“Bu Samsi, tadi Mirza ngejek aku”
“Bu Samsi, tadi Ayubi ngomong saru”
“Bu Samsi, tadi Kenzo mukul aku”
“Bu Samsi, tadi arrijal (siswa putra) gak mau gantian main ayunan”
“Bu Samsi, tadi Adara bertengkar sama kakak kelas sampai nangis”
Setiap kali masuk kelas 1 Usamah, anak anak sudah antre laporan kejadian siswa. Semua cerita tentang keburukan teman. Bahkan mereka tampak berlomba-lomba menceritakan keburukan teman dan saling ejek.
Tidak hanya di awal pelajaran, di tengah pelajaran pun mereka angkat tangan dan menyampaikan kekesalan pada teman, “Bu Samsi, Mirza dorong mejaku”, “Bu Samsi, Hanif numpahin minumku.” Dan pelajaran menjadi tertanggu karena curhatan mereka. Curahan hati yang tersakiti oleh temannya.
Pernah pelajaran tertunda karena melerai siswa yang bertikai. Saat itu, saya sendang menulis di papan tulis. Tiba-tiba ada siswa yang berteriak dan menangis. “Bu Samsi, Aciss nangis gara-gara Mirza,” lapor Raisya. Beberapa siswa ikut menyalahkan Mirza, “Iya tuh, Mirza memang nakal, keluarin saja dari sekolah.” Dan ada pula yang membela, “Nggak boleh main hain sendiri, kamu aja kadang nakal.” Kelas menjadi gaduh. Saya pun meminta mereka duduk tenang. Saya minta Aciss untuk menyampaikan apa yang terjadi. Ia cerita kalau Mirza ngejek Aciss. Berikutnya Mirza. Mirza cerita kalau Aciss jewer telinga Mirza. Mereka saling menyalahkan. Sampai saya tanya apakah ada yang melihat kejadian itu? Raisya, teman sebangku Aciss angkat tangan. Raisya saya minta untuk menceritakan awal mulanya. Mereka pun saya minta untuk saling minta maaf. Tapi Aciss tidak mau. Begitu juga dengan Mirza. Bel istirahat pun berdering. Saatnya makan bekal. Mirza mengeluarkan beberapa potong Pizza dan menawarkan pada temannya. “Aku, Aku…,” termasuk Aciss. Mirza memberikan pizza pada Aciss. Aciss senang dan berkata, “Aku udah memaafkanmu. Tapi besok bawa pizza lagi ya.” Begitulah siswa kelas 1 Usamah. Sering bertengkar, heboh, kurang disiplin, dan sering curhat disakiti temannya.
Padahal siswa sudah mendapatkan pelajaran penanaman karater di kelas. Contoh kecilnya disiplin masuk kelas, sayang teman, doa dengan khusyuk, tida gaduh saat pelajaran, sopan santun, dan itu semua tertuang dalam tata tertib kelas. Peraturan dibuat ternyata bukan ditaati tapi dilanggar. Siswa ramai dan suka berebut mainan hingga bertikai.
Saya pun mencoba mengubah sesi curhat yang berisi cerita kekesalan pada teman menjadi sesi cerita satu kebaikan atau lebih. Saya menerangkan tentang Al Maidah ayat 48. “…. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. ….” Sebelum pelajaran dimulai, saya beri waktu mereka untuk bercerita tentang kebaikan yang ia lakukan pada hari itu. Mereka saya ajak untuk berlomba-lomba dalam kebaikan bukan senang menceritakan keburukan teman.
Pekan pertama, siswa masih lapor tentang keburukan teman hingga saya mengingatkan kembali, “Hari ini tidak ada yang mau cerita kebaikan? Contoh kebaikan itu banyak. Misalnya, meminjamkan pensil pada teman yang tidak membawa pensil, menolong teman yang jatuh saat main sepak bola, membantu teman mencarikan sepatu yang lupa naruh, menemani teman ke UKS, membantu guru menghapus papan tulis, berbagi makanan pada teman yang tidak bawa bekal, dan masih banyak lagi.
Pekan kedua perubahan baru terasa. Siswa mulai berlomba-lomba menceritakan kebaikan. Setiap hari mereka antusias cerita satu kebaikan bahkan ada yang lebih. Ada juga siswa yang cerita kebaikan diluar contoh yang saya berikan. Misalnya, saat kakak kelas sedang ada market day dan siswa kelas 1 menjadi pembelinya. Ada siswa yang cerita sengaja tidak menerima uang kembalian. Bukan berarti siswa tersebut tidak paham dengan uang kembalian tetapi sengaja untuk kakak kelas agar kakak kelas senang dan semangat jualannya. Super sekali bukan? Setelah digali, ternyata hal itu sering dilakukan orangtuanya, “Kembaliannya ambil saja.”
Pernah juga saya dibuat takjub olehnya. Saat musim hujan, lantai depan kelas akan kotor karena sepatu siswa juga kotor. Siswa 1 Usamah yaitu Mas Raffi sigap mengambil pel dan mengepel lantai. Pukul 06.50 Mas Raffi sudah sampai di sekolah dan dia sendang mengepel lantai kelas. MasyaAlloh, luar biasa Mas Raffi. Bukan untuk dipuji karena ketulusan hatinya ingin berbuat kebaikan.
Kini tak ada lagi saling menjatuhkan, menceritakan keburukan teman, teman yang nakal, jahil, dan tidak ada lagi cerita siswa yang menangis karena bertengkar. Tidak ada teman yang mengejek, berebut buku, berebut mainan, lempar sepatu, dan menyembunyikan bekal teman. Cerita keburukan berubah menjadi cerita kebaikan. Setiap hari saya dibuat kagum oleh mereka. Ada saja kebaikan yang mereka utarakan. Alhamdulillah, curhat (curahan hati yang tersakiti) berubah menjadi tasbih (cerita satu kebaikan atau lebih). Fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Ayo, semangat berbuat kebaikan.