Pembelajaran Berdiferensiasi, Pembelajaran Yang Menyenangkan

Dahulu pada saat mengajar, saya ingat betul bahwa dalam pemberian tugas, saya selalu menekankan kepada murid untuk mengerjakan tugas sesuai yang saya anjurkan (satu macam tugas) misalnya saja dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di Kelas IX, pada materi menghormati orang tua dan guru.

Saya memfasilitasi murid untuk belajar dengan menuangkan ide dalam bentuk puisi yang dikaitkan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Semua murid harus mengerjakan dalam bentuk puisi, tidak diberi kebebasan untuk mengerjakan dalam bentuk yang lain. Hal itu saya lakukan karena berharap dengan membuat puisi, murid akan lebih antusias dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Namun nyatanya, rencana yang saya harapkan tak berjalan sesuai keinginan. Pada saat jam pelajaran berakhir, hanya beberapa murid yang berhasil mengumpulkan tugas yang diberikan. Dan sebagiannya lagi, beberapa dari mereka yang bersikap pasif sehingga tidak menghasilkan sebuah karya yang diharapkan, dan adapula yang mengumpulkan, namun melakukan copy paste atau plagiat dari internet.

Nah, di sini ada tantangan nyata, adanya miskonsepsi dalam pemberian tugas, dan pada saat itu saya belum memahami tentang pembelajaran berdiferensiasi. Hal itulah yang membuat murid merasa tertekan dalam belajar, karena tidak sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minatnya masing-masing. Pembelajaran yang saya lakukan masih berpusat pada guru, tanpa memperhatikan kebutuhan murid sebagai individu yang tumbuh sesuai dengan kodratnya masing-masing.

Namun Alhamdulillah, dengan ilmu yang saya dapatkan dari beberapa pelatihan tentang merdeka belajar, saya mendapatkan ilmu baru terkait pembelajaran Berdiferensiasi, yaitu pembelajaran yang memperhatikan kebutuhan belajar murid, baik dari segi gaya belajar, minat maupun profil belajarnya.

Akhirnya saya pun mencoba untuk mencari dan mengidentifikasi letak permasalahan yang menyebabkan siswa tidak antusias dalam belajar, yang menjadi penyebab seringnya tidak mengumpulkan tugas sesuai yang diharapkan.

Saya mengajak mereka untuk berbicara dan mendengar keluh kesahnya, saya membagikan angket untuk memetakan kebutuhannya, bagaimana kesiapan belajarnya serta bagaimana minat serta profil belajarnya.

Dari proses itu, saya menemukan faktor penyebabnya. Bahwa setiap murid tumbuh dengan kodratnya masing-masing, seorang guru hanya bertugas untuk menuntun murid agar kodratnya dapat terus berkembang. Sehingga dalam pembelajaran yang saya lakukan sebelumnya, saya menyadari bahwa beberapa dari mereka tidak memiliki bakat dan minat dalam pembuatan puisi.

Sejak saat itu, saya tidak lagi memberikan tugas kepada murid dengan menentukan bahwa mereka harus membuat produk hanya dalam satu bentuk, akan tetapi saya memberikan kebebasan kepada mereka sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing.

Dan terbukti, pada sesi pembelajaran berikutnya lebih menyenangkan, beberapa murid mengumpulkan tugas dalam bentuk puisi, lagu, gambar dan bahkan ada yang menuliskan dalam bentuk surat kepada orang tua ataupun guru.

Di sini saya melihat, murid tidak lagi mengerjakan tugas karena merasa tertekan, akan tetapi mereka dengan senang hati, percaya diri dan antusias dalam mengerjakan setiap tugas yang diberikan.

Dengan karya yang mereka kumpulkan, saya tidak menyangka bahwa murid dapat se-kreatif melampaui apa yang saya pikirkan. Bahkan salah satu siswa yang saya anggap terbelakang dalam pembelajaran sebelumnya, dapat menghasilakan sebuah karya yang luar biasa.

Saya pun baru tau, ternyata begitulah dampak pembelajaran yang memberi keleluasaan pada murid untuk meningkatkan potensi dirinya yang sesuai dengan kesiapan belajar,minat dan profil belajarnya masing-masing. Kereen..

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top