Penerapan Pembelajaran Sosial Emosional Dan Pembelajaran Berdiferensiasi Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa

CERITA PRAKTIK BAIK

PENERAPAN PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL  DAN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI  UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

Oleh Desriyanti Pulungan , S.Pd

(Guru pada SMA N 1 Panyabungan Utara)

Tahun 2021, merupakan tahun yang cukup fluktuatif (naik turun), terkait pola pembelajaran di sekolah. Betapa tidak, pada tahun 2020, terjadi Pandemi Covid-19, yang melanda seluruh dunia, menyebabkan pola pembelajaran diubah, dari tatap muka (luring/luar jaringan), berganti menjadi tatap maya (daring/dalam jaringan). Lantas, pada awal tahun 2021, pembelajaran perlahan-lahan diubah kembali menjadi tatap muka terbatas, dengan pola shift. Lalu, pada akhir tahun 2021, pembelajaran diubah lagi menjadi tatap muka penuh, sampai dengan 2022 ini.

Perubahan-perubahan pola pembelajaran ini, niscaya berdampak pada fluktuasi aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Siswa yang sebelumnya, mengikuti pembelajaran dengan cara mendengarkan guru mengajar secara langsung, terpaksa diubah pola belajarnya menjadi duduk di depan android, menonton video pembelajaran, membaca bahan ajar, lalu mengerjakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), hingga mengerjakan dan mengirim tugas melalui grup WA. 

Fluktuasi pola pembelajaran ini terjadi lantaran kala mendengarkan guru mengajar secara langsung pada tatap muka penuh sebelumnya, aktivitas belajar siswa lebih tertata, fokus, dan normatif. Begitu diganti dengan tatap maya, pembelajaran berpusat pada android, siswa merasa tidak terbebani dengan aktivitas belajar, karena tidak ada guru yang mengawasi secara ketat selama pembelajaran, apalagi  orang tua/wali yang nihil peran. Sehingga, bisa jadi, anak menggunakan android untuk bermain game atau berkomunikasi dengan orang lain di media sosial.

Lalu, pembelajaran dikembalikan lagi menjadi tatap muka terbatas dengan pola shift. Lagi Lagi, aktivitas belajar anak berubah. Sebelumnya, mereka melaksanakan aktivitas belajar di depan android, kini berganti lagi dengan pola datang duduk di sekolah, menerima materi, bahan ajar, LKPD, dan tugas dalam waktu yang terbatas (seminggu dua kali pertemuan, setiap pertemuan 30 menit untuk satu mata pelajaran). Kondisi ini membuat siswa merasa pembelajaran seperti hanya bersifat normalitas, sekadarnya, terburu-buru, dan tanpa keseriusan, baik dari guru maupun siswa.  

Lantas, kembali lagi pembelajaran berubah menjadi tatap muka penuh, aktivitas belajar siswa kembali diformat secara tertata, fokus, dan normatif. Bagi siswa yang memiliki ketahanan mental yang kuat dalam beradaptasi dengan perubahan, mungkin aktivitas belajarnya tidak terganggu dan hasil belajarnya tetap baik. Akan tetapi, bagi siswa yang memiliki mental yang tidak kuat dalam menghadapi perubahan, bisa jadi aktivitas belajarnya terganggu serta hasil belajarnya menurun. Terjadilah penyesuaian yang cukup lama atas kondisi ini. Di titik ini, sebagai guru, saya memiliki keresahan yang besar, manakala jika kondisi ini dibiarkan maka dapat berdampak buruk pada perkembangan siswa, jangka pendek maupun jangka panjang. 

Di saat yang bersamaan, pada tahun 2021, saya mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Angkatan 4 selama 9 bulan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan ini di mulai pada bulan Oktober 2021. Waktu PGP yang seharusnya 9 bulan tapi berubah menjadi 1 tahun lebih karena berubahnya instansi yang mengadakan yaitu dari P4TK PENJAS ke BBGP SUMUT. Yang Alhamdulillah hampir selesai di bulan Nopember ini. Dalam mengisi kekosongan PGP dari Bulan Juni ke Oktober saya mengikuti beberapa pelatihan untuk menunjang kinerja saya di sekolah. Dalam pendidikan ini, saya mendapatkan banyak sekali materi yang berkaitan dengan Merdeka Belajar dan IKM. 

Bekal-bekal ilmu yang saya dapatkan dari PGP dan pelatihan lainnya ini, menjadikan saya terpacu untuk mengatasi fluktuasi perubahan pola pembelajaran tersebut melalui praktik baik. Tujuan praktik baik yang saya lakukan yakni meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan kemasan pembelajaran menjadi menarik, menantang, dan memerdekakan siswa. Saya ingin anak-anak mengikuti pembelajaran dengan penuh rasa syukur, suka cita, motivasi, percaya diri, berkolaborasi, dan empati satu sama lainnya. Di samping itu, saya ingin anak-anak mengalami peningkatan hasil belajar pasca mengikuti pembelajaran. Hasil belajar meningkat itu terbaca melalui sikap spiritual saat berdoa secara khusyuk, sikap sosial bekerja sama dan peduli yang terjalin erat, siswa-siswi yang terampil mengemas produk sesuai keinginan mereka, dan nilai post test siswa yang meningkat secara klasikal.  

Keinginan tak selamanya berbading lurus dengan kenyataan. Keinginan saya yang besar untuk mengemas pembelajaran menjadi menarik, menantang, dan memerdekakan siswa tersebut menemukan berbagai tantangan di lapangan. Rendahnya intake siswa (kemampuan rata-rata siswa dalam memahami indikator pembelajaran dari sebuah kompetensi dasar) secara klasikal, merupakan salah satu di antara tantangan tersebut. Ialah sebagian besar siswa masih lamban menyerap materi pembelajaran tersebab rendahnya kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Bergayung sambung, tantangan lainnya yakni efek pembelajaran daring membuat siswa terbiasa memanfaatkan lebih banyak waktu untuk bermain daripada belajar. Anak belum merasa betah dan fokus untuk duduk mengikuti pembelajaran di sekolah, dengan berbagai aturan dan konsekuensi yang terikat. Apalah lagi, suasana pembelajaran yang monoton dengan metode ceramah guru menyebabkan siswa merasa jenuh duduk berjam-jam menonton guru mengajar. 

Tantangan lainnya, datang dari rekan-rekan sejawat yang kurang berkolaborasi dalam memberikan motivasi dan inspirasi dalam mengemas pembelajaran yang menarik. Banyak guru terlihat berjalan sendiri dan nihil berkolaborasi untuk mendesain bahan-bahan ajar serta metode pembelajaran yang memerdekakan. Tantangan berikutnya, terbatasnya fasilitas pendukung yang disediakan sekolah untuk mengemas pembelajaran yang menarik, semisal cermin,lensa, dan kaca mata. Sekolah belum terbiasa menyiapkan bahan-bahan ini untuk desain pembelajaran yang menarik.

Tantangan-tantangan ini, menuntut saya untuk mendesain sebuah praktik baik sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman siswa. Pembelajaran yang saya desain mestinya memberikan suasana menyenangkan, menantang, dan memerdekakan, serta berorientasi pada peningkatan hasil belajar para siswa. Akan tetapi, di saat yang sama, pembelajaran yang saya desain tersebut, mampu menghalau semua tantangan yang menyata di sekolah. Alhasil, dari refleksi awal saya menghadapi realitas tersebut maka saya melakukan praktik baik yakni

Penerapan Pembelajaran Sosial Emosional dan Pembelajaran Berdiferensiasi untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa.        

Adapun siswa yang saya jadikan sebagai sampel praktik baik adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri Panyabungan Utara, berjumlah 31 siswa. Sementara itu, materi pembelajaran yang saya ajarkan yakni alat-alat optik khususnya kacamata dan , pada semester genap Tahun Pelajaran 2021/ 2022.

Lantas, apa itu Pembelajaran Sosial Emosional dan Pembelajaran Berdiferensiasi? Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman, penghayatan, dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri). Contoh penerapan PSE yakni menggunakan Teknik STOP (Stop: berhenti dari semua aktivitas, Take a Deep Breath: menarik nafas dalam-dalam, Observe: mengamati atau merenungkan tujuan, dan Proceed: melanjutkan kembali aktivitas). Contoh lain penerapan PSE yakni yel-yel, games, dan bernyanyi. Sementara itu, Pembelajaran Berdiferensiasi (PB) adalah pembelajaran yang dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik anak, baik itu kesiapan belajar, profil belajar, maupun minat belajar anak. PB dapat diterapkan pada langkah inti pembelajaran pada saat penyampaian materi (konten), proses pembelajaran, dan produk yang dihasilkan siswa.  

Sebelum pembelajaran penerapan PSE dan PB, saya menerapkan pembelajaran sebagaimana biasanya. Pada siklus/pertemuan 1, saya menyiapkan perangkat pembelajaran, yakni Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kurikulum 2013, bahan ajar, LKPD, berisi latihan soal uraian serta format penilaian (sikap spiritual, sikap sosial, keterampilan, dan pengetahuan), serta tugas pekerjaan rumah disertai format penilaian. 

Dalam pelaksanaan siklus/pertemuan 1 ini, aktivitas belajar siswa kurang baik. Hal ini bisa dilihat pada penilaian sebagai evaluasi saat pembelajaran terhadap 31 siswa. Untuk penilaian sikap spiritual di saat berdoa, ada 7 siswa yang tidak fokus berdoa. Untuk penilaian sikap sosial, ada 15 siswa yang masa bodoh dengan pembelajaran, sementara ada 5 siswa yang terlalu mendominasi pembelajaran. Untuk penilaian keterampilan, ada 26 siswa tidak mampu mengenal dan manfaat dari alat-alat optik. Sedangkan, untuk penilaian pengetahuan, ada 28 siswa tidak mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) 70. Oleh karena itu, saya melakukan refleksi dan mencari strategi pembelajaran yang lain agar dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Saya pun mengagendakan menerapkan Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) dan Pembelajaran Berdiferensiasi (PB).   

Pada siklus/pertemuan 2, saya menyiapkan perangkat pembelajaran berbasis PSE dan PB. Saya merancang RPP Kurikulum 2013 dengan menggunakan PSE dan PB. Selain menyiapkan RPP, saya juga membuat assesment diagnostic, yang berisi pemetaan siswa, berdasarkan kesiapan siswa, profil belajar, dan minat belajar siswa yang akan saya jadikan sebagai data riset dalam penerapan PB. Saya juga menyiapkan alat untuk mengatahui seberapa besar siswa itu sudah mengalami cacat mata. Saya juga menyiapkan bahan ajar (konten) yang saya buat dengan pendekatan PB,yaitu menyiapkan LKPD berisi latihan dan prosedur untuk melihat dan mengetahui cacat mata yang dialami oleh siswa. Saya juga menyiapkan tugas pekerjaan rumah disertai format penilaian. Seluruh perangkat pembelajaran ini saya susun, dengan pemikiran dalam mengemas pembelajaran yang menarik, menantang, dan memerdekakan. 

Pada saat pelaksanaan langkah pendahuluan, saya masuk ke dalam kelas lalu memberikan salam. Saya memimpin doa dengan Teknik STOP sebagai penerapan PSE, dengan meminta siswa untuk merenungkan tujuan orang tua saat menyekolahkan anak-anaknya. Semua siswa tampak serius berdoa, bahkan ada 5 siswa yang tampak sesegukan menghayati pengorbanan orang tua dalam menyekolahkan mereka.

Saya lalu menyuruh siswa untuk membuka LKPD dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan prosedur. Disini saya melihat jika siswa lebih antusias dalam pembelajaran karena mereka terjun langsung daripada hanya mendengarkan teori mengenai mata dan kaca mata yang juga mereka tahu dan mengenal dengan cacat mata. 

Selanjutnya, saya menyuruh mereka semua untuk melakukan praktek dengan alat yang sangat sederhana sekali yang sudah saya siapkan sesuia dengan yang ada di LKPD. Disini saya melihat kalau mereka semua serius dan tidak ada yang ngantuk.

Setelah semua sudah melaksanakan yang di LKPD, kemudain saya menyuruh mereka untuk mendiskusikan hasil yang mereka dapatkan dari praktek tersebut.

Dalam tahap diskusi tersebut, saya meminta siswa-siswa yang sudah memahami materi dan selesai mengerjakan LKPD, untuk menjelaskan materi dan LKPD pada siswa lainnya yang belum paham dan belum selesai mengerjakan. Hal ini sebagai penerapan Diferensiasi Proses di mana siswa yang memiliki kesiapan belajar tinggi menjadi tutor sebaya bagi siswa yang memiliki kesiapan belajar rendah. Tampak, kepedulian dan kerja sama di antara para siswa. 

Setelah diskusi kelompok, saya meminta seluruh siswa untuk menghentikan sejenak aktivitas pembelajaran. Saya meminta seluruh siswa untuk berdiri sembari mengamati dan bergoyang Chicken Dance pada video di layar projector sebagai penerapan PSE. Tampak seluruh siswa bergoyang sembari tertawa gembira sebagai bentuk ekspresi kebahagiaan. Selesai bergoyang, saya meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas dan ditanggapi kelompok lain secara bergantian, sembari saya memberikan penguatan di akhir tanggapan. Tampak seluruh siswa aktif dalam penyampaian materi dan saling menanggapi, serta menampilkan produk keterampilan yang sangat baik.

Masuk pada tahap evaluasi, saya mengajak seluruh siswa untuk bermain games kuis yang sedang viral di Tiktok, yakni Benar Duduk Salah Antri. Saya meminta perwakilan 4 siswa setiap kelompok untuk maju dan berbaris di depan kelas lalu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah saya buat. Jika siswa berhasil menjawab pertanyaan, maka boleh duduk kembali ke tempatnya dan jika masih salah maka dapat mengantri lagi dari belakang. Dari post test ini, saya mendapatkan hasil belajar yakni semua siswa dapat menjawab pertanyaan dalam games tersebut secara benar dan tepat. Sementara itu, suasana kelas tampak ramai dan penuh keceriaan. 

Selanjutnya, saya meminta semua siswa untuk memberikan catatan refleksi yakni apa rangkuman materi yang diperoleh selama pembelajaran serta bagaimana suasana hati mereka saat mengikuti pembelajaran. Dan siswa juga saya suruh untuk merefleksikan pemebelajaran yang saya lakukan.

Selanjutnya, saya meminta siswa untuk mencatat PR yang saya tayangkan pada layar projector. Saya juga menyampaikan tentang rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya, terkait remedial dan pengayaan atau materi pertemuan selanjutnya. Usai itu, saya memimpin doa dengan Teknik STOP dengan menyampai ungkapan rasa syukur atas bimbingan dan penjagaan Tuhan selama pembelajaran, serta harapan agar materi yang didapatkan hari ini dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Tampak seluruh peserta didik larut khusyuk dalam doa bersama itu. Selesai itu, di akhir pembelajaran, saya memberikan salam dan keluar dari kelas. Tampak para siswa tersenyum simpul dan gembira mengakhiri pembelajaran tersebut dengan menyalim tangan guru dan mengucapkan terima kasih. 

Dari rangkaian proses pembelajaran tersebut, saya mendapatkan refleksi bahwa pembelajaran itu membutuhkan suasana yang menyenangkan dilandasi dengan kesepakatan kelas. Pembelajaran itu perlu dikemas sesuai dengan karakteristik siswa yang berlandaskan kodrat alam dan kodrat zaman. Pembelajaran perlu memegang prinsip bahwa siswa merupakan pusat pembelajaran, guru merupakan fasilitator dan motivator, serta semua aset merupakan sumber belajar. Jika pembelajaran mampu menerapkan prinsip-prinsip ini, maka aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Alhasil, visi pendidikan Indonesia yakni membentuk Profil Pelajar Pancasila, menjadi sebuah keniscayaan.

Selanjutnya, adapun pengembangan yang dapat dilakukan dalam penerapan PSE dan PB untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa yakni, perlu ada ruang galeri hasil produk siswa untuk mengumpulkan produk-produk hasil belajar siswa. Hal ini diperlukan agar seluruh produk buah tangan siswa dapat menjadi bahan ajar pula bagi siapapun penikmatnya. Bahkan, jika dimungkinkan, perlu ada sebuah festival di akhir tahun yang dapat menjadi ajang pameran produk siswa, baik dalam bentuk portofolio, project, maupun demontrasi. Oleh karena itu, saya merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan praktik baik terkait pengadaan ruang galeri dan festival produk hasil belajar siswa sebagai perwujudan Merdeka Belajar, Indonesia Jaya. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top