Pakintaki Psm Untuk Stimulasi Keterampilan Berfikir 6C Dalam Menulis Recount Text

Pakintaki PSM Untuk Stimulasi Keterampilan Berfikir 6C Dalam Menulis Recount Text

Muji Budi Lestari (SMPN 3 Bontonompo Kab.Gowa, Sulawesi Selatan)

Materi menyusun teks berbahasa Inggris bagi saya cukup rumit. Banyak hal yang saling berkesinambungan agar peserta didik mampu menuntaskan KD yang telah ditentukan, yakni menyusun teks sederhana dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan, secara benar dan sesuai konteks.

Awalnya, saya membuat asesmen diagnostik pra pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana peserta didik mampu membuat cerita singkat berdasarkan pengalaman pribadi mereka. Berbekal keterampilan pada KD sebelumnya, yaitu materi simple past tense, saya berharap peserta didik masih mengingat aturan kalimat dengan pola ini. Saya membebaskan mereka menulis pengalaman pribadinya dengan gaya mereka masing-masing namun tetap dalam ketentuan sebagai berikut:

1. Tulisan sekurang-kurangnya memuat empat paragraf yang terdiri dari: judul, orientasi atau perkenalan latar kejadian, tahap-tahap kejadian, serta hikmah maupun pesan moral yang dapat diambil dari kejadian tersebut.

2. Setiap paragraf berisi minimal 3 kalimat.

3. Setiap kalimat wajib mengikuti pola simple past tense.

4. Pengalaman harus orisinil, meskipun boleh mengakses berbagai sumber belajar digital.

Dalam prosesnya, saya mengizinkan peserta didik untuk berdiskusi dengan teman atau bertanya langsung kepada saya. Dari seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran pada hari itu, saya dapati fakta, bahwa:

1. Masih banyak peserta didik yang belum memiliki gagasan kreatif dan kolaboratif, meskipun telah diizinkan utnuk berdiskusi dengan temannya. Sebagian besar alur cerita sama dengan pesan moral yang sama.

2. Teks yang ditulis masih sangat minimalis, padahal sebenarnya masih bisa dikembangkan dengan daya nalar yang lebih kritis agar cerita lebih menarik.

3. Kemampuan komunikasi tertulis yang dimiliki peserta didik juga masih sangat minim. Hal ini tampak pada pengulangan kata yang sama beberapa kali sehingga teks terkesan hambar. Kata yang sering diulang itu di antaranya adalah: suatu hari… dan… setelah itu…

4. Struktur kalimat masih banyak yang belum konsisten mengikuti pola kalimat simple past tense. Masih banyak yang menulis cerita dengan struktur kalimat simple present tense dan present continuous tense, padahal cerita masa lalu wajib menggunakan pola kalimat simple past tense.

5. Struktur teks yang disusun peserta didik juga terkesan sangat sederhana dan belum memenuhi ketentuan minimal kalimat dan paragraf. Bahkan yang lebih menyedihkan, masih ada beberapa peserta didik yang belum mampu membedakan mana kata dan mana kalimat.

Setelah menyimpulkan hasil asesmen diagnostik ini, saya pun mengkomunikasikan tantangan ini kepada teman sejawat. Ternyata mereka pun mengalami hal yang sama. Dari sini saya kemudian memikirkan bagaimana cara mengajar materi “Recount Text” dengan pola yang berbeda. Tujuannya agar peserta didik lebih mudah memahami teori teks ini dan mudah menyusun teks sesuai ketentuan.

Saya lantas mencari berbagai referensi untuk menyikapi tantangan ini. Saya teringat dengan pesan Pak Menteri Pendidikan beberapa waktu lalu. Saat ini peserta didik perlu untuk distimulasi keterampilan berfikir 6C yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan di masa yang akan datang. Komponen berfikir 6C itu adalah computational (komputasi), creative (kreatif), critical (kritis), collaboration (kolaborasi), communication (komunikasi), dan compassion (kasih sayang).

Computational thinking menjadi inti dari desain pembelajaran yang akan saya rancang. Dimana ini memiliki empat langkah yaitu: decomposition, pattern recognition, abstraction, dan algorithms. Decomposition ialah bagaimana peserta didik mampu mengurai masalah (penyusunan teks berdasarkan gambar) yang kompleks menjadi bagian-bagian kecil sehingga lebih mudah untuk ditangani. Pattern recognition ialah bagaimana peserta didik mampu mencari persamaan atau pola yang terdapat di dalam permasalahan (teks). Abstraction ialah bagaimana peserta didik fokus pada informasi yang penting saja dan mengabaikan informasi lain yang tidak relevan. Adapun algorithms ialah bagaimana peserta didik menentukan langkah demi langkah solusi untuk mengatasi masalah atau prosedur yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah (menyusun sebuah teks).

Creative, critical, dan communication selanjutnya berkaitan dengan bagaimana peserta didik mampu membahasakan gambar-gambar menjadi beberapa gagasan yang saling terkait dan memenuhi struktur kalimat dan struktur teks dengan model berfikir komputasi. Sedangkan collaboration dan compassion dapat distimulasi dengan membagi peserta didik ke dalam beberapa kelompok heterogen untuk mengerjakan tugas secara terbimbing.

Di sisi yang lain, ada satu hal yang sangat menarik perhatian peserta didik, kata baru yang sangat sering diucapkan di sekolah maupun di berbagai media sosial, slogan: “Pakintaki”. Setelah saya telusuri, kata ini ternyata bermakna positif. “Pakintaki” adalah bahasa Makassar yang berarti “Hentakkan”. Kata yang diucapkan untuk menggugah semangat atau membuat kaget. Awalnya digunakan untuk menyemangati pemain sepak bola PSM namun akhirnya viral di berbagai medsos dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari kata tersebut, muncullah ide saya untuk membuat akronim, Pakintaki PSM untuk menjadi sebuah desain pembelajaran. Saya menimbang, jika peserta didik diminta menulis teks tanpa media, mereka tampak kesulitan mendapatkan ide. Maka saya pergunakan media gambar sebagai bahan utama dalam desain pembelajaran ini. Adapun kata Pakintaki PSM, saya uraikan dalam beberapa tahap pembelajaran yakni:

P-Pilih Gambar. Pada saat peserta didik telah dibagi dalam beberapa kelompok, mereka mendapatkan lembar kerja yang di dalamnya terdapat beberapa gambar berseri untuk dipilih menjadi sumber ide cerita sebelum dituangkan ke dalam teks.


A-Amati. Peserta didik mengamati gambar secara seksama dan bersama-sama. Mereka mulai mendiskusikan tentang judul, orientasi/perkenalan latar kejadian, tahapannya, hingga pesan moral/kesimpulan akhir cerita.

KIN-Kerangka Inti. Peserta didik membuat kerangka inti cerita dari masing-masing seri pada gambar yang telah dipilih sebagai ide pokok. Kerangka inti ini adalah satu kalimat deskripsi dari satu gambar seri. Jika telah disusun, peserta didik dapat mendiskusikan apakah kerangka inti tersebut telah sesuai dengan alur pada gambar. Mereka bisa merevisi kerangkanya sesuai dengan kesepakatan kelompok.


TA-TAmbah kalimat. Jika kerangka inti telah tersusun, masing-masing dapat menambahkan kalimat yang relevan dengan gambar seri. Ini agar terbentuk satu paragraf utuh yang tidak rumpang.


KI-Kembangkan Isi. Jika diperlukan, peserta bisa menambah atau mengurangi kata maupun kalimat yang tidak perlu. Semuanya bisa disesuaikan berdasarkan kesepakatan bersama.


PSM-Pastikan Struktur Mantap. Peserta didik perlu memastikan kembali apakah teksnya sudah sinkron antara paragraf satu dengan paragraf berikutnya? Apakah judul dengan isi teks sudah sesuai? Apakah tenses yang digunakan dalam teks tersebut sudah sesuai? Struktur teks dan struktur kalimat menjadi kunci dari menarik atau tidaknya suatu teks.

Dalam pelaksanaannya, selama 4x pertemuan peserta didik tampak mengalami kemajuan. Pada pertemuan pertama mereka awalnya agak canggung duduk berkelompok dengan 4-5 orang yang bukan dalam ‘circle’nya. Pembagian kelompok ini diwarnai dengan protes beberapa siswi yang tidak terima jika dipisahkan dari teman sebangkunya. Namun dengan diskusi satu sama lain yang mengedepankan toleransi akhirnya kelas bisa kondusif kembali.

Di awal pembelajaran, saya hanya menjelaskan kesepakatan terkait tujuan pembelajaran, langkah-langkah, dan asesmen yang akan saya gunakan untuk mengukur keterampilan mereka. Tanya jawab sebelum melaksanakan kesepakatan ini saya buka seluas-luasnya. Setelah mereka bersepakat, saya tetap membimbing saat mengerjakan lembar kerja peserta didik. Saya berjalan dari satu kelompok ke kelompok lainnya untuk memastikan mereka tetap berada dalam koridor kesepakatan yang telah ditentukan di awal. Dengan diskusi terbimbing, satu sama lain saling melengkapi dan memperbaiki.

Hasil asesmen pertemuan pertama menunjukkan, dari jumlah peserta didik 32 orang, hanya 6,25% yang terlibat aktif dalam pembelajaran dan mencapai nilai KKM. 62,50% peserta didik terlibat aktif namun belum mampu mencapai nilai KKM. Selebihnya, 31,25% peserta didik tidak terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Memasuki pertemuan kedua, peserta didik merasa lebih siap belajar dengan pola pertemuan pertama. Mereka tampak lebih antusias berdiskusi dan saling bertukar ide. Hasilnya, 15,63% (yakni hanya satu kelompok yang terdiri dari 5) peserta didik yang terlibat aktif dan mencapai nilai KKM. 18,75% peserta didik tidak terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan 65,62% belum tuntas KKM namun terlibat aktif dalam pembelajaran.

Pada pertemuan ketiga, peserta didik semakin tampak kolaboratif dengan pembagian tugas masing-masing. Hasilnya, sejumlah 28 peserta didik atau 87,50% terlibat aktif dalam pembelajaran dan mencapai nilai KKM. Sisanya 12,50% tidak terlibat dalam pembelajaran dan belum mencapai nilai KKM.

Kesimpulannya, terdapat peningkatan keterampilan peserta didik dalam menulis Recount Text dengan menggunakan desain pembelajaran Pakintaki PSM. Stimulasi keterampilan berfikir 6C yakni: computational (komputasi), creative (kreatif), critical (kritis), collaboration (kolaborasi), communication (komunikasi), dan compassion (kasih sayang) juga telah diterapkan dengan baik oleh peserta didik. Hal ini diharapkan menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang bisa dilaksanakan dalam mata pelajaran lainnya sehingga peserta didik mendapatkan pengalaman lintas ilmu yang semakin beragam.***

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top