Charlotte Mason, pedagog metode pendidikan berbasis keluarga, menekankan pentingnya seorang pendidik menjalani tiga peran sekaligus: “menjadi pembimbing, filsuf dan sahabat”. Kata pembimbing dan sahabat barangkali telah kita akrabi, namun menjadi pendidik filosofis itu yang seperti apa? Ellen Kristi menjabarkan dalam bukunya, singkatnya menjadi pendidik filosofis itu adalah tahu caranya mengobarkan sekaligus mengarahkan gairah intelektual dan batin siswanya. Bukanlah pendidik filosofis, guru yang tidak pernah berhenti sejenak untuk bertanya, para siswa ini mau dibawa ke mana. (Kristi, Ellen; 2016)
Kata-kata yang tertulis di buku Ellen Kristi tersebut menggambarkan perasaan saya sejak diberi tantangan menjadi kepala sekolah di sebuah sekolah yayasan di Kabupaten Gowa. Saya yang bukan dari jurusan keguruan, diberi amanah untuk memimpin para pendidik, untuk memahami kebutuhan belajar siswanya.
Bagaimana saya membangun kepercayaan pada guru sehingga mereka lebih terbuka pada saya, sebagai pemimpin lembaga?
Bagaimana saya bisa memfasilitasi pengembangan guru, mengajak mereka menjadi lebih merdeka dalam belajar dan mengembangkan dirinya?
Sejak 2017 bergabung di Komunitas Guru Belajar di Makassar, saya rajin mengikuti kegiatan Temu Pendidik, dulu dikenal dengan MUDIK, yang dilakukan seminggu sekali di sebuah warung kopi milik salah seorang anggota komunitas juga. Di pertemuan itu, saya mendengar bagaimana keresahan guru-guru saat mengajar di kelas, bagaimana mereka mendapatkan solusi melalui berbagai cara sehingga menemukan diferensiasi metode mengajar. Setiap pulang dari kegiatan MUDIK, saya mendapatkan ide dalam memfasilitasi guru belajar di sekolah.
Saya membuat program belajar guru di sekolah dengan mengelompokkan mereka berdasarkan level kelas yang diampu. Pada waktu yang disepakati, guru-guru akan diberi bahan bacaan berupa artikel pendidikan atau bagian dari buku tentang pengasuhan atau diferensiasi mengajar kemudian didiskusikan dan direfleksikan sampai mereka bisa merancang aksi yang dilakukan setelah mempelajarinya. Setelah program belajar guru rutin berjalan, guru semakin beragam membuat kegiatan, lebih banyak memanfaatkan sumber daya yang tersedia sekolah, terlihat juga bagaimana guru merespon setiap perilaku siswa dengan positif.
Kemudian praktik baik tersebut saya bagikan lewat Temu Pemimpin Pendidikan yang saat itu mulai banyak dilakukan secara daring, akibat pandemi. Saya juga membagikan program-program dan budaya sekolah yang sudah saya lakukan pada kelas-kelas di Temu Pendidik Nusantara serta berbagi di webinar-webinar.
Pada saat pandemi berkelanjutan di awal tahun 2020 ajakan yang lebih menantang datang ke saya, menjadi pelatih Kampus Guru Cikal. Tantangan itu membuat saya lebih bersemangat belajar. Saya dipercaya mengampu modul-modul belajar seperti Membangun Percakapan Guru Merdeka Belajar, Coaching Guru Merdeka Belajar, Asesmen Berbasis Kinerja, Asesmen Formatif, Ragam Asesmen, dan lain-lain. Untuk dapat melatih modul tersebut, saya perlu mempelajarinya terlebih dahulu, mengikuti kelas TOT-nya sehingga memahami prosedur dalam penyampaian kelasnya. Yang saya pelajari selama menjadi pelatih, teman guru tidak membutuhkan teori yang sudah tertera di modul disampaikan ulang selama mentoring, tapi butuh pemahaman lewat praktik-praktik berbasis modul yang sudah dilakukan oleh pelatih.
Konsep-konsep yang terdapat di modul, sangat seru untuk dipraktikkan di sekolah masing-masing dan kemudian didiskusikan praktik baiknya bersama-sama saat mentoring. Dari hasil diskusi-diskusi mentoring, saya juga mendapatkan perspektif yang beragam dari para peserta. Selayaknya kelas belajar siswa, proses inkuiri diperlukan untuk dapat membongkar miskonsepsi yang selama ini kita yakini.
Selain bisa berbagi ilmu, saya pun dapat kesempatan mengembangkan karir dan belajar bersama para guru yang berkompeten, dan juga sebagai guru pamong bagi para mahasiswa calon guru yang tergabung di kampus merdeka, juga sebagai asesor untuk seleksi kepala sekolah di sebuah kota. Pengalaman-pengalaman di atas menumbuhkan keyakinan saya untuk berani mengambil tantangan berkarier, dengan cara :
- Selalu mendisiplinkan semangat. Setiap tantangan yang diberikan, merupakan proses belajar, karenanya semangat belajar harus tetap terjaga.
- Selalu terbuka akan setiap perubahan, terutama dalam membersamai guru yang beragam kemampuannya dalam mengembangkan diri.
- Kepala sekolah pun harus tetap mengembangkan diri, agar semangat merdeka belajar juga terimbas ke guru dan siswa.
- Membangun jejaring dan berkomunitas perlu untuk dapat memahami ragam perspektif terhadap isu dan konsep pendidikan.
Selama proses berkarier ini, saya banyak belajar bahwa setiap ide yang kita dapatkan, harus berani untuk dipraktekkan dan diadaptasi sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan belajar guru maupun siswa kita. Jika kita hanya cukup sampai memahami teori saja tanpa mempraktekkannya, maka ilmu itu tidak akan dapat menjadi sebuah kompetensi. Kita perlu memahami, mencoba mempraktikkan dan merefleksikannya sehingga menjadi pengembangan yang berdampak.
Pembelajar sepanjang hayat sejatinya tidak punya apa-apa selain kompetensi. Terus-terus belajar, terus-terus berbuat, terus-terus berefleksi. Senang berbagi, senang mengimbaskan, hidupnya adalah perjuangan.