Pembelajaran Berdiferensiasi, Solusi Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid

Saya adalah salah satu guru yang bertugas di SDN 013 Ringin Jaya Pulau Burung sejak tahun 2010. Sekolah ini terletak di Desa Ringin Jaya Kecamatan Pulau Burung Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau yang berbatasan langsung dengan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Untuk bisa sampai ke tempat tugas saya baik dari kecamatan maupun dari kabupten harus ditempuh melalui transportasi air dengan jarak tempuh yang cukup jauh. Sehingga untuk sampai ke tempat tugas saya dibutuhkan juga biaya transportasi yang cukup mahal. Sebagai seorang abdi negara yang ditempatkan di daerah seperti ini tentunya butuh perjuangan dan pengorbanan yang sangat luar biasa. Belum lagi dengan fasilitas yang sangat minim sekali

Dari pertama bertugas hingga sekarang, saya diberikan amanah oleh kepala sekolah untuk mengajar di kelas VI. Amanah ini tentunya berdasarkan hasil musyawarah dan kesepakatan bersama yang dilakukan pada setiap awal tahun pelajaran baru. Dewan guru yang terdiri dari delapan orang termasuk kepala sekolah dan saya sendiri, sepakat agar saya tetap mengajar di kelas VI. Bagi saya, ini adalah sebuah amanah yang harus saya laksanakan dengan ikhlas dan penuh tanggungjawab. Walaupun sebenarnya dalam hati kecil saya ingin mencoba sebuah petualangan baru yaitu mengajar ditingkat kelas lain seperti kelas rendah, misalkan kelas I. Mungkin akan lebih banyak tantangan yang saya hadapi jika mengajar di kelas I daripada mengajar di kelas VI. Semakin banyak tantangan tentunya akan membuat saya semakin tangguh. Karena untuk menaklukan tantangan pasti ada strategi yang harus saya miliki dan kuasai hingga pada akhirnya strategi tersebut saya terapkan. Eh, bukan berarti mengajar di kelas VI tidak ada tantangannya ya! Tantangan pasti selalu ada.

Banyak orang mengatakan, sebelas tahun mengajar di kelas yang sama dengan materi yang sama pasti murid-murid yang diajarnya akan cepat paham karena gurunya sudah fasih atau hafal materinya di luar kepala. Saya kurang setuju dengan pendapat seperti ini karena menurut saya, mengajar itu bukan tentang mentransfer materi kepada murid dan bukan tentang hafalan materi pelajaran. Akan tetapi lebih kepada bagaimana cara murid tersebut mampu memahami sebuah konsep untuk mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Artinya ada konten yang dibutuhkan, ada proses yang diperlukan dan tentunya ada produk yang dihasilkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya. Nah, tantangan yang saya hadapi di kelas adalah tingkat ketercapaian terhadap tujuan pembelajaran masih belum maksimal. Artinya masih ada murid yang belum bisa memahami sebuah konsep yang saya sampaikan.

Saya mencoba melakukan sebuah refleksi dan evaluasi terhadap pembelajaran yang selama ini saya lakukan terhadap murid-murid saya. Selama sebelas tahun mengajar ternyata saya masih menerapkan model pembelajaran satu untuk semua. Artinya satu metode untuk semua murid, satu konten untuk semua murid, satu proses untuk semua murid dan satu produk untuk semua murid. Padahal saya tahu bahwa setiap murid itu memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan beranekaragam dalam hal gaya belajar, kemampuan awal dan minat serta potensi yang dimilikinya. Hal inilah yang menyebabkan ketercapaian dari tujuan pembelajaran belum maksimal yang berimbas kepada menurunnya semangat belajar murid.

Menurut saya ini adalah sebuah masalah yang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Saya harus mencari solusi yang tepat agar masalah ini dapat diatasi. Saya yakin dan percaya bahwa setiap permasalahan yang dihadapi pasti ada cara atau jalan untuk mengatasinya. Akhirnya saya menemukan solusi dari permasalahan yang selama ini saya hadapi yaitu sebuah model pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi ini adalah sebuah model pembelajaran yang dirancang untuk mengakomodir kebutuhan belajar setiap murid. Atau sebuah model pembelajaran bagi murid yang memiliki keberagaman.

Murid itu unik dan beragam. Kalau saya menerapkan model pembelajaran satu untuk semua murid, ya sudah jelas akan ada murid saya yang dirugikan sehingga tujuan pembelajarannya tidak akan tercapai. Nah, dengan model pembelajaran berdiferensiasi ini saya harus merancang materi berdasarkan kondisi dan kemampuan murid. Saya harus membuat sebuah materi pembelajaran dalam bentuk tulisan, video, gambar dan audio. Sehingga murid saya yang memiliki kemampuan gaya belajar yang berbeda dapat terakomodir kebutuhan belajarnya.

Sebut saja murid saya yang bernama Jesica, ia memiliki gaya belajar audio visual. Ketika materi pembelajaran saya sajikan dalam bentuk tulisan, ia tidak mampu memahmi apa yang tersirat dalam tulisan tersebut. Ia merasa bingung walaupun telah beberapa kali membacanya. Akan tetapi, ketika materi pembelajaran saya sajikan dalam bentuk audio visual, ia mampu dengan cepat memahaminya. Begitu juga dengan murid saya yang bernama Bela, ia memiliki gaya belajar visual yang mana ia akan cepat memahami sebuah materi dalam bentuk gambar daripada tulisan.

Langkah awal yang saya lakukan untuk menerapkan model pembelajaran berdiferensiasi ini adalah saya melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid. Dalam melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid ini, saya langsung melalui pengamatan dan juga menyebarkan sebuah kuisioner tentang minat dan hobi murid. Langkah selanjutnya saya mulai merancang pembelajaran dengan menentukan tujuan pembelajaran terlebih dahulu, kemudian membuat konten pembelajaran. Konten pembelajaran tersebut saya buat dalam berbagai bentuk yaitu tulisan, gambar, peta pikiran, video dan rekaman audio. Selanjutnya saya menentukan proses pembelajarannya yaitu aktivitas yang dilakukan murid dalam mengakses konten pembelajaran yaitu secara mandiri, kelompok, diskusi, wawancara, pengamatan, maupun praktik. Lalu menentukan produk yang dihasilkan bisa dalam bentuk tulisan, gambar, rekaman video, rekaman audio.

Ketika saya melaksanakan pembelajaran dengan salah satu tujuan pembelajaran yaitu murid mampu menceritakan salah satu tokoh penemu terkenal, saya memberikan murid kebebasan untuk menentukan siapa tokoh penemu terkenal yang akan mereka ceritakan. Bela yang memiliki hobi berolahraga, ia memilih tokoh penemu terkenal yang menemukan permainan bola basket. Jesica yang memiliki hobi menyanyi, ia memilih tokoh penemu terkenal yang menemukan alat musik. Panji yang menyukai pelajaran IPA, ia memilih tokoh penenmu terkenal yang menemukan bola lampu pijar. Demikian juga ketika murid-murid mencari informasi tentang tokoh penemu terkenal, saya memberikan murid kebebasan untuk menemukan informasi baik melalui buku diperpustakaan maupun melalui media internet dan juga video yang saya berikan. Alhasil produk yang mereka buat pun beranekaragam. Ada yang membuatnya dalam bentuk tulisan dan lisan, kemudian direkam berupa rekaman audio. Ada juga murid yang membuatnya dalam bentuk rekaman video langsung ketika mereka bercerita.

Saya memberikan penilaian bukan berdasarkan kepada media atau alat yang digunakan murid dalam membuat produk. Kalau penilaiannya berdasarkan kepada media atau alat yang digunakan tentunya akan ada murid yang dirugikan. Karena biasanya saya akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada murid yang membuat video daripada murid yang membuat tulisan. Tentu ini akan tidak adil karena tujuan pembelajarannya bukan tentang medianya, tetapi tentang kemampuan murid untuk menceritakan tokoh penemu terkenal. Nah, penilaiannya jelas yaitu struktur kalimat dan tata bahasa baik itu yang diceritakan melalui tulisan, rekaman audio maupun rekaman video.

Ahamdulilah, setelah saya menerapkan model pembelajaran berdiferensiasi semangat belajar murid menjadi meningkat, tentunya dibarengi juga oleh ketercapaian tujuan pembelajaran secara maksimal. Murid belajar dengan senang dan merasa bahagia karena apapun yang mereka lakukan dan kerjakan dihargai dan diapresiasi dengan baik.  Dari kegiatan ini saya belajar bahwa menghadirkan pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik murid agar kebutuhan belajar bisa tercapai.


Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top