Merdeka Belajar Dengan Media Sosial

LATAR BELAKANG

            Usia siswa secara umum berkisar antara 6 – 17 tahun, artinya secara umum siswa di Indonesia lahir pada rentang tahun 2005 – 2018. Generasi pada rentang kelahiran tahun ini dikenal dengan istilah genarasi Z. Menurut sensus penduduk 2020 bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah 270,20 juta jiwa dimana sekitar 25 % atau setara 67 Juta jiwa merupakan generasi. Salah satu yang menonjol dari generasi ini menurut Rakhmah (2021) adalah mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan, teknologi ini digunakan sama alaminya layaknya bernapas.

            Mengingat keberadaan generasi Z ini merupakan usia sekolah, sudah tentu keberadaan perubahan teknologi telah menjadi bagian dari dunia mereka, baik dalam pergaulannya, interaksinya, maupun dalam pendidikannya. Sehingga tak jarang keberadaan smartphone yang merupakan bentuk perubahan teknologi di era sekarang telah menjadi sesuatu yang “fardhu ain”.             Namun secara hukum alamnya bahwa setiap perubahan peradaban akan memiliki dampak positif dan negatifnya, termasuk keberadaan smartphone di dunia pendidikan. Berbagai pemberitaan terkait dengan efek penggunaan smartphone bermunculan khususnya bagi kalangan siswa, seperti perundungan, penipuan, dan bahkan mengarah pada kekerasan dan disintegrasi bangsa. Hal ini menunjukan bahwa siswa dalam menggunakan smartphone tidak selamanya untuk pembelajaran namun terkadang digunakan untuk hal yang diluar pembelajaran.

Hal ini menimbulkan rasa priharin bagi berbagai insan pendidikan. Sebagai contoh beberapa sekolah khususnya jenjang SMP dan SMA/SMK yang disurvei secara acak oleh penulis di sekitaran Kota dan Kabupaten Bima, NTB memiliki aturan berupa pelarangan penggunaan smartphone di lingkungan sekolah, hal ini dilakukan sebagai bentuk kekhawatiran sekolah akan efek dari penggunaan smartphone ini.

            Disisi lain era revolusi 4.0 dan bahkan sebentar lagi akan masuk pada 5.0 percepatan akses informasi dan pengetahuan menjadi semakin cepat, dan jika tidak disikapi secara posistif akan berdampak pada ketertinggalan informasi bagi siswa.

            Pemberlakuan kurikulum merdeka merupakan bentuk percepatan pembelajaran sebagai jawaban atas ketertinggalan pembelajaran di masa pandemi covid-19 mengharuskan penggunaan sumber belajar yang lebih variasi, termasuk pemanfaatan teknologi informatika. Oleh karena itu perlu dilakukan pola atau strategi yang bisa memanfaatan smartphone tanpa harus terjadinya gesekan antara tuntutan dan kekhawatiran yang diakibatkannya. Salah satunya dengan menjadikan dunia siswa sebagai bagian dari proses pembelajaran, dalam hal ini kemampuan siswa sebagai bagian dari generasi Z yang mampu memanfaatkan perubaahan teknologi dalam kehidupannya termasuk dalam kegiatan belajarnya.

PROBLEMATIKA DALAM BER-SOSMED

            Seiring dengan perkembangan teknologi informatika di era tevolusi saat ini, pemanfaatan internet telah mengubah tatanan kehidupan. Dunia menjadi serba praktis, akses informasi menjadi makin mudah, interaksi manjadi mekin tak berjarak, dan berbegai kemudahan lainnya yang disuguhkan. Namun di sisi lain sejumlah dampak negatifnya pun tetap mewarnai perubahan tatanan ini, termasuk yang terjadi di kalangan pelajar.

            Sosial media (sosmed) telah menjadi jaringan interaksi tanpa batas di kalangan pengguna internet dengan keanekaragamannya seperti facebook, twitter, whatsapp, instagram, dan sebagainya. Hal ini telah menjadi akses komunitas bagi sebagian besar kalangan tak terkecuali bagi orang-orang yang dulunya terisolasi dengan keterbatasannya. Namun penggunaan medsos yang berlebihan memiliki konsekuensi yang kurang positif, berbagai masalah sosial pun muncul. Masalah-masalah tersebut meliputi cyberbullying, citra diri dan citra tubuh negatif, kecanduan media online, dan lebih sedikit waktu yang dihabiskan untuk melakukan aktivitas dunia nyata lainnya termasuk pendidikan.

            Berbagai problematika penggunaan medsos di kalangan pelajar menurut survei yang dilakukan KPAI tahun 2020 mengungkapkan:

  • Fenomena kekerasan termasuk cyberbullying; anak terbiasa menyaksikan cara-cara kekerasan sebagai bentuk menyelesaikan masalah, anak tidak lagi menggunakan cara yang sehat untuk mengatasi masalah
  • Pornografi dan pornoaksi; kemudahan akses internet terkadang disalahgunakan oleh anak untuk berselancar di situs-situs yang berbau pornografi dan pornoaksi
  • Kesantunan dalam berbahasa; akibat komunikasi yang terbangun bukan dalam bentuk nyata dan lebih bersifat komunikasi maya, tak jarang tata krama berbahasa disecara verbal jauh dari kesantuan dan etika yang baik.
  • Modus penipuan; karena pemanfaatan medsos lebih bersifat tertutup dalam artian pemilik akun medsos tak harus menginformasikan identitas resminya akan memberi peluang munculnya upaya penipuan dan kejahatan cyber lainnya.

Bebagai permasalahan di atas yang menjadi subjek dan sekaligus objeknya adalah anak-anak usia sekolah, karena usia ini sebagai golongan generasi Z memiliki karakter yang mampu menggunakan perubahan teknologi dalam kehidupannya.

MERDEKA BELAJAR BAGI SISWA

            Dalam al-quran surah At-Tin ayat 4:لَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ فِىۡۤ اَحۡسَنِ تَقۡوِيۡمٍ

yang artinya : sungguh, telah kami ciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Makna dari terjemahan ayat tersebut menunjukkan bahwa setiap manusia lahir bukan sebagai kertas kosong dimana guru yang akan mewarnai kertas tersebut, namun manusia lahir dengan potensinya dan guru menemukan serta merawat potensi tersebut sehingga berkembang dan menjadi bekal hidupnya. Inilah yang menjadi dasar merdeka belajar bagi siswa.

            Menurut Kihajar Dewantara (dalam Ihsan, 2022) melarang adanya paksaan kepada anak didik karena akan mematikan jiwa merdeka serta kreativitasnya. Kihajar Dewantara mengibaratkan anak didik sebagi sebuah tanaman, dimana jika benih tanamannya adalah pada walaupun dipelihara dan dirawat dengan cara jagung tak akan mampu mengubah padi menjadi jagung. Artinya sebagai seorang guru dalam membelajarkan siswanya sepatutnya diperlakukan sebagaimana potensi siswa dan tidak dipaksakan seperti kehendak guru, sehingga akan hadir suasana yang menyenangkan dan menjadikan siswa bahagia dengan kegiatan pembelajarannya. Disinilah merdekanya siswa dalam kegiatan belajar.

            Setiap siswa memiliki dunia dan lingkungannya sendiri, dimana dunia dan lingkungannya ini secara naluri terbentuk sebagai interpretasi dari rasa senang, nyaman dan bahagianya. Perubahan yang terjadi pada dunia dan lingkungannya selalu disikapi untuk tetap menjaga kondisi senang, nyaman dan bahagia itu tidak berkurang. Rasa senang, nyaman dan bahagia inilah yang menjadikan siswa merasa merdeka dan dimerdekakan dalam melakoni hidup dan kehidupannya.

SOSIAL MEDIA DALAM BELAJAR

Belajar menurut John Dewey adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan dua arah antara siswa dengan lingkungan (Kurniasih, 2018). Dari pengertian tersebut mengandyng makna bahwa dalam belajar siswa akan menerima stimulus dari lingkungan, termasuk guru. Sehingga setiap proses pembelajaran yang dilakukan siswa memiliki interaksi dengan guru sebagai bagian dari lingkungan belajarnya. Selain itu dalam belajar mengandung tiga unsur pokok, yaitu proses, perubahan prilaku, dan pengalaman. Artinya seorang siswa dalam kegiatan pembelajarannya terjadi proses perolehan konsep atau pengetahuan yang akan berdampak pada perubahan prilaku pada siswa sebagai wujud dari pengalaman langsung yang dialaminya.

            Sehubungan dengan itu guru memiliki multi peran dalam membelajarkan siswanya, di antara peran tersebut adalah guru sebagai pengajar, fasilitator, sumber belajar dan juga sebagai pembimbing (Savitra, 2020). Untuk mengoptimalkan peran tersebut selayaknya guru memposisikan pribadi siswanya sebagai sosok yang merdeka, dan tidak dalam keadaan yg tertekan dan terpaksa untuk ikut belajar. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa guru tersebut adalah sosok yang profesional, karena kemampuan profesional seorang guru itu harus dibangun, dibentuk, dipupuk dan dikembangkan melalui satu proses, strategi, kebijakan, dan program yang tepat (Daryanto dan Tasrial, 2015).

            Salah satu yang bisa dilakukan oleh guru untuk tetap menciptakan suasana nyaman bagi siswa dalam belajar adalah dengan menghadirkan diri guru ke dalam dunia siswa, membelajarkan siswa tanpa harus menjauhkannya dengan dunia dan kebiasaannya. Hal ini dapat dilakukan dengan guru ikut dalam habitat siswa, seperti sosial media yang sedang disenangi oleh siswa.

            Menjadikan media sosial sebagai bagian dari pembelajaran bagi siswa ditunjang dengan keberadaan smartphone (gadget) yang dimiliki siswa, dimana data survei KPAI menunjukkan bahwa sebagian besar siswa telah menggunakan smartphone tidak hanya untuk belajar.

Strategi yang dapat dilakukan guru untuk membelajarkan siswa dengan memanfaatkan media sosial yang dimiliki siswa dapat dilaksanakan dengan :

  1. Menjadikan media sosial sebagai sumber belajar siswa.

Bentuk kegiatan yang dilakukan yaitu guru menyiapkan paparan materi ajar sebagai informasi pengetahuan yang disajikan dalam bentuk video pembelajaran, dimana video ini dipublikasikan ke siswa melalui media sosialnya. Siswa diwajibkan memberikan tanggapan atas tayangan video tersebut pada media sosial.

  1. Menjadikan media sosial sebagai dokumen pengarsipan kegiatan belajar siswa.

Upaya yang dapat guru lakukan yaitu setiap kesimpulan kegiatan pembelajaran wajib disimpan pada akun media sosial siswa, dengan demikian akun media sosial siswa akan lebih variatif dengan dokumen kegiatan pembelajaran.

  1. Menjadikan media sosial sebagai ruang diskusi bagi siswa

Bentuk kegiatan yang bisa dilakukan yaitu dengan guru memberikan isu terkait dengan materi pelajaran dalam bentuk video, dimana siswa meresponnya dalam bentuk diskusi dalam kolom komentar pada media sosialnya

  • Menjadikan media sosial sebagai ruang berbagi antara siswa

Kegiatan ini dilakukan dengan menugaskan kepada siswa beberapa proyek dimana laporan kegiatannya (dalam bentuk foto) diupload pada akun media sosialnya sebagai bentuk publikasi siswa.

            Pemanfaatan media sosial sebagai bagian dari kegiatan belajar ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu :

  1. Tidak memerlukan memori smartphone untuk menyimpannya
  2. Guru memiliki akses untuk mengetahui kumunitas siswa
  3. Melatih siswa dalam berliterasi
  4. Siswa menjadi lebih bijak dalam menggunakan kata dan kalimat di media sosialnya
  5. Dapat mengantisipasi kelupaan siswa dalam membawa buku catatan
  6. Dapat dipalajari atau diakses kapanpun dan dimanapun oleh siswa

PENUTUP

            Pemanfaatan media sosial siswa sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran dapat menjalin komunikasi yang lebih akrab antara guru dengan siswa tanpa harus menjauhkan siswa dengan dunianya. Disamping itu dalam melaksanakan pembelajaran guru dapat menjadikan sebagai variasi untuk mengatasi kejenuhan siswa dalam pembelajarannya.

            Melalui strategi pembelajaran ini memberi dampak positif dalam membelajarkan siswa dengan nuansa merdeka belajar, sekaligus nuansa merdeka mengajar bagi guru. Nilai-nilai filsafat Kihajar Dewantara dalam membelajarkan siswa dapat teraktualisasi, yaitu dalam membelajarkan siswa harus disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat jaman, sehingga proses pembentukan konsep pada siswa dialami secara langsung dari pengalaman yang dialaminya.

DAFTAR REFERENSI

Daryanto dan Tasrial, (2015), Pengembangan Karir Profesi Guru, Gava Media, Yogyakarta

Dian, Ihsan, (2022), Konsep Merdeka Belajar Diambil dari Pemikiran Kihajar Dewantara (Online), diakses darihttps://www.kompas.com/edu/read/2022/05/12/164457071/konsep-merdeka-belajar-diambil-dari-pemikiran-ki-hajar-dewantara?page=all#:~:text=Merdeka%20Belajar%20fokus%20pada%20asas,dan%20karakteristik%20dari%20peserta%20didik.&text=%22Ki%20Hajar%20Dewantara%20melarang%20adanya,mematikan%20jiwa%20merdeka%20serta%20kreativitasnya. tanggal 11 Agustus 2022

Kurniasih, Imas, (2018), Guru Zaman Now, Kata Pena, Surabaya

KPAI, (2020), Hasil Survei Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak (Online), diakses dari https://bankdata.kpai.go.id/infografis/hasil-survei-pemenuhan-dan-perlindungan-anak-pada-masa-pandemi-covid-19, tanggal 11 Agustus 2022

Rakhmah, Diyan Nur, (2021), Gen Z Dominan, apa maknanya bagi pendidikan kita? (Online), diakses dari https://pskp.kemdikbud.go.id/front_2021/produk/artikel/detail/3133/gen-z-dominan-apa-maknanya-bagi-pendidikan-kita, tanggal 11 Agustus 2022.

Savitra, Khanza, (2020), 12 Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran (Online), diakses dari https://dosenpsikologi.com/peran-guru-dalam-proses-pembelajaran, tanggal 15 September 2020

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top