Pada awal Tahun Ajaran 2021/2022 kegiatan belajar masih dilakukan secara jarak jauh. Kegelisahan dalam pembelajaran jarak jauh berlanjut. Saya rasa semua jenjang Pendidikan merasakan kegelisahan yang sama. Apalagi dijenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Kegelisahan yang paling saya rasakan ketika mengajar di TK Kristen Aletheia Jember kelompok B pada masa pandemi, yaitu kehilangan kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan murid di Sekolah. Hal yang sama ternyata juga dirasakan oleh orang tua dan para murid. Namun karena keadaan belum memungkinkan untuk pembelajaran tatap muka (PTM), pembelajaran terpaksa masih dilakukan secara daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). Dari keresahan tersebut saya kembali harus menemukan cara untuk mengatasinya. Salah satunya yaitu dengan melakukan assesmen diagnosis.
Asesmen diagnosis biasanya hanya saya lakukan diawal tahun ajaran. Setiap angkatan berbeda murid, berbeda karakter dan berbeda latar belakang. Hal tersebut yang mendorong dilakukannya asesmen tersebut. Asesmen diagnosis untuk memetakan, mengenal tipe, cara dan siapa yang mendampingi murid dalam belajar. Tujuannya untuk menentukan treatment atau metode belajar yang tepat untuk setiap murid.
Belajar dari pengalaman PJJ di Tahun Ajaran sebelumnya (2020/2021), ada beberapa cara dan metode yang saya gunakan. Diantaranya; One on One, Virtual kelompok, Zoom Kelas, dan Zoom Pararel. Tidak hanya itu, dalam setiap sesi yang dilakukan saya menggunakan pendekatan, metode dan alat peraga yang berbeda.
Saya kembali mencoba menerapkan metode tersebut di Tahun Ajaran 2021/2022. Namun tidak sepenuhnya berhasil. Berbeda tahun berbeda murid berbeda tantangan dan harus berbeda treatment juga. Banyak tantangan baru yang saya temui saat PJJ tahun ini. Salah satu penyebabnya yaitu hanya 30% murid di kelas saya sudah merasakan sekolah tatap muka itupun tidak sampai 1 tahun pelajaran (saat Kelompok Bermain). Jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, 95% murid-murid sudah pernah merasakan sekolah tatap muka.
Di semester awal PJJ dilakukan, murid-murid terlihat kurang semangat dan mudah bosan dengan kegiatan belajar selama PJJ. Saya rasa hal ini dikarenakan murid-murid sudah hampir 2 tahun belajar dan bermain secara PJJ. Saya sangat kesulitan saat mengajak murid-murid belajar kosa kata sederhana dalam Bahasa Inggris. Awalnya murid-murid sangat bersemangat, namun pada akhirnya mereka mulai merasa bosan. Hal tersebut terbukti, saat PJJ yang awalnya murid-murid bersemangat merespon dengan menjawab apa yang saya tampilkan (gambar) pada satu titik mereka mulai kurang merespon setiap pertanyaan yang saya tanyakan. Walaupun saya sudah menggunakan gambar baik yang saya pegang maupun gambar digital. Respon murid saya: ada yang diam saja, ada yang berusaha mencari jawaban dengan bertanya ke pendamping dan ada yang menjawab dengan menebak.
Saya perlu terus melakukan dan mencoba banyak cara, mengganti metode supaya murid-murid tidak bosan dan kembali bersemangat dalam belajar terutama belajar kosa kata sederhana dalam Bahasa Inggris. Namun saya pun kehabisan ide. Saya memiliki keterbatasan dalam menggunakan aplikasi pendukung dalam membuat berbagai alat peraga untuk menunjang PJJ.
Bersyukur ada berbagai macam webinar, baik yang diselenggarakan dari Yayasan tempat saya mengajar, lewat berbagai media sosial (Contohnya Kampus Guru Cikal) dan dari Kementerian Pendidikan. Saya mengikuti beberapa webinar. Salah satu webinar yang saya ikuti (diselenggarakan oleh Kampus Guru Cikal dan Kementerian Pendidikan) tentang Siniar atau yang lebih dikenal dengan podcast. Dari webinar tersebut saya belajar banyak hal yang membuat saya memiliki banyak ide baru. Salah satunya saya jadi punya ide membuat alat peraga berupa podcast melalui video singkat yang isinya: kosa kata, gambar, tulisan, dan suara dengan durasi 20-25 detik. Konten tersebut saya beri judul “One Day One Vocabulary“. Video tersebut saya unggah di kanal YouTube saya.
Semangat mereka juga dibuktikan dari hasil video “recap” murid-murid tentang kosa kata yang dipelajari selama 5 hari dan dikumpulkan setiap hari Jumat. Murid-murid bukan sekedar hafal dengan kosa kata yang didapatkan setiap harinya, namun murid-murid juga bisa mengerti dengan apa yang diucapkan serta apa artinya. Mereka dengan semangat dan ceria menyebutkan setiap kata yang sudah dipelajari selama 5 hari. Bahkan ada salah satu murid saya yang memiliki adik, adiknya juga mau menghafal dengan meminta direkam seperti murid saya. Walupun belum semua murid mampu menghafal dengan baik, namun respon orang tua sangat baik. Para orang tua menyampaikan jika anak-anak mereka sangat bersemangat saat direkam. Selain itu saya juga mendapatkan banyak ilmu dari keresahan awal yang saya alami. Saya bisa belajar banyak hal baru terutama dalam hal editing video, dan membuat alat peraga digital.
Sekarang Pembelajaran Tatap Muka sudah boleh dilakukan. Kegiatan ini tetap terus berlangsung. Setiap hari saya membekali mereka dengan 1 kata dalam Bahasa Inggris, dan saya juga mengirim link YouTube podcast “One Day One Vocabulary” di Grup kelas. Murid-murid selalu mengingatkan saya “Bu Guru, hari ini vocab-nya apa ya?”. Saya bisa melihat secara langsung respon dari setiap murid. Dan saya juga bisa tahu bagaimana murid-murid mengerti dan memahami setiap kata yang sudah dipelajari. Setiap hari murid-murid mengatakan “Bu Guru ayo tebak-tebakan vocabulary, aku suka main tebak-tebakan vocab”. Mereka sangat semangat. Sangat senang jika apa yang saya lakukan berdampak baik terhadap setiap murid.
Dengan menerapkan Asesmen diagnosis diawal Tahun Ajaran berdampak sangat baik dalam proses pembelajaran yang dilakukan secara daring maupun secara luring.
Ayo Bapak, Ibu Guru terus berkembang dengan belajar banyak hal baru. Semangat Merdeka Belajar!