Temu Pendidik Daerah Ke-18
Komunitas Guru Belajar Purwokerto
Merdeka Belajar di Lereng Gunung Slamet
Narasumber : Guru Isrodin
Hari, tanggal : Minggu, 22 juli 2018
Tempat : MTS Pakis Pesawahan Gunung Lurah, Cilongok Banyumas
Untuk mencapai yang indah memang jalan yang ditempuh tidak mudah. Hal sederhana bukan berarti tidak bisa jadi luar biasa. Hal yang biasa bisa jadi Istimewa. Dari pinggir hutan bisa jadi nasional. Beberapa kata yang bisa menggambarkan MTS Pakis, Pesawahan Gunung Lurah.
Jauh dari keramaian kota , jauh dari gelimangan teknologi yang biasa memanjakan kita setiap harinya. Jauh di Kampung Pesawahan Desa Gunung Lurah ada sekolah bernama MTS Pakis yang diperjuangkan oleh guru Isrodin dan para relawan. Sekolah ini berhasil membuka mata kita, bahwa ternyata masih banyak sekali potensi-potensi di sekitar kita. Sekolah ini berhasil mencambuk kesadaran kita sebagai pendidik bahwa sumber belajar bisa dari apa saja. Kita belajar banyak dari anak-anak desa yang bersahabat dengan alam sebagai ruang belajarnya. Semangat belajar mereka luar biasa.
MTs Pakis bulan Juli 2018 sempat viral di televisi nasional. Karena saat tahun ajaran baru kemarin, sistem pembayaran pendaftaran muridnya menggunakan sayuran dan hasil bumi lainnya. Hal inilah yang membuat Komunitas Guru Belajar Purwokerto tertarik menggali lebih dalam apa yang ada di MTs Pakis, menggali apa yang telah dilakukan guru Isrodin.
Rute perjalanan menuju MTs Pakis kita disuguhi bukit-bukit hijau di kanan kiri setelah memasuki desa Gunung Lurah. Sesampainya di MTs Pakis murid-murid sedang membuat kripik tempe dan sebagian di dalam kelas sedang belajar. Di depan MTs ada kolam ikan dan di belakang ada kebun cabai, tambah membuat kami penasaran dengan keunikan madrasah yang satu ini.
Akhirnya Temu Pendidik Komunitas Guru Belajar Purwokerto dibuka pukul 10.00 WIB saat suhu udara mencapai 24 derajat celcius. Guru Daru selaku penggerak Komunitas Guru Belajar membuka temu pendidik kali ini dengan menceritakan profil KGB Purwokerto dan perkenalan anggota KGB. Selanjutnya Guru Isrodin selaku tuan rumah memperkenalkan relawan-relawan di MTs Pakis (di Madrasah ini tidak ada guru tetap semua yang mengajar adalah relawan).
“Diawali dari kegelisahan yang sama tentang pendidikan dan anak-anak. Saya bertekad membagikan apa yang saya bisa, apa yang saya ketahui untuk anak-anak MTs Pakis. Saya bisa membuat kripik tempe jadi saya berinisiatif mengajari anak-anak membuat kripik tempe. Awalnya ada pertanyaan : Apakah anak-anak bisa melakukannya? Tapi saya percaya, ilmu apapun bisa dipelajari ketika kita tahu metodenya. Murid MTs Pakis itu istimewa , karena istimewa jadi butuh perlakuan istimewa.”
Salah satu relawan MTs Pakis
Anak-anak di sekitar MTs Pakis sudah terbiasa membantu orang tuanya bekerja maka dari itu didirikannya MTs Pakis bertujuan untuk mengenalkan literasi ekonomi sejak dini. Sekolah ini lahir dari kegelisahan para relawan melihat kondisi masyarakat kampung Pesawahan. Satu kampung hanya satu anak yang lulus SMA. Lainya putus sekolah dan perkawinan dini. Pendidikan anak-anak kampung inilah sebenarnya berdampak langsung pada kemajuan peradaban desa.
Langkah awal dilakukan dengan menumbuhkembangkan kebanggaan sebagai petani. Mandiri menanam, mandiri merawat, mandiri memanen. Belajar mengenal potensi kampung, mendata dan mengenali potensi persoalan di kampung. Berujung pada simpulan, Anak desa harus sekolah.
Sekolah dengan kearifan lokal, belajar dengan alam sekitar adalah pilihan bijak guru Isrodin dan relawan. Guru Isrodin yang lebih suka dipanggil Kang Isrodin ini mulai menjemput satu persatu anak kampung tepian hutan ini untuk bersekolah. Bukan hal yang mudah, tetapi melihat binar kebahagian di raut wajah mereka dan orangtuanya, membuat Guru Isrodin semakin semangat mengajak mereka bersekolah.
Perjalanan MTs Pakis dimulai dari 2011 saat itu guru Isrodin dan para relawan blusukan menyensus 97 KK dan terdapat 170 lebih warganya. Dari 170 warganya tersebut hanya ada 1 warga saja yang tamat SMA. Warga yang lain putus sekolah dan drop out. Pada saat itu guru Isrodin membuat rumah baca & membentuk gerakan sedekah buku. Guru Isrodin mempunyai mimpi setiap desa di Banyumas ada rumah bacanya .
Berkat data hasil sensus yang pernah dilakukan pada tahun 2013. Guru Isrodin menyebar informasi lowongan pekerjaan untuk mengajar di MTs Pakis. Saat itu ada 26 guru yang mendaftar rata-rata adalah S2 dan S1. Mereka dikumpulkan, guru Isrodin menayangkan foto-foto keadaan MTs Pakis yang masih gubuk di pinggir telaga & hanya mempunyai 13 siswa. Para pelamar tidak ada satupun yang berlanjut setelah melihat keadaan MTs Pakis. Jadi sampai sekarang tidak ada guru tetap di MTs Pakis. Sampai saat ini yang mengajar adalah guru Isrodin dan para relawan yg rela memberikan ilmu yg mereka miliki untuk diberikan kepada anak anak MTS Pakis.
Pada angkatan pertama jumlah murid yang masuk 13, yang lulus 4 murid (yang lain menikah & tidak bisa melanjutkan sekolah). Angkatan kedua berjumlah 9, yang lulus 3. Angkatan ketiga berjumlah 4 dan tidak ada yg lulus karna mereka putus sekolah semua. Angkatan keempat berjumlah 10 anak dan lulus 8 anak. Angkatan kelima berjumlah 11 anak lulus 10 dan sekarang berjumlah 14 anak.
Sekolah tanpa seragam, tidak perlu bersepatu, tidak perlu bayar SPP bulanan ini memilih menekuni bidang pertanian kehutanan. Lahan yang cukup luas milik Perhutani ini dijadikannya sebagai lahan praktik kehidupan. Nilai-nilai kepribadian luhur ditumbuh kembangkan di sekolah ini.
Merdeka Belajar versi Mts Pakis
Pakis sendiri memiliki filosofi yaitu harapan agar anak-anak dapat tumbuh seperti pohon pakis ynag dapat beradaptasi di lingkungan lembab maupun kering. Artinya anak-anak dapat beradaptasi di lingkungan manapun kelak mereka berada. Anak-anak diajarkan untuk bersepakat menentukan tujuan belajarnya, menyukai apa yang sedang dilakukannya. Menentukan strategi atau cara belajar secara mandiri. Lalu melakukan refleksi dengan cara presentasi di depan teman-temanya.
Pada saat ada anak yang tidak masuk sekolah, guru Isrodin dan anak-anak lainnya berkunjung ke rumah anak yang tidak masuk untuk belajar bersama di rumah anak tersebut. Sehingga anak tetap bisa belajar bersama. Terkadang mereka belajar di bawah pohon pinus , di pinggir telaga. Guru Isrodin membiasakan kepada murid bahwa segala sesuatu bisa menjadi sumber belajar. Murid-murid pun sudah dibiasakan belajar mandiri karena terkadang beliau tidak bisa berangkat sekolah dan tidak ada relawan. Saat tidak ada yang mengajar mereka belajar sendiri. Mereka mencatat hal yang hari itu mereka amati dan dipresentasikan kepada teman-teman yang lainnya menggunakan bahasa mereka sendiri sehingga mereka dapat belajar bersama dari masing-masing hal berbeda yang mereka dapatkan.
Dengan berbagai keterbatasan, mereka mengubah hal sederhana menjadi istimewa. Anak-anak desa pinggiran hutan sudah menerapkan belajar di manapun, kapanpun dan dengan siapapun
Guru Irodin mengakhiri temu pendidik daerah Komunitas Guru Belajar Purwokerto ini dengan menyerukan ANAK DESA HARUS SEKOLAH.