Mewjudkan Generasi Profil Pelajar Pancasila Bersama “Polisi”

MEWUJUDKAN GENERASI BERPROFIL PELAJAR PANCASILA BERSAMA POLISI (PROGRAM LITERASI SEMINGGU BERISI)

            Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan saat ini memperkuat tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut dikenal dengan istilah Profil Pelajar Pancasila. Pelajar yang memiliki profil ini adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya. Dimensi ini adalah: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif. Keenam dimensi ini perlu dilihat sebagai satu buah kesatuan yang tidak terpisahkan. Apabila satu dimensi ditiadakan, maka profil ini akan menjadi tidak bermakna. Kemampuan tersebut selayaknya sudah dimiliki oleh murid-murid kami di Sekolah Dasar yang menjadi pondasi utama dalam menanamkan karakter dan budaya positif di lingkungn sekolah.

Saya  seorang guru SD yang mengajar murid di bangku kelas tinggi. Menurut hemat saya, saya mungkin tidak begitu sulit untuk menumbuhkan dan mewujudkan generasi yang berprofil pelajar pancasila, bahkan mungkin tinggal meningkatkan yang sudah ada dari sang murid yang sudah bisa diajak berkolaborasi dan memiliki motivasi dari diri sendiri. Namun kenyataannya tidak seperti yang saya bayangkan, ternyata hampir sebagian besar murid saya tidak memiliki kemampuan sesuai  profil tersebut, mulai dari keberanian berbicara di depan kelas, tidak adanya kepercayaan diri, belum mampu mengemukakan pendapat, tidak mau menanyakan banyak hal (berfikir kritis), tidak inisiatif, belum mandiri dan keterampilan lainnya yang diharpkan oleh Profil Pelajar Pancasila ini.

Banyak hal yang saya lakukan agar mereka mau percaya diri, berfikir kritis dengan melemparkan berbagai macam pertanyaan terbuka yang mengundang rasa ingin tahu mereka. Pertanyaan menggali yang mengundang diskusi, atau ice breaking segitiga pintar, sampai kepada iming-iming mendapatkan nilai baik jika mampu melaksanakan apa yang diminta dengan baik setiap harinya. Walhasil mereka senang dan menikmati namun belum memilki dampak yang berarti. Perkara sulit ini membuat saya hampir patah hati. Karena merasa sudah mencoba berbagai strategi dan pendekatan sana sini.

Saat itu, saya tengah mengikuti sebuah pelatihan dari kementrian yaitu Calon Guru Penggerak. Dimana saya tengah menggeluti sebuah modul Nilai dan Peran Guru Penggerak. “Untuk bisa mewujudkan Profil Pelajar Pancasila tersebut, dibutuhkan pendidik yang terampil dan berkompeten sehingga mampu berkontribusi secara aktif sesuai mewujudkan profil tersebut”. Begitulah sepenggal kalimat yang tertangkap di otak saya dari sekian banyak penjelasannya, Maka sayapun tertantang untuk membuat sebuah program yang mampu mewujudkan profil tersebut setiap harinya, kenapa? Agar saya dapat membangun karakter murid saya di ruang belajar yang lebih kecil dan budaya positiif pada lingkup yang lebih luas dari kelas.

            Program harian yang saya buat adalah kegitan literasi yang saya namakan dengan “POLISI” yang artinya Program Literasi Seminggu Berisi. Setelah saya sosialisasikan program tersebut kepada murid-murid di kelas, maka sayapun mempraktekkannya. Detail dari program saya adalah :

  1. SKETSA = Senin Ceria Keterampilan Berbicara.

Program setiap hari Senin ini, saya namakan sketsa. Program ini memicu dan memacu keterampilan berbicara murid-murid secara bergilirian setiap seninnya, mulai dari menceritakan hobinya, aktivitas mereka ataupun benda kesayangannya serta cerita lainnya yang mereka suka.

  • MISS YOU = Menulis Itu Bikin Candu

Program ini saya namakan misyu, yang mana murid saya minta untuk menulis setiap hari selasanya dengan tema yang berbeda. Mulai dari dua kalimat sampai satu paragraf, karena kemampuan mereka dalam menulis masih jauh dari standar murid kelas lima yang diharapkan seperti pemggunaan huruf capital yang masih berantakan, belum mampu mengeluarkan ide-ide dalam tulisan dan lainnya serta sasaran saya di akhir semester nanti, kami bisa mempunyai sebuah buku karya kolaborasi. Harapan sebuah literasi dari sebuah program menulis yang berharap bisa terealisasi.

  • LITER = Literasi Karakter

Program saya setiap rabu ini focus kepada perbikan sikap dan akhlaq sang murid. Karena sering merasa kecewa melihat tingkah laku mereka, ketika berpapasan dengan seorang murid yang bertemu ditempat keramaian, sang murid tersebut tidak mau, entah malu menyapa saya yang saat itu adalah gurunya. Maka munculah program ini, dengan memberikan sebuah kartu yang berisi pertanyaan-pertanyaan seputar sikap apa yang harus mereka lakukan sesuai dengan permintaan.

  • KAMIS SERU yang VIRAL = Tahfidz  juz 30 dihafal (menghafal ayat-ayat pendek juz 30)
  • JUM’AT SIAGA BERSAMA JURUS = JUM’AT TADRUS (membaca kitab suci Alqur”an)
  • SABTU MERDU = Merdeka Kembangkan Bakatmu (mengembangkan bakat murid sesuai yang mereka inginkan, biasanya lebih fokus pada tarian tradisional dan kesenian lainnya)
  • Tak lupa program andalan saya untuk meningkatkan iman dan taqwa mereka lewat sholat Dhuha berjama”ah setiap Selasa-Jum”at setiap paginya di mushola sekolah.

Alhamdulillah, sekian bulan program dilaksanakan, ternyata ada perubahan-perubahan kecil yang saya dapatkan dan perlahan membuat perubahan yang lebih besar dari kelas saya dan menjadi budaya positif di lingkungan sekolah. Sholat dhuha berjama”ah yang bisa dicontoh oleh kelas lainnya secara massal berjama”ah dilapangan sekolah, mulai dari kelas empat sampai kelas enam. Sekali seminggu saja setelah kegiatan santapan rohani tentunya. Serta menyampaikan program ini kepada kelas-kelas lainnya, melalui Kepala Sekolah. Perubahan lainnya karakter murid saya perlahan mulai baik, dari yang tidak terbiasa menyapa, yang tidak membungkukkan badan lewat di depan guru, sekarang sudah bisa menyapa dengan ramah dan membungkukkan badan meminta izin jika lewat di depan guru, serta perubahan lainnya yang selalu dipupuk dan diberdayakan selalu.

            Refleksi yang juga saya dapatkan adalah, menjadi guru merdeka itu butuh kolaborasi, tidak bisa sendiri, selalu berkolaborasi dengan semua pihak dan semua stajeholder pendidikan sehingga menciptakan budaya positif yang berampak buat murid dan sekolah kita.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top