Meningkatkan Kemampuan Peserta Didik dalam Membaca Al-Qur’an Melalui Media Flashcard
A : AWAL
Menjadi pendidik bukanlah perkara yang mudah, jika kita tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai hal ini. Mendidik seorang anak membutuhkan kesabaran yang luar biasa, karena hasil didikan akhlak dan akademisi itu tidak instan; langsung terlihat seketika, tapi akan membuahkan hasil di kemudian hari jika kita ikhlas dan sabar menjalani peran itu. Jadi pendidik itu membutuhkan kesabaran yang luar biasa, entah kita kita sebagai guru ataupun orangtua semua butuh proses yang panjang dan berbagai macam metode untuk memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anak kita.
Apalagi anak-anak hidup di zaman yang jauh berbeda dengan kehidupan kita, yang tentu saja cara pendidikan yang dulu kita terima berbeda dengan yang dibutuhkan anak-anak zaman sekarang. Itulah kenapa guru termasuk salah satu komponen terpenting dalam pendidikan, dimana guru memegang peran yang sangat krusial dalam penyelenggaraan Pendidikan formal pada khususnya. Guru memiliki tanggungjawab sebagai pengajar yaitu dengan merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran.
Selain itu guru dituntut untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang mampu memfasilitasi peserta didik dalam pengembangan karakter, pengetahuan dan keterampilan. Misalnya mengenai peningkatan kemampuan peserta didik dalam membaca Al-Qur’an. Untuk meningkatkan minat dan kemampuan belajar peserta didik, guru memerlukan inovasi yang dapat menarik perhatian peserta didik, karena menarik tidaknya suatu pelajaran bagi peserta didik tergantung pada cara guru dalam menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat sehingga minat peserta didik akan timbul untuk memperhatikan dan tertarik belajar. Proses pembelajaran akan menyenangkan apabila muncul rasa suka atau adanya ketertarikan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
T: TANTANGAN
Sayangnya, seringkali kita seolah tidak mau tahu, malas tahu dan tidak mau memahami apa yang dibutuhkan murid. Kita hanya menuntut mereka mengerti, paham, dan fokus pada pelajaran yang kita ajarkan, sehingga jika hasil belajar murid tidak sesuai dengan yang kita harapkan, kita marah-marah dan menyalahkan murid, padahal kita tahu bahwa tidak semua anak memiliki daya tangkap yang sama. Dan belum tentu metode yang kita gunakan dan materi ajar yang kita berikan itu bisa dipahami oleh semua murid.
Hal ini mungkin banyak terjadi di lingkungan Pendidikan, termasuk di sekolah tempat saya mengabdi. Hal ini saya amati sekitar tiga sampai empat bulan saat saya pertama kali diamanahkan menjadi seorang guru. Anak-anak terlihat bosan dengan metode yang digunakan oleh guru, sehingga anak-anak kurang semangat dan kurang berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Jadi ketika guru sibuk menerangkan pelajaran, anak-anak juga sibuk dengan urusannya sendiri, ada yang berbicara dengan temannya, ada yang mengganggu temannya yang berusaha fokus mendengarkan guru bahkan mungkin ada yang tidur di dalam kelas.
A: AKSI
Oleh karena itu, saya sebagai guru berusaha mencari metode dan media yang menarik. Agar anak-anak dapat terlibat dalam proses pembelajaran tanpa merasa terpaksa. Dari situ saya mulai membangun hubungan dengan anak-anak, ketika waktu istirahat saya ikut bergabung dengan anak-anak dan ngobrol-ngobrol dengan mereka, bertanya mengenai tujuan mereka ke sekolah, hobi, cita-cita, makanan dan minuman favorit, film yang sering mereka tonton hingga metode pembelajaran yang mereka suka. Dari obrolan itu saya mulai memahami apa yang dibutuhkan oleh murid. Ternyata sebagian besar dari anak-anak sebenarnya suka belajar, apalagi pelajaran Agama, katanya. Tapi mereka kadang bosan kalau hanya menggunakan metode yang sama berulang-ulang; hanya dijelaskan, diminta mencatat dan mengerjakan tugas oleh guru. Mereka butuh metode dan media belajar yang menyenangkan.
Kemudian saya membicarakan ini dengan salah satu teman sejawat yang sudah lama mengabdi dan punya banyak pengalaman di dunia Pendidikan, kebetulan beliau dulu mengajarkan mata pelajaran yang diamanahkan kepada saya sekarang; yaitu Pendidikan Agama Islam. Kata beliau, “Sebenarnya sudah banyak metode dan media yang pernah kami gunakan untuk membantu peserta didik dalam mempelajari baca tulis Al-Qur’an, tapi anak-anak masih begitu-begitu saja.”
Karena saya orangnya selalu percaya bahwa semua anak itu bisa pintar asal mau belajar, jadi saya tetap mencari metode dan media yang menarik. Saya mulai bertanya kepada rekan guru yang mengajar di instansi yang berbeda, dari obrolan dengan beberapa teman, akhirnya saya dapat ide untuk membuat media Flashcard; kartu kecil yang berisi huruf hijaiyah dan ayat-ayat Al-Qur’an.
Setelah mendapatkan ide itu, saya mulai menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat flashcard. Kemudian saya mendesain media flashcard menggunakan aplikasi canva sesuai bahan ajar yang akan saya berikan kepada anak-anak, setelah desainnya jadi, saya print out dan gunting sesuai ukurannya masing-masing. Kemudian setelah media flashcardnya jadi, saya mulai menggunakan media itu.
Anak-anak sangat antusias belajar karena mereka belajar sambil bermain, sehingga anak-anak di kelas yang berbeda juga mau belajar dengan menggunakan media flashcard. Awalnya saya hanya menggunakan media flashcard di kelas tiga, tapi karena semua anak-anak minta belajar menggunakan media yang sama, jadi saya membuat media flashcard untuk setiap kelas, sesuai materi pelajaran di kelas tersebut.
P: Pelajaran/Perubahan
Setelah saya menggunakan media Flashcard sekitar tiga pekan, anak-anak mulai bisa mengingat dan membedakan huruf-huruf hijaiyah, dan juga bisa menyambung potongan-potongan ayat dari surah-surah pendek. Kelas juga terlihat hidup karena semua anak-anak terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga tidak ada lagi anak-anak yang tertidur ketika proses belajar mengajar berlangsung.