Sejak awal mengajar di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga akhirnya saat ini mendidik di Sekolah Dasar (SD) lebih tepatnya di SDN Balongsari Gedeg Mojokerto.
Saya sangat bersemangat untuk mengupayakan intergrasi media digital di kelas yang saya isi. Hal ini didasari oleh rasa prihatin saya terhadap dunia pendidikan di daerah saya yang kurang baik dalam pemanfaatan media digital, padahal di era revolusi indstri 4.0 ini kita dituntut harus terus mengikuti perkembangan zaman dan menguasai teknologi yang ada. Jika kita sebagai pendidik kurang bisa memanfaatkan teknologi, maka bagaimana mungkin anak didik kita bisa memahami hal itu? Tak jarang pula ada peserta didik yang bosan akan kegiatan pembelajaran karena terkesan monoton dan kuno.
Dalam pengimplementasian integrasi media digital pada saat kegiatan pembelajaran dimulai, saya kerap kali menemukan masalah, baik dari diri sendiri ataupun dari pihak eksternal dan lebih dominan dari pihak eksternal.
Permasalahan itu muncul karena sudah banyak pendidik yang berumur dan tidak memahami akan dunia teknologi. Jika diulas lebih dalam lagi, memang seharusnya pendidik bisa menyetarakan diri dengan peserta didik, baik pendidik muda ataupun yang sudah berumur lebih, mengapa demikian? Karena peserta didik saat ini lebih tertarik dengan dunia digital. Jika tidak mau menggunakan media digital, minimal campuran, maka apa yang disampaikan pendidik akan sulit diterima oleh peserta didik.
Saya merasa jika hal ini terus dibiarkan, maka bisa-bisa pemahaman murid terhadap materi pelajaran akan semakin menurun. Lantas, saya mencoba berpikir untuk mencari solusi agar teman sejawat di sekolah tempat saya mengajar bisa menggunakan media digital dalam penyampaian materi di kelas. Saya terinspirasi oleh Mas Menteri Nadiem Makarim, Bu Najeela Shihab, dan organisasi profesi guru yang sering mengunggah postingan di media sosial menggunakan media yang mudah untuk dilakukan oleh berbagai kalangan.
Akhirnya, seizin kepala sekolah, saya melakukan kegiatan mini workshop yang dikemas dalam NABUR (Sinau Bareng Sedulur) yang diadakan secara rutin setiap seminggu sekali. Sebelum saya memberikan secuil imu kepada sejawat di sekolah, saya sudah terlebih dahulu melakukan kegiatan belajar mengajar menggunakan media digital dan meminta testimoni kepada mereka. Ternyata, mereka tertarik untuk melakukan kegiatan belajar mengajar menggunakan media digital karena dapat membuat peserta didik lebih aktif. Namun, mereka juga bercerita bahwa bingung harus memulai dari mana, sedangkan mereka yang berumur juga awam dengan teknologi.
Semangat saya semakin bertambah melihat mereka ada kemauan untuk belajar dan berkembang. Setelah itu, saya langsung menentukan hari dimana setelah peserta didik pulang, semua guru berkumpul di salah satu ruangan untuk mengikuti NABUR. Meskipun saya juga masih belajar, saya optimis untuk berbagi agar sekolah bisa memiliki kemajuan dan pendidik yang ada bisa menyampaikan materi secara optimal.
Diluar dugaan saya, ternyata NABUR ini diikuti oleh pendidik di sekolah saya dengan antusias belajar yang tinggi dan menarik perhatian mereka untuk menerapkan apa yang didapat ke dalam kelas yang di isi. Sebagai langkah awal dan evaluasi kedepannya, saya bagi menjadi beberapa kelompok, kelas tinggi dan rendah. Dimana dalam minggu depan harus mengimplementasikan media digital untuk mendukung kegiatan belajar mengajar, sedangkan kelas rendah tidak melaksanakan.
Setelah seminggu berlalu, pertemuan NABUR kedua dilakukan, dimana saya awali dengan refleksi apa yang telah dilakukan dan perubahan apa yang telah ada. Saya meminta kelompok kelas tinggi yang telah melakukan kegiatan belajar mengajar menggunakan media digital untuk presentasi di depan, mereka cerita bahwa peserta didik sangat semangat dan aktif mengikuti pembelajaran yang dibawakan saat itu, kata salah satu guru “Saya kaget, waktu saya tampilkan visual yang lucu, mereka tertawa lepas dan penuh tanda tanya tentang apa maksud dari visual itu, berarti menggunakan media digital mampu melatih kemampuan berpikir peserta didik untuk bertanya dan ingin mengetahui apa yang sedang ia pelajari, meskipun sederhana.”
Dari pengalaman ini, saya mendapatkan banyak pelajaran diantaranya adalah pelajar sepanjang hayat itu bukan hanya sebuah slogan, tapi nyata adanya asalkan ada niat dan kemauan yang mendasari. Tak hanya itu, pembelajaran yang mengaplikasikan media digital sangat efektif membangun suasana kegiatan belajar mengajar yang terkesan santai namun juga melatih motorik anak.
Ke depannya, saya akan terus mengembangkan praktik baik yang saya bungkus di NABUR ini agar dapat menggunakan media digital lain dan tidak menyusahkan bagi sejawat. Selain itu, saya juga berencana untuk kerja sama dengan organisasi profesi guru atau fasilitator yang menggeluti media digital agar bisa berbagi dan bermakna dengan saya serta teman-teman sejawat. Semoga praktik baik yang saya lakukan bisa menjadi inspirasi dan dapat diimplementasikan oleh teman-teman sejawat seluruh Indonesia untuk membangun pendidikan yang lebih baik dan penuh warna, terima kasih.