Situasi pandemi Covid-19 mengharuskan pembelajaran di sekolah dilakukan secara daring dari rumah. Ada beberapa teknik yang dilakukan guru dalam mengadaptasi pembelajaran daring tersebut, diantaranya melalui sesi asingkronus menggunakan virtual room seperti Zoom, Google Meet maupun Micrososft Teams. Pembelajaran juga bisa dilakukan secara asinkronus menggunakan aplikasi seperti Google Classroom, Ruang Guru, Rumah Belajar, LMS dan sebagainya. Namun pembelajaran daring tersebut tidak dapat memenuhi ragam kompetensi yang harus dikuasai siswa sehingga terjadi learning loss selama pembelajaran daring tersebut. Salah satu learning loss yang dialami murid adalah kekurangmampuan murid di bidang numerasi. Untuk itu pemerintah kemudian melakukan upaya blended learning atau pembelajaran campuran (luring dan daring) untuk mengatasi learning loss tersebut.
Hal yang sama juga terjadi dalam pelayanan pembelajaran di SMP Negeri 11 Kota Bima. Murid pada kelas IX mengalami learning loss di bidang numerasi. Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan numerasi murid. Melalui pembelajaran blended learning ini, dilakukan kegiatan pembelajaran inovatif berupa model Jelata (jelajah lokasi wisata) yang memanfaatkan aplikasi Google Maps sebagai salah satu upaya untuk memperkuat kemampuan numerasi murid. Model Jelata ini merupakan akronim dari jelajah lokasi wisata, yang mana model pembelajaran ini adalah hasil inovasi dari guru yang memanfaatkan salah satu aplikasi yaitu Google Maps.
Sebagai permulaan belajar, saya mengajak murid masuk ke ruangan laboratorium Komputer. Mereka kemudian masuk ke internet menggunakan email belajar.id masing-masing. Saya kemudian mulai mengukur kemampuan awal murid dengan cara meminta mereka menemukan lokasi sekolah menggunakan Google Maps. Setelah pengetahuan awal tersebut, langkah selanjutnya adalah memulai pembelajaran dengan beberapa tahapan.
Pertama, saya memberikan 3 nama lokasi wisata kepada murid. Nama lokasi wisata sengaja saya berikan tempat yang tidak mereka kenal. Kemudian saya meminta murid melakukan pencarian di Google Maps pada setiap lokasi wisata tersebut. Ada yang kesulitan karena baru pertama kali mencoba. Ada juga yang sudah lancar mencari di Google Maps. Saya mengamati dan sesekali membantu. Adakalanya, teman yang lain membantu mencarikan. Mengamati kerjasama dalam kegiatan pembelajaran ini menyenangkan.
Kedua, jika murid sudah menemukan 1 lokasi wisata, kemudian berlanjut mencari lokasi kedua. Jika sudah menemukan 2 lokasi wisata, murid kemudian melihat dan mengukur berapa jarak dan waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari 1 lokasi ke lokasi lainnya. Ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi yang sudah terbiasa melakukan pencarian dengan Google Maps maupun yang baru pertama kali membuka. Tentu saja kerjasama dan pendampingan saya lakukan.
Ketiga, saya mengajak murid mencari lokasi ketiga, dan kembali menghitung jarak dan waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari lokasi 2 ke lokasi 3. Kali ini, berbekal pengalaman mencari dan menghitung di lokasi awal, mereka sudah semakin lancar mengerjakan. Saya hanya tinggal mengawasi dan membantu sesekali saja.
Keempat, tahap berikutnya, murid kembali diminta menghitung jarak dan waktu dari lokasi 3 ke lokasi 1. Lalu murid akan menghitung seluruh jarak dan waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari lokasi 1, ke lokasi 2, ke lokasi 3 dan akhirnya kembali lagi ke lokasi 1.
Kelima, murid melakukan presentasi atas temuannya. Dalam presentasi, terjadi diskusi dan suasana kelas menjadi hidup. Tugas saya hanya menjadi pemandu jalannya diskusi. Selanjutnya, saya dan murid menyimpulkan hasil pembelajaran. Apa yang kurang dan perlu diperbaiki, juga menjadi bahasan kami bersama.
Berdasarkan pengalaman belajar tersebut, saya melihat bahwa murid lebih mudah memahami pelajaran dan menghitung jarak dan waktu jika ada simulasi visual yang ditampilkan kepada mereka. Hal ini mendukung bahwa pembelajaran secara visual akan lebih mudah dipahami oleh anak-anak dibandingkan dengan pembelajaran audio.