PEMBELAJARAN DESAIN GRAFIS MENJADI
MENYENANGKAN DENGAN GAWAI
Saya adalah seorang guru yang mengajar di SMP Muhammadiyah 4 Petarukan. Backround lulusan non pendidikan, terkadang menjadi kendala untuk melakukan kegiatan belajar mengajar serta menyiapkan berbagai macam administrasi guru lainnya. Terlebih saya tidak hanya mendapat tugas menjadi guru bimbingan konseling. Namun juga mendapat kepercayaan untuk menjadi wali kelas dan mengajar mata pelajaran lain seperti seni budaya.
Saya pernah mengalami dititik terjenuh dan terbesit untuk berhenti menjadi seorang guru. Bukan karena murid-muridnya yang sulit untuk diatur, melainkan karena kegiatan pembelajaran yang sangat monoton. Saya merasa tidak berkembang, metode ceramah dan pembelajaran yang hanya berpusat kepada guru menjadi acuan untuk mengajar. Namun saya tidak berhenti sampai di situ, saya justru merasa tertantang untuk melakukan suatu perubahan di kelas dengan menciptakan ruang belajar yang menyenangkan, kreatif dan inovatif. Tidak mudah memang, banyak sekali kendala yang ditemui yaitu murid yang sudah terbiasa dengan pembelajaran teacher center sangat sulit untuk out of the box serta fasilitas yang tidak memadai.
Pelajaran seni budaya terdapat banyak materi yang melakukan kegiatan praktik dan membutuhkan fasilitas yang menunjang. Suatu ketika kami sedang belajar materi seni grafis. Materi tersebut mebutuhkan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar murid, seperti alat sablon. Namun, sekolah tidak memiliki peralatan tersebut. Keadaan tersebut tidak membuat saya menyerah begitu saja. Saya mencoba untuk menyuruh murid membawa alat sablon beserta perlengkapnya. Untuk meringankan biaya, saya membaginya secara berkelompok. Ternyata permasalahan tidak selesai sampai di situ, karena ternyata tidak ada satupun yang membawa perlengkapannya. Kecewa itu pasti, namun saya mencoba menanyakan kepada murid perihal tersebut.
“Kenapa kalian tidak membawa perlengkapan alat sablon ?” Tanya saya.
“Susah pak nyarinya, kayaknya sudah tidak ada yang menjual di sini. Lagipula alat itu kan sudah lama sekali, sekarang sudah pakai digital” Jawab salah satu murid.
“Iya pak” Seru murid yang lain.
Mendengar pernyataan dari murid membuat saya berpikir sejenak.
“Benar juga apa yang dikatakan murid” Gumam saya dalam hati.
Dari situ lah saya mencoba melakukan refleksi, bahwa murid saya lahir di zaman yang berbeda. Dulu ketika saya menjadi murid belum kenal dengan yang namanya smartphone. Melalui refleksi tersebut saya harus melakukan suatu perubahan dalam pembelajaran dengan mengikuti perkembangan zaman untuk menjadi guru kekinian dan membantu apa yang dibutuhkan oleh murid.
Dari refleksi tersebut, saya mempunyai ide menggunakan media pembelajaran berbasis gawai pada materi desain grafis. Awalnya susah, murid tidak diperbolehkan membawa gawai. Tetapi saya mencoba untuk meminta izin kepala sekolah agar murid bisa membawa gawai ke sekolah guna penunjang kegiatan belajar. Setelah mendapatkan izin, segera mungkin saya menuju kelas untuk mengumukan ke murid supaya membawa gawai untuk media pembelajaran.
“Kalian apa kabar ?” Sapaku kepada murid yang sedang asik di kelas.
“Baik pak” Jawab sebagian dari murid.
Mendengar jawaban tersebut, salah satu murid langsung menanggapi.
“Bosen pak, capek, ngantuk, pulang aja ya pak.” Celetuknya diikuti tawa kecil temen-temennya yang lain.
“Tenang, minggu depan kita seru seruan membuat desain grafis mengunakan gawai, jadi besok ketika pelajaran seni budaya kalian boleh membawa gawai kalian.”
“Beneran pak boleh ?” Tanya salah satu murid.
“Iya boleh” Jawab saya
Sontak seisi kelas ramai.
“Hoorrreeeee”
Rasanya saya sudah tidak sabar untuk menanti besok pagi. Hingga hari yang ditunggu pun tiba, saatnya saya masuk kelas untuk menerapkan strategi belajar berbasis digital.
“Selamat pagi” Sapaku dengan penuh semangat.
“Pagi pak” Jawab mereka kompak.
Nampaknya pagi ini murid saya bahagia sekali, lebih bahagia dari pagi-pagi biasanya. Sepertinya mereka sudah tidak sabar saya ajak untuk seru-seruan membuat desain grafis menggunakan gawai. Sebelum pembelajaran dimulai, saya menanyakan kesiapan mereka untuk belajar hari itu.
“Kalian sudah siap untuk belajar hari ini ?” Tanya saya.
“Siap pak” Jawab mereka kompak.
Setelah itu, saya mengecek siapa saja yang tidak membawa gawai. Bagi yang tidak membawa, saya menyarankan ke murid untuk membentuk kelompok atau begabung dengan temannya Untuk kelompok maksimal dua orang.
Setelah mengecek peralatan tersebut, saya memberikan intruksi kepada murid untuk membuat desai grafis dengan menggunakan gawai.
“Silakan download aplikasi yang tersedia di playstore, ada banyak aplikasi desain di sana. Ada canva, piscay, desain marker. Pilih sesuai keingianan kalian.” Perintah saya.
Kemudian murid langsung sibuk dengan gawainya untuk mencari aplikasi yang sesui dengan keinginannya. Dengan begitu murid jauh lebih bersemangat dan termotivasi untuk belajar mencoba. Ada beberapa murid yang sudah mahir dalam mendesain. Saya mengamati murid mengerjakan tugas tersebut. Nampak beberapa dari mereka yang sudah selesai mendesai mencoba memberikan sara dan membantu temannya yang mengalami kesusahan. Tanpa disadari murid belajar dengan sendirinya, belajar fungsi tools-tools yang ada di aplikasi dan aktif bertanya.
Tak terasa dua jam berlalu begitu cepat
“Nak, kalau sudah selesai silakan tugasnya bisa dikirimkan ke WhatsApp pribadi saya. Setelah itu, desain yang kalian buat nantinya akan kita print dan dipasang di majalah dinding sekolah.” Perintah saya.
Hal tersebut saya lakukan untuk memberikan apresiasi kepada murid. Dan hasil karya mereka sungguh diluar dugaan, desain grafisnya bagus-bagus sekali. Saya terkagum dengan hasil karya mereka. Selama ini saya tidak pernah melihat murid belajar seseru ini.
Diakhir pembelajaran saya mencoba menanyakan ke murid terkait pembelajaran hari ini.
“Apa pendapat kalian dengan pembelajaran hari ini?” Tanya saya.
“Seru pak, ternyata desain grafis bisa dilakukan di gawai kita ya pak. Pak boleh tidak nanti saya mau membuat desain lagi dan saya kirimkan ke Bapak.”
“Boleh silakan, nanti saya ambil nilai yang terbaik dari hasil karyamu” Jawab saya.
Saya belum pernah mendapati situasi seperti ini selama saya mengajar. Barukali ini murid diberi tugas, semuanya mengerjakan dan mengumpulkan dengan tepat waktu. Proses belajar yang tadinya satu arah kini berubah menjadi dua arah, belajar yang tadinya membosankan menjadi belajar menyenangkan dan saling berkolaborasi satu sama lain. Bukan hanya sesama murid tetapi juga dengan guru. Kebutuhan belajar tidak lagi hadir dari tuntutan saya selaku seorang guru, tetapi hadir dari kebutuhan belajar murid.
Dari kegiatan tersebut, saya semakin percaya, apabila kebutuhan belajar murid terpenuhi, mereka akan belajar secara aktif dan mandiri. Murid akan belajar tanpa paksaan, dan mereka akan merasakan suasana belajar yang asyik.
Semoga dengan praktik baik yang dimulai dari kelas saya akan berdampak kepada guru-guru lain. Ssepert pidato mas Nadiem Anwar Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia “Apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak.”