PAMERAN KARYA SEBAGAI ASESMEN MERDEKA BELAJAR
Penilaian akhir tahun ( PAS) baru diselesaikan murid-murid SDN Wonokerto. Saya menjadi bertanya-tanya apa manfaat dari penilaian akhir tahun ini, karena yang saya amati murid-murid hanya menjawab soal-soal saja, kemudian dinilai menggunakan angka-angka. Saya memeriksa jawaban murid-murid. Dari semua jawaban tersebut ada beberapa jawaban yang mendapatkan nilai lebih rendah dari teman-temannya. Lantas saya memberikan remidi untuk beberapa murid tersebut, namun hasilnya masih kurang memuaskan. Hal ini dikarenakan murid-murid tersebut kurang pandai membaca jadi mereka kurang memahami maksud dari soal yang diberikan. Maklumlah mereka masih duduk di kelas 1 SD.
Saya jadi teringat akan filosofi Ki Hadjar Dewantara yaitu tuntunlah anak-anakmu sesuai kodratnya. Tidak mungkin murid-murid diperlakukan sama, mereka mempunyai kemampuan dan keunikan tersendiri. Saya juga menjadi teringat kata-kata bijak dari bapak Bukik Setiawan yang mengatakan bahwa anak-anak bukanlah kertas kosong, mereka adalah kertas dengan goresan yang masih buram. Iya, mereka mempunyai kemampuan tersendiri di luar yang kita ketahui. Tugas kita sebagai guru adalah menampakkan goresan baik serta menenggelamkan goresan yang tidak baik melalui tuntunan.
Lalu saya berfikir bagaimana menampakkan goresan baik itu dengan menggali kemampuan anak-anak tersebut? Bagaimana saya dapat menyajikan pembelajaran dan assesmen yang bermakna yang bukan hanya konten serta nilai-nilai angka.Bukan asesmen seperti ini yang saya dan murid-murid harapkan. Bukankah murid-murid punya kemampuan dan minat tersendiri untuk menyelesaikan apa yang diberikan gurunya. Pasti ada cara lain penilaian yang lebih bermakna daripada penilaian akhir tahun.
Saya membuka aplikasi merdeka mengajar yang saya unduh di gaway, saya buka satu per satu ilmu yang disediakan di sana. Akhirnya sampailah jari saya pada pameran karya yang dapat digunakan sebagai assesment. Wah ternyata dengan menampilkan hasil karya banyak keterampilan yang akan murid-murid dapatkan. Bukan hanya keterampilan menulis namun keterampilan membaca, bernalar dan mempsesentasikan. Ini dapat menjadi inspirasi bagi saya. Tapi apakah mungkin dengan waktu yang singkat saya dan murid-murid dapat mewujudkannya. Bismillah saya optimis, dan langkah pertama saya adalah berdiskusi dengan murid-murid.
Esok harinya saya pergi ke sekolah dengan ceria, seperti biasa anak-anak memberikan salam kepada gurunya.” Tak sabar rasanya ingin sampai di kelas. Ingin rasanya saya menyampaikan semua ini. Sesampainya di kelas murid-murid menyambut kehadiran saya dengan gembira. Lalu sayapun berkata”Anak-anak apakah kalian pernah mendengar tentang pameran karya?. “Apa itu bu guru” jawab murid-murid. “Pameran karya adalah kegiatan proyek yang telah kalian lakukan selama satu tahun, dimana dari pameran tersebut kalian bebas menampilkan hasil belajar kalian sesuai minat dan keahlian kalian” jawab saya.” Wah pasti seru sekali” sela salah satu murid saya. “Iya, apa kalian tertarik menampilkan hasil belajar kalian selama satu tahun ini” tanya saya.” Iya bu guru kami mau, tapi saya mau sama temanku Syailendra,” jawab Ulil. “Ok kalian juga bebas menentuka siapa teman yang kalian ajak berkelompok, masing=masing kelompok terdiri 4 orang anak ya” jawab saya mengiyakan.
Akhirnya anak-anak menentukan kelompoknya sendiri. Setelah kelompok terbentuk saya menyajikan tema materi yang akan mereka pilih. Ada yang memilih tema penjumlahan dan pengurangan, ada yang memilih sila dan simbol Pancasila, ada yang memilih lingkungan bersih dan sehat, ada yang memilih karya dua dan tiga dimensi, ada yang memilih makhluk hidup dan tak hidup, ada yang memilih bangun datar dan bangun ruang, ada pula yang memilih Kerjasama dalam keluarga. Tema konten tersebut adalah tema yang telah murid-murid pelajari selama satu tahun. Murid-murid bebas mengerjakan proyeknya dengan cara yang disukainya. Ada yang membuat soal cerita dan mengerjakannya, ada yang membuat kalimat matematika penjumlahan dan pengurangan dengan jawaban terbuka, ada yang mendeklamasikan, ada yang menggambar, ada yang bercerita dengan cara mempresentasikan, ada yang membuat mind miping dan mempresentasikan juga, Namun sebelumnya sebagai pengingat (feedback) saya memberikan panduan berupa video, gambar dan panduan mengerjakan tugas melalui slide. Murid-murid melihat video dan panduan dengan bimbingan orang tuanya di rumah, jadi ketika berdiskusi mengerjakan proyeknya di kelas bersama kelompoknya murid dapat berperan aktif.
Benar sekali, saat berdisku bersama kelompoknya anak-anak terlihat begitu aktif dalam mengerjakannya, mereka terlihat bersemangat karena proyek yang dikerjakannya sesuai minat dan pilihannya. Masing-masing kelompok bertanggung jawab akan kelompoknya. “Bagaimana anak-anak apakah ada kesulitan dalam mengerjakannya?”, tanyaku.” Tidak bu guru, ini mudah dan menyenangkan”jawab mereka. “Apa kalian menyukainya” tanyaku. “Suka sekali bu guru, bu guru saya sedih karena naik kelas dan tidak dapat berjumpa bu guru lagi” jawabnya. Kalimat itu membuatku sedih sekaligus terharu. Berat rasanya melepas mereka, namun mereka harus melanjutkan pendidikannya. “ Semua guru itu baik kok sayang, di kelas dua nanti gurunya juga baik kok sayang”, hiburku. Dan seusai kegiatan kelompok kami bersama-sama menata ruangan untuk kegiatan pameran karya untuk esok hari.
Hari yang ditunggu-tunggupun tiba, murid-murid datang ke sekolah pagi sekali, tiga puluh menit sebelum masuk sudah banyak yang datang. Begitupun saya, saya datang pagi untuk melihat kesiapan murid-murid. Mereka terlihat ceria sekali. Murid-muridku tersayang. Saya meminta bapak kepala sekolah, rekan guru dan wali murid untuk berkunjung ke acara pameran karya kelas satu. Alhamdulillah mereka mendukung kegiatan ini, mereka berkunjung dari satu kelompok ke kelompok lain untuk menanyakan karya mereka. Merekapun menjawab dengan jawaban anak-anak, lugu dan polos, sesuai kodratnya. Tidak apa-apa yang terpenting adalah murid-murid berani berkomunikasi menampilkan karyanya.
Rekan-rekan guru merasa senang dengan hasil kerja murid-murid. Rekan-rekan guru berharap di tahun depan ada pameran karya dari kelas satu hingga kelas enam. Mereka melihat murid-murid kelas saya mendeklamasikan sila, simbol dan sikap Pancasila dengan lantang.Wali murid bangga dengan hasil capaian belajar putra-putrinya. Tertepis sudah anggapan bahwa anak yang tidak bisa membaca itu anak yang bodoh. Karena tidak ada anak yang bodoh, mereka sebenarnya mampu memahami sinyal dan maksud gurunya hanya saja dengan cara yang mereka kuasai. Tertepis sudah anggapan bahwa anak itu pasif karena tidak ada anak pasif yang ada adalah anak mengutarakan maksudnya dengan caranya.Karena terkadang anak lebih suka mengutarakan maksudnya dengan cara menulis, berbicara, menggambar, membaca, atau bercerita.
Pembelajaran yang saya ambil adalah ternyata assesment projek dengan pameran karya memberikan manfaat serta dampak yang luar biasa bagi murid-murid. Murid-murid menjadi anak-anak yang kreatif, berani dan percaya diri. Dengan pameran karya murid-murid dapat mengekspresikan pemahamannya dengan cara yang menyenangkan. Dan paling penting adalah tujuan kompetensi dasar akan tercapai dengan cara yang menyenangkan.. Dengan pameran karya dapat mengukur hasil belajar murid secara kontekstual dan bermakna. Inilah maksud dari merdeka belajar yang sesungguhnya.