan masigak na tongeng, mulai dari proses pembagian kelompok telah diadakan secara bermain untuk memulai suasana ceria yang bisa mendukung tercapainya efektifitas psikologis peserta didik. Keaktifan peserta didik sangat besar untuk melakukan diskusi kelompok membahas indikator yang akan dicapai yang telah dikembangkan sebelumnya menjadi pertanyaan-pertanyaan. Dalam tahapan ini peserta didik diharapkan lebih komunikatif antar rekannya sehingga tercipta suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan yang terlihat pada pembahasan soal ceria.
Selanjutnya, masih dalam rangkaian metode pembelajaran kooperatif tipe masigak na tongeng, peserta didik secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, berlomba antar kelompok adu cepat tepat menuntaskan soal-soal di depan kelas dengan dibantu kode dari guru (ketukan atau bunyi sempritan). Tidak hanya dituntut kecepatan tapi juga strategi tepat sebagai salah satu langkah karena penentuan soal pada setiap kesempatan di tentukan oleh guru dengan tingkat kesulitannya masing-masing.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan permainan masigak na tongeng sebagai salah satu upaya meningkatkan kemampuan sosial peserta didik karena mereka dikondisikan untuk bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap temannya. Interaksi yang terjadi antarpeserta didik dalam penerapan metode pembelajaran ini diharapkan mampu meningkatkan persatuan dan kebersamaan peserta didik kelas X IIS 1, SMAN 11 Luwu Timur sehingga proses pembelajaran lebih hidup dan maksimal dengan kerjasama yang baik antar peserta didik dalam mengelaborasi materi pembelajaran yang pada hakikatnya juga akan mempengaruhi hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan penelitian mengenai penerapan permainan masigak na tongeng dalam mengatasi masalah peserta didik dalam proses pembelajaran. Adapun judul penelitian ini yaitu, “Permainan Masigak Na Tongeng untuk Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Peserta didik SMAN 11 Luwu Timur”.
Menghidupkan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan disenangi oleh para peserta didik membutuhkan suatu metode pembelajaran yang tidak hanya kreatif tetapi juga efektif dalam pelaksanaannya. Hal inilah yang oleh peneliti coba lakukan, berinovasi menyusun suatu metode pembelajaran dengan model Games-Based Learning atau pembelajaran dengan metode permainan. Satu permainan dalam pembelajaran yang selanjutnya peneliti sebut dengan permainan masigak na tongeng.
Makna dari masigak na tongeng pada hakikatnya diambil dari bahasa daerah yang sangat lekat dengan keseharian para peserta didik yang mayoritas masih berasal dari rumpun bahasa Bugis. Menurut kamus bahasa Bugis-Indonesia, kata sigak, masigak berarti cepat, asigak-sigak berarti cepat-cepat. Sedangkan tongeng berarti benar, atongengeng berarti kebenaran, kotongeng berarti memang benar dan pattongeng berarti membenarkan (Ide Said, 1977: 209). Secara utuh, makna dari masigak na tongeng adalah sesuatu yang dijalankan dengan cepat dan benar, Quick and Right Answer.
Masyarakat Sorowako pada dasarnya adalah bagian dari wilayah Luwu Timur, yang pada zaman kerajaan dikenal dengan Kedatuan Luwu yang merupakan kerajaan yang tertua di Sulawesi Selatan. Bahasa yang saat ini mayoritas dipergunakan di daerah ini adalah bahasa daerah dan bahasa Indonesia, akan tetapi sejalan dengan salah satu misi pembelajaran “sejarah” yakni bagaimana memasukkan unsur lokal dalam pembelajaran. Salah satunya dengan mempopulerkan suatu metode pembelajaran dengan nama masigak na tongeng. Para peserta didik khususnya di SMAN 11 Luwu Timur telah mulai antusias bila guru menjelaskan metode pembelajaran yang akan dipergunakan adalah metode masigak na tongeng ini. Karena para peserta didik pada dasarnya telah diperkenalkan, mengetahui dan memahami pasti pemaknaan nama dari permainan ini. Selanjutnya guru hanya kembali menyempurkan desain metode pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam kelas sehingga dapat berjalan dengan kreatifitas dan efektifitas maksimal.
Permainan masigak na tongeng dalam pembelajaran sejarah memiliki tujuan agar guru dapat menyajikan materi pelajaran sesuai yang direncanakan dengan cara yang menyenangkan. Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dengan kerja tim yang diawali pembagian tim dengan permainan masigak, selanjutnya kompetisi menyelesaikan atau menjawab pertanyaan sesuai strategi tim dengan setting permainan yang menyenangkan tidak hanya masigak tetapi juga tongeng. Terakhir yaitu pembahasan bersama dan tujuannya adalah sebagai stimulus dan penyemangat bagi peserta didik untuk lebih tertarik dengan materi pelajaran dengan penuh keaktifan dan tanggung jawab. Berikut langkah-langkah dari pembelajaran kooperatif dengan permainan masigak na tongeng yaitu :
Tabel 2 Langkah-langkah pembelajaran tipe
permainan Masigak Na Tongeng
Langkah-langkah | Kegiatan Guru |
Fase-1 Menyampaikan tujuan belajar dan memotivasi peserta didik | Guru menyampaikan pada peserta didik tujuan pembelajaran dan mengapa hal itu penting sehingga peserta didik menjadi termotivasi. |
Fase-2 Menyajikan informasi | Guru memunculkan rasa ingin tahu peserta didik dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata, atau cara lain. Pemberian pengantar materi awal, biasanya mengenai konsep dasar materi yang dapat mempermudah dan mengantarkan peserta didik pada pemahaman materi inti yang akan dikembangkan. |
Fase-3 Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar. | Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana cara membentuk kelompok-kelompok belajar. Pembagian kelompok atau tim dilakukan dengan permainan masigak (pembagian tim dibuat menarik dengan bermain). |
Fase-4 Pengembangan-Kerja Tim (Masigak na tongeng) | Peserta didik mengembangkan materi pembelajaran dimana sebelumnya guru telah membagikan indikator-indikator terkait untuk dipecahkan dalam kelompok. |
Fase-5 Kompetisi Masigak na tongeng antar tim | Peserta didik saling berkompetisi antar tim untuk menjawab pertanyaan sesuai strategi tim dengan setting permainan yang menyenangkan tidak hanya masigak tetapi juga tongeng; setiap tim memiliki kesempatan dalam menyiapkan strateginya misalnya mengatur urutan anggota timnya. Karena setiap anggota hanya memiliki satu kesempatan menjawab pertanyannya. Guru meletakkan spidol di depan kelas (depan papan tulis) secara berjejer ke samping dengan jumlah spidol sesuai jumlah kelompok. Guru membacakan pertanyaan lalu dalam waktu beberapa detik yang sudah ditentukan siswa berembuk dan saling berlomba mencapai spidol dan menuliskan jawaban di papan tulis setelah aba-aba peluit atau sempritan berbunyi. Tim yang paling banyak menjawab dengan cepat dan tepat adalah juaranya. |
Fase-6 Pembahasan Bersama | Peserta didik dengan bimbingan guru membahas setiap pertanyaan yang telah di lombakan. Ini dimaksudkan agar setiap jawaban materi lebih terkesan dan tidak mudah dilupakan oleh para peserta didik. Langkah selanjutnya, adalah menghitung nilai kelompok dengan tetap memperhatikan nilai perkembangan individu. |
Fase-7 Memberikan penghargaan | Guru mengapresiasi atau menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok |
Pembahasan hasil penelitian tiap siklus dalam penelitian penerapan permainan Masigak na Tongeng untuk meningkatakan hasil belajar dimana subjek pada saat tersebut adalah siswa kelas XI IPA 2, SMAN 11 Luwu Timur yang berlangsung sebanyak dua siklus yang di setiap siklusnya terdiri dari dua kali pertemuan yaitu pertemuan pertama pembahasan materi dan pertemuan kedua tahap evaluasi berupa tes tertulis serta didukung data nontes berupa observasi. Dalam penelitian tindakan kelas pada siklus I, peneliti melaksanakan pembelajaran sejarah pada materi Indonesia pada awal kemerdekaan dengan permainan masigak na tongeng. Guru menerapkan seluruh tahapan pembelajaran kooperatif tipe Masigak na Tongeng selama dua kali pertemuan.
Berdasarkan hasil evaluasi yang mengharuskan siswa merekonstruksi peristiwa sejarah pada materi Indonesia pada awal kemerdekaan termasuk Indonesia yang dilakukan pada siklus I, dari 25 siswa yang mengikuti tes, sebanyak 12 siswa atau 48% yang dinyatakan tuntas dalam artian berhasil memperoleh nilai di atas KKM dimana KKM sejarah untuk kelas XI adalah 75. Alat evaluasi yang digunakan pada siklus I berupa tes tulis sebanyak lima nomor.
Siklus I menunjukkan belum ada siswa pada kategori nilai sangat baik atau nilai di atas 86. Kategori baik terdapat 12 siswa atau 48%, kategori cukup ada 10 siswa atau 40%, sementara 3 atau 12% siswa masuk pada kategori kurang. Hasil evaluasi siklus I memperlihatkan adanya fase adaptasi dari seluruh siswa yang belum terbiasa dengan metode pembelajaran yang diterapkan, bahkan hasil evaluasi tersebut cenderung menurun dibandingkan ketika peneliti menerapkan metode pembelajaran yang berbeda. Penilaian ini menjelaskan bahwa siswa sangat antusias dalam proses pembelajaran meskipun tidak berbanding lurus dengan hasil tes tertulis mereka.
Kegagalan siswa dalam menjalani tes tertulis pada siklus I disebabkan tidak adanya persiapan dari mereka yang masih awam dengan metode pembelajaran yang digunakan. Sehingga diharapkan hasil tes tulis pada siklus II bisa lebih baik dari sebelumnya. Kelemahan siswa pada tahap evaluasi di siklus I yaitu sebagaian besar siswa belum mampu membuat batasan materi dalam menjelaskan sebuah peristiwa sehingga mereka menjawab soal tidak secara kronologis yang menjadi syarat mutlak pada pembelajaran sejarah. Kondisi demikian dikarenakan pada tahap pembahasan materi diskusi yang berlangsung tidak begitu terarah pada pokok pembahasan dikarenakan penjelasan disesuaikan dengan pertanyaan dari setiap kelompok. Kesimpulan yang ditarik dari hasil diskusi dengan dipimpin oleh guru diakhir pembelajaran tidak maksimal sehingga ini menjadi perhatian utama bagi guru peneliti dalam melaksanakan siklus berikutnya.
Pelaksanaan siklus II hampir sama dengan siklus I, yang membedakan hanya pada maksimalisasi metode yang lebih baik dengan dukungan bahwa siswa mulai terbiasa dan guru peneliti sendiri telah memiliki referensi yang baik yaitu siklus I sebagai acuan dalam memaksimalkan pemabahasan sehingga akan meningkatkan hasil evaluasi. Dari 25 siswa yang dievaluasi pada siklus II sebanyak 24 siswa mencapai KKM atau 96%.
Tahapan evaluasi siklus II menunjukkan peningkatan yang sangat besar dari siklus I dimana perolehan nilai siswa pada kategori sangat baik atau di atas 86 ada 5 siswa atau 20% yang sebelumnya tidak satupun siswa masuk pada kategori ini. Soal yang diujikan sama dengan siklus II yaitu terdapat 5 soal dengan sasaran pencapaian bahwa setelah dievaluasi siswa telah mampu merekonstruksi sebuah peristiwa sejarah secara baik dan benar. Lima soal pada siklus II meminta siswa untuk dapat memaparkan kondisi pada masa awal kemerdekaan, deskripsi kebijakan, dan perbandingan kebijakan dalam memulihkan kondisi ekonomi di awal kemerdekaan.
Dengan pencapaian hasil tes meningkat bahkan mencapai kategori sangat baik menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa dengan permainan masigak na tongeng mengalami peningkatan yang berbanding lurus dengan peningkatan hasil belajar sejarah pada kategori tes tulis dan performance. Berdasarkan teknik analisis data, bahwa apabila siswa yang mencapai ketuntasan atau nilainya di atas KKM lebih dari 75% maka penelitian dianggap berhasil dan tidak perlu lagi dilanjutkan pada siklus berikutnya. Sehingga, penelitian tindakan kelas ini dianggap berhasil hanya dengan menerapkan metode pembelajaran pada dua siklus yang telah diterapkan.