Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Guru Melalui Collegial Teaching
Dalam kesehariannya Pak guru Ahmad juga diamanahkan tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah di salahsatu satuan pendidikan di Kota Makassar. Dalam menjalankan tugas tanggungjawabnya beliau dibantu oleh sejumlah guru. Pak Ahmad sangat menyadari bahwa keberhasilan satuan pendidikannya sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor – faktor tersebut diantaranya adalah guru – guru yang membantu Pak Ahmad dalam menjalankan proses pembelajaran dan pendidikan di sekolahnya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Untuk memastikan kualitas pendidikan dan pembelajaran maka pak Ahmad senantiasa melakukan supervisi langsung. Selain bentuk supervisi langsung baik yang dijadwalkan sesuai dengan kesepakatan bersama guru yang bersangkutan maupun tanpa jadwal atau dadakan. Pak Ahmad juga mendelegasikan tugasnya ke wakil kepala sekolah bidang kurikulum untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi ketika sedang berhalangan hadir.
Hasil monitoring dan evaluasi menjadi data acuan selain juga tentunya respon – respon peserta didik untuk melakukan perbaikan – perbaikan untuk mejaga kualitas pembelajaran. Pak Ahmad menyadari dari hasil monitoring dan evaluasi itu bahwa ada poin yang paling sangat urgen untuk dibenahi. Pak Ahmad mengurutkan poin – poin tersebut dan menempatkan RPP yang dibuat oleh guru berada di peringkat pertama disusul kemudian oleh semangat peserta didik dalam mengikuti pembelajaran yang fluktuatif.
RPP guru yang konstan.
Pak Ahmad sangat tertarik dengan profesi dokter dan meyakini bahwa guru adalah seorang dokter bagi peserta didiknya yang harus mampu membuat resep untuk muridnya sesuai dengan kebutuhan belajar murid itu masing – masing. Berangkat dari keyakinannya itu Pak Ahmad memperhatikan guru – gurunya terutama yang diamanahkan mengajar pada kelas yang berbeda namun menggunakan strategi pembelajaran yang sama padahal peserta didiknya berbeda. Hal ini yang mendorong Pak Ahmad pula untuk kembali merefresh pengetahuannya terkait kompetensi guru.
Apa yang dipahami Pak Ahmad terkait kompetensi bahwa seorang guru tentu harus memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran serta melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didiknya. Kemampuan ini tentu sejalan dengan UU RI nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Oleh karena itu Pak Ahmad sangat menaruh perhatian pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru – guru dan menemukan bahwa secara umum RPP yang dibuat oleh guru masih sama dari pertemuan pertama ke pertemuan selanjutnya sebagaimana disebutkan di awal. Dalam isitilahnya Pak Ahmad menyebut RPP semacam ini sebagai RPP konstant karena sekedar mengisi format yang memberikan situasi pemilihan strategi pembelajaran yang sama. Padahal pemilihan strategi sangat krusial karena akan berdampak pada hasil belajar peserta didik.
Semangat Siswa yang fluktuatif
Dalam pengamatannya pada saat supervisi langsung secara umum Pak Ahmad menemukan dua kelas yang berbeda. Kelas yang pertama dengan kondisi peserta didik yang sangat antusias, senang dan seakan tidak mau beranjak dari kelasnya meskipun waktu pembelajaran mata pelajaran tersebut sudah selesai. Sementara pada kelas kedua, Pak Ahmad mendapati adanya kebosanan yang tampak dari raut wajah para peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Lebih dari itu, Pak Ahmad seringkali juga mendengar peserta didik saling bertanya “masih lama ya?” di kelas yang kedua ini.
Antusiasme, rasa senang, tidak mau beranjak, rasa bosan dan menanyakan durasi pembelajaran bisa menjadi indikator – indikator semangat peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelasnya. Antusias dalam mengikuti proses pembelajaran, kelas yang menyenangkan dan sikap peserta didik yang tidak mau meninggalkan kelas segera setelah jam pelajaran usai menurut Pak Ahmad bisa jadi bukti bahwa guru yang mengajar mampu melejitkan semangat peserta didiknya untuk belajar. Sebaliknya tampaknya wajah peserta didik yang mengerutkan dahi dan merasa durasi mata pelajarannya berjalan lama bisa menjadi bukti bahwa semangat peserta didik tidak bisa dibangkitkan oleh guru yang bertugas mengajar pada saat itu.
Oleh karena itu keadaan kelas yang demikian bisa berubah dimulai dari perubahan RPP konstan menjadi RPP yang memperhatikan karakteristik peserta didik, memperhatian tujuan atau capaian pembelajaran dalam setiap pertemuannya, memuat bukti dan asesmen hasil belajar, adanya rangkaian tahapan aktivitas belajar baik mandiri maupun dipandu oleh guru yang jelas dan adanya cakupan materi pembelajaran yang jelas pula. Dengan RPP yang demikian akan bisa membantu guru dan peserta didik menjaga semangat belajarnya di setiap pertemuan.
Guru bukan sebagai passion
Pak Ahmad sering mengambil dan membagikan cerita – cerita pendidikan yang dilakukan oleh orang – orang hebat di masanya dan dikenang sampai sekarang. Diantara potongan cerita tersebut seperti bagaimana keberadaan sosok Syech Aaq Syamsuddin, guru yang membantu Sultan Al Fatih menaklukkan Konstantinopel. Sosok guru yang tidak hanya memahami pribadi Sultan Al Fatih tetapi juga mampu mengantarkan Sultan Al Fatih mencapai tujuan belajarnya. Sebagai tambahan, Pak Ahmad juga membagikan bagaimana sosok sherpa yang mengantarkan Edmund Hillary menjadi orang yang dikenal dunia sebagai orang pertama yang mencapai titik tertinggi daratan di bumi yang kita pijak ini. Tenzin Norgay begitu rendah hatinya memilih untuk berhenti dan mempersilahkan Edmud Hillary padahal konon kabarnya jaraknya hanya selangkah lagi untuk menjejakkan kaki di puncak Everest.
Kedua cerita ini menjadi inspirasi bagi Pak Ahmad untuk mengajak para guru berubah dengan melihat kembali tujuan atau cita – cita para guru yang memilih untuk menjadi guru. Sudah benarkah menjadi guru adalah cita – cita mereka ataukah ada alasan lain dibalik itu. Apakah karena butuh pekerjaan sehingga terdorong untuk melamar menjadi guru atau apakah betul – betul mau menjadi guru dan mencintai profesinya itu.
Guru – guru yang tidak mau belajar, tidak berusaha untuk mengupgrade kemampuannya dan hanya akan mengikuti training capacity building jika diperintahkan oleh Yayasan menjadi tantangan tersendiri bagi Pak Ahmad. Pak Ahmad tidak berhenti untuk mengajak para guru memahami dirinya, belajar mencintai profesi mereka dengan senantiasa membuka komunikasi yang santun dan saling terbuka.
Membangun hubungan yang memanusiakan
Pada saat makan siang, Pak Ahmad selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dan makan siang bersama guru – guru. Ketika makan bersama inilah Pak Ahmad sering bercengkerama dengan para guru membicarakan dan mendengarkan cerita mengenai keadaan kelasnya masing – masing.
“waktu saya mengajar di kelas Farmer tadi siswa malah sibuk sendiri dengan obrolan mereka” Ms. Risma membuka percakapan. “ketika Ms.Tia mengajar mereka sebelumnya, “apa siswa kita juga sibuk sendiri, Ms.?” sambung Ms. Risma sambil mengkonfirmasi ke rekan guru lainnya.
Ms. Tia pun menjawab “kelas saya tadi aman kok, Ms. Semua siswa kita mendengar penjelasan dan instruksi saya dengan baik”
Ms. Risma pun kembali menimpali “kok mereka tidak demikian adanya di kelas saya ya, Ms.? Ada strategi khusus gak, Ms.?” Tanya Ms.Risma penuh selidik. Ms. Tia pun menjelaskan “saya menagawalinya dengan membuat kesepakatan dengan mereka supaya proses pembelajarannya aman dan menyenangkan, Ms.”
Dari percakapan ini Pak Ahmad meyakini adanya perbedaan kompetensi diantara para guru dan perlunya diambil tindakan nyata untuk mengatasi gradasi kompetensi tersebut.
Pak Ahmad memulainya dengan berbicara dan mendiskusikan bersama dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum sebut saja Teacher Emy atau biasa dipanggil Ms. Emy. Pembicaraan itu menghasilkan mufakat perlunya guru belajar dan berbagi antara satu dengan yang lainnya atau collegial teaching.
3T (Teacher to Teacher)
Kegiatan saling belajar dan mengajar, collegial teaching, ini dibingkai dalam suasana saling menghormati perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Kegiatan ini kemudian dikenal dengan isitilah 3T (Teacher to Teacher). Setiap guru memiliki kesempatan yang sama untuk belajar pada rekan lainnya dan juga berbagi. Materinya mulai dari membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, pemilihan strategi pembelajaran, asesmen hasil belajar hingga kedisiplinan guru.
Pak Ahmad meyakinkan semua guru bahwa setiap konstribusi sangat berarti bagi setiap guru secara individu maupun oraganisasi. Oleh karena itu kegiatan 3T ini perlu diberikan ruang yang luas untuk dilaksanakan untuk para guru belajar dan bertumbuh bersama.
Siswa Nyaman, Guru Senang.
Collegial teaching atau 3T mulai memberikan dampak yang signifikan dengan keberadaan kelas – kelas yang berisik. Kelas ini menjadi berisik karena sudah ada kesepakatan yang dibangun sejak awal bersama guru dan siswa. Kelas yang berisik pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar ini menjadi kesenangan tersendiri bagi Pak Ahmad. Kelas itu berisik karena melakukan berbagai aktivitas belajar yang dipandu oleh gurunya dan siswa secara aktif berkolaborasi dengan teman sekelasnya dalam aktivitas belajarnya. Guru tidak lagi ditinggalkan oleh siswanya yang sibuk dengan aktivitas personal mereka masing – masing ketika belajar. Kelas yang berisik ini diisi oleh siswa yang menunjukan antusiasme dalam mengikuti proses pembelajarannya dan guru pun merasa senang karena bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan aman. Hal ini sebagai indikator yang menunjukkan adanya peningkatan kompetensi pada guru – guru. Semoga keadaan ini bisa dipertahankan dan ditingkatkan ke arah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang untuk bisa beradaptasi dengan setiap perubahan ujar Pak Ahmad dalam hatinya sambil berlalu di depan salahsatu kelas berisik.