Pembelajaran Berbasis Proyek Di Kurikulum Merdeka, Bagaimana Penerapannya?

Project-based learning (PjBL) merupakan model pembelajaran dengan porsi terbesar di Kurikulum Merdeka. Banyak guru mulai kebingungan dengan penerapannya terutama yang mengajar sekolah dasar. Li’lli Nur Indah Sari, guru SDI Nurul Hikmah Tangerang sudah membuktikan bahwa pembelajaran berbasis proyek juga bisa diterapkan di kelas satu SD.

“Awal terpikir untuk mengadakan PjBL itu karena kekhawatiran murid sebenarnya tidak benar-benar paham kalau hanya disuruh menghafal lalu mengerjakan soal,” ungkap Lilik, sapaan akrabnya.

Lilik tidak ragu untuk mengungkapkan keresahannya ke pihak sekolah, Komunitas Guru Belajar Nusantara, dan Cerita Guru Belajar, berharap ada solusi. Dari situ muncul ide untuk menerapkan PjBL dan pihak sekolah mengizinkan.

Langkah awal yang Ia lakukan adalah memancing pertanyaan materi terlebih dulu ke murid-muridnya untuk memahami proyek apa yang cocok. Melalui proses ini, Lilik mengajak murid untuk melihat dan memahami apa permasalahan yang ada di sekitarnya.

“Ketika itu, anak-anak belajar tentang kedisiplinan. Saya tanya ke mereka, apa manfaat dari hidup yang disiplin. Ada yang menjawab, kedisiplinan dari kesepakatan di rumah yang ditegakkan membuat kondisi rumah lebih nyaman,” ungkapnya.

Cerita dari muridnya tersebut membuat Lilik ingin menggali lebih dalam lagi. Ia bertanya, apakah di rumah mereka sudah ada kesepakatan bersama?

Ternyata banyak murid yang mengungkapkan, kesepakatan di rumah sudah ada namun seringkali dilanggar. Akhirnya Lilik bersama murid-muridnya merumuskan bersama proyek apa yang harus mereka kerjakan, yaitu “Menjadi Pengawal Kesepakatan untuk Kedisiplinan di Rumah”.

Untuk durasi waktu pengerjaanya pun, Lilik tidak menetapkannya sendiri. Melainkan mengajak murid-muridnya berdiskusi. Hingga mereka menemukan kesepakatan, yakni satu minggu.

“Setelah satu minggu, saatnya refleksi bersama. Murid ada yang bercerita mereka menegakkan kedisiplinan agar anggota keluarganya di rumah salat tanpa menunda waktu. Ada juga yang disiplin untuk selalu meletakkan handuk basah di jemuran karena katanya selama ini sering meletakkan di tempat tidur jadi berjamur,” cerita Lilik.

Lalu bagaimana murid-muridnya berusaha menyelesaikan masalah kedisiplinan yang ada di rumahnya? Ada yang mengkomunikasikan dengan orang tuanya, ada juga yang membuat poster sederhana yang menjadi pengingat kesepakatan ke anggota keluarganya.

Tidak selesai di situ, Lilik ingin memastikan apakah murid-muridnya memang benar paham tujuan dari dilakukannya proyek tersebut. Ia bertanya, mengapa setiap rumah memiliki kesepakatan yang berbeda.

Beberapa murid berani mengemukakan pendapatanya. Mereka menjawab, karena setiap rumah situasinya berbeda sehingga tentu kesepakatannya berbeda. Dari jawaban ini, Lilik yakin muridnya sudah paham mengenai kesepakatan kedisiplinan dan siap menerapkannya di mana pun mereka berada dengan konteks yang berbeda-beda pula.

“Anak SD pun bisa diajak pembelajaran berbasis proyek, hanya saja biasanya tidak pernah diberi kesempatan. Semoga kita bisa menjadi guru yang berprinsip merdeka belajar dan menerapkannya di kelas dengan selalu melibatkan murid dalam setiap proses pembelajaran,” tutup Lilik. (YMH)

Praktik baik Li’lli Nur Indah Sari sudah diliput oleh beberapa media massa, sebagai berikut;
1. Detik.com, klik di sini
2. Kumparan, klik di sini
3. Radar Pekalongan, klik di sini

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top