Sebagai guru Sejarah Indonesia, tentu saja menjadi sebuah tantangan terbesar bagi saya karena harus mematahkan steriotipe pembelajaran sejarah yang terkesan menghafal, mendongeng dan membosankan. Meski begitu tuntutan era SDG’s mewajibkan kita sebagai seorang pendidik agar selalu update informasi terkait dengan banyaknya kasus-kasus pembelajaran yang dalam penerapannya sudah memanfaatkan teknologi untuk mempermudah segala kegiatan dan aktifitas manusia. Banyaknya literatur juga menjadi faktor di mana saya harus mengembangkan pembelajaran sejarah di dalam kelas menjadi aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Hal ini juga didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia yakni Bapak Nadiem Makarim atau kita sebut saja ‘mas menteri’ yang menginginkan perubahan kemerdekaan pada belajar, dan perubahan mindset bahwa guru sebagai teacher center menjadi fasilitator baik di dalam maupun diluar kelas.
Awal mulanya saya ragu untuk menerapkan pembelajaran sejarah berbasis QR code ini, karena masih dalam suasana pandemi covid waktu itu sehingga pembelajarannya terbatas pengurangan jam mata pelajaran pun juga menjadi kendala ketika saya ingin menyampaikan materinya. Murid-murid kelas XI di SMA Negeri 3 Pamekasan Madura juga waktu itu masih belum begitu paham dengan keinginan saya untuk memberikan kemudahan dalam efisiensi pembabakan materi dalam pembelajaran sejarah Indonesia masa pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Mengapa materi ini yang saya jadikan QR code karena dari mereka sendiri ini budaya literasinya masih kurang, mereka itu terkesan hanya meng-copy paste dalam kata-kata yang seperti buku.
Tentu saja ini bukan seperti keinginan saya, sesuai dengan rubrik penilaian peserta didik diharapkan dapat menemukan atau mendapatkan informasi baru yang bersifat kognitif terhadap cara belajar dan pengalaman mereka. Sehingga pengetahuan yang ada atau pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya dipadukan dengan pengetahuan baru yang mereka dapatkan dari banyak literatur bukan berdasarkan buku atau by konteks.
Aksinya saya lakukan di awal pembelajaran saya menginstruksikan kepada peserta didik untuk membentuk kelompok kecil berjumlah kan 6 orang kemudian meminta mereka untuk menyiapkan beberapa literatur baik dari buku atau sumber lain kemudian mereka konstruk atau bentuk pengetahuan mereka miliki dengan pengetahuan baru selama kurang lebih 20 menit, kemudian mereka salin dalam bentuk PowerPoint yang di barcodekan. Tentu saja keunikan, kekreatifan, dan materi yg disampaikan dalam power point sesuai dengan pembagian, serta media PowerPoint yang di barcode kan juga tak luput menjadi penilaian.
karena kekurangan waktu pada pada saat itu saya meminta murid untuk mengerjakannya di pertemuan berikutnya sembari saya membawa beberapa kertas karton untuk dibagi-bagikan kepada peserta didik yang di mana hasil QR code-nya mereka print out dan mereka tempel pada kertas karton buffalo yang sudah saya sediakan. Selanjutnya kertas itu saya bagikan pada kelompok yang lain dan begitupun dengan kelompok yang lainnya jadi kelompok yang lain mendapatkan materi baru dari materi sebelumnya yang mereka miliki Dan kemudian mereka dokumentasikan hasil kerja mereka.
Outputnya banyak sekali kehebohan dan kelucuan yang terjadi ketika mereka mengerjakan itu di dalam kelas. Karena saya sebagai guru tidak membatasi bahkan memberikan kebebasan kepada mereka mau bekerja di dalam kelas atau bekerja di luar kelas tapi dengan syarat tetap bersama dengan kelompoknya. Sehingga apa yang saya inginkan itu tersampaikan kepada mereka.