Civitas akademika kampus wajib menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat. Akan tetapi, Bukik Setiawan, ketua Yayasan Guru Belajar mengatakan, banyak perguruan tinggi masih terjebak dalam miskonsepsi implementasinya.
Penggerak merdeka belajar yang pernah menjadi dosen di Universitas Airlangga tersebut mengungkapkan setidaknya ada tiga miskonsepsi yang harus segera dibereskan. Pasalnya, miskonsepsi ini menghambat kampus untuk bergerak progresif.
“Miskonsepsi pertama yaitu Tri Dharma diimplementasikan secara terpisah. Biasanya ada lembaganya sendiri-sendiri di kampus. Pengajaran ada lembaga sendiri, penelitian ada lembaganya sendiri, pengabdian masyarakat terpisah lagi,” jelas Bukik pada Senin (28/03/2022) di Temu Dosen Belajar.
Ia menegaskan, pada kenyataannya seseorang yang memiliki spesialisasi pada ilmu tertentu akan sulit untuk menguasai ilmu tersebut jika tidak mendalami dari ketiga sisi pilar Tri Dharma. Sebaliknya, seseorang yang ingin mendalami suatu ilmu akan lebih mudah mencari apa yang bisa dilakukannya untuk memberikan manfaat dengan prinsip Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Miskonsepsi kedua, jelas Bukik, pemaknaan Tri Dharma sebagai strategi kelembagaan tidak berjalan. Pemaknaan Tri Dharma hanya sebatas pada level individu semata.
“Dulu pernah ada menteri yang punya jargon “perguruan tinggi berbasis riset”, terus semua jadi fokus ke riset, seolah-olah semua ingin menjadi perguruan tinggi berbasis riset, padahal kualitas dosennya tidak memadai,” tuturnya.
Ia mengatakan, meskipun setiap perguruan tinggi harus melaksanakan tiga pilar perguruan tinggi tersebut, seharusnya tetap memberikan fokusnya pada poin tertentu saja. Menyesuaikan dengan apa yang ingin dijanjikan atau ditawarkan ke masyarakat.
Miskonsepsi ketiga, ungkap Bukik, yakni orientasi Tri Dharma Perguruan Tinggi selama ini bukan ke dampak melainkan kegiatan. Sehingga turunan dari setiap pemaknaan pilarnya adalah kegiatan seperti kegiatan mengajar, kegiatan penelitian, dan kegiatan pengabdian masyarakat.
“Padahal dalam proses pembelajaran atau pengajaran bisa jadi pemicu lahirnya penelitian. Kemudian dari dasar tersebut bisa jadi kegiatan pengabdian masyarakat. Bukan mencari bisa melakukan kegiatan apa untuk memenuhi kewajiban. Tapi dari fokus kita, apa manfaat atau impact yang bisa kita berikan?,” tutup Bukik. (YMH)