Pakar Pendidikan Apresiasi Cara Pemerintah Ganti Kurikulum

Setelah diluncurkan pada pertengahan Februari lalu, Kurikulum Merdeka akan dievaluasi dan diperlakukan secara nasional pada 2024. Ketua Yayasan Guru Belajar, Bukik Setiawan, mengapresiasi cara Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi menerapkan kurikulum baru yang tidak terburu-buru. 

Seperti diketahui, penerapan Kurikulum Merdeka menggunakan prinsip pilihan, bertahap, dan menyesuaikan kesiapan. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang dari proses penyusunan hingga pelaksanaan dilakukan di tahun yang sama.

“Pada Kurikulum 2013, saya mengkritik pembuatannya yang terburu-buru. Saat bergabung di kantor transisi Jokowi-JK tahun 2014 lalu, saya bahkan merekomendasikan perubahan kurikulum 2013,” ungkap Bukik.

Strategi pengembangan Kurikulum Merdeka sejatinya sudah biasa diimplementasikan di dunia start-up. “Namanya proses iterasi. Sebuah program dibuat, lalu dicoba secara terbatas, analisis apa yang kurang, segera diperbaiki, dicoba lagi dengan jangkauan yang diperluas, dianalisis kembali kurangnya, diperbaiki lagi, terus demikian sebelum diterapkan secara luas,” jelas Bukik.

Kendati ada kelonggaran penerapan hingga 2024, Bukik mengingatkan hal tersebut juga menjadi tantangan bagi satuan pendidikan. Pasalnya, selama ini satuan pendidikan tidak terbiasa untuk memilih.

Pilihan harus dipertimbangkan hingga matang dengan memperhatikan beragam aspek seperti misalnya kesiapan guru. Akan ada konsekuensi dari semua pilihan, jangan sampai satuan pendidikan menjadi repot sendiri karena pilihan yang tidak sesuai kesiapannya.

Selain penerapan yang tidak tergesa-gesa, Bukik juga mengapresiasi pemerintah yang membarengi kebijakan pergantian kurikulum dengan beberapa kebijakan lain seperti penghapusan UN dan adanya Asesmen Nasional (AN).

Langkah ini akan mendukung penerapan Kurikulum Merdeka itu sendiri. Akan ada perubahan sudut pandang masyarakat mengenai sekolah yang menarik. Sekolah juga akan berusaha untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut, tidak hanya karena instruksi pemerintah tapi menyadari zaman yang sudah berubah.

“Cara main sekolah untuk tetap eksis akan berubah. Misalnya dulu sekolah akan mencari perhatian dengan mengandalkan nilai UN. Masuk berita karena merupakan sekolah dengan nilai UN tertinggi. Sekarang sudah tidak relevan. Pada masa depan, sekolah bisa unjuk karya murid yang beragam,” jelas Bukik. 

Ketua Yayasan Guru Belajar itu menilai kurikulum baru yang tidak mengutamakan nilai sebagai tujuan pembelajaran merupakan terobosan besar untuk sistem pendidikan Indonesia. Ia menganggap, Kurikulum Merdeka lebih relevan untuk menjawab kebutuhan murid, orang tua, guru, satuan pendidikan, hingga pemerintah daerah. (YMH)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top