Mengembangkan Kemampuan Numerasi Melalui Projek Kain Sasirangan

Selama ini, tak hanya guru, murid pun beranggapan bahwa untuk mengasah kemampuan numerasi harus melalui pembelajaran matematika dengan cara duduk tenang dan menyimak segala penjelasan guru mengenai rumus-rumus matematika yang abstrak dan membosankan di dalam kelas. Pelajaran matematika di dalam kelas pun sering menyamaratakan karakteristik  murid dengan menganggap cara belajar mereka semua adalah visual.

Dalam kurikulum Merdeka Ini, saya menyadari bahwa setiap murid adalah pribadi yang unik yang mana artinya karakternya tentu berbeda satu sama lain begitu pula dengan kebutuhan mereka dalam pembelajaran di kelas. 

Untuk mengetahui kemampuan awal murid dalam pembelajaran matematika, saya menyusun instrumen asesmen diagnostik kognitif yang terdiri dari 2 soal kelas 8, 6 soal kelas 9, dan 2 soal kelas 10. Hasil yang saya peroleh di beberapa kelas, murid-murid tergolong memiliki kemampuan numerasi pada kategori sedang titik namun di beberapa kelas lainnya murid-murid tergolong memiliki kemampuan numerasi pada kategori rendah. Selain itu, saya berkolaborasi dengan guru BP/BK untuk memberikan asesmen diagnostik non-kognitif, salah satunya adalah asesmen gaya belajar. Dari hasil asesmen ini diperoleh bahwa tidak semua murid di dalam kelas memiliki gaya belajar visual. Ada juga murid yang memiliki gaya belajar audio dan kinestetik. Saya juga berkolaborasi dengan Tim Projek untuk membuat instrumen asesmen pemilihan Projek P5. Dari hasil asesmen ini diperoleh pembagian murid-murid ke dalam dua kelompok besar projek kearifan lokal, yakni projek kain sasirangan dan projek hutan pinus  

Saya sendiri termasuk dalam tim pembimbing projek kain sasirangan. Dalam projek ini, tanpa disadari murid-murid tetap mengembangkan kemampuan numerasi semisal memperkirakan jarak antar motif agar menjadi padu padan yang bagus, menghitung jumlah benang, menghitung jumlah pewarna, menghitung luas kain yang diperlukan untuk membuat kerajinan tangan, dan menghitung alat dan bahan lain yang diperlukan. Selain mengembangkan kemampuan numerasi, murid-murid juga dapat belajar sesuai gaya belajarnya masing-masing dalam kegiatan projek ini. Murid dengan gaya belajar visual cenderung mengumpulkan ide motif melalui searching di internet kemudian menuliskannya. Murid dengan gaya belajar audiotorial cenderung menceritakan dan mengutarakan pendapatnya mengenai apa yang telah dituliskan temannya. Sedangkan murid dengan gaya belajar kinestetik lebih suka langsung membuat motifnya di kertas karton, terkadang mereka juga berkeliling mengamati motif kelompok lain.

Dari kegiatan projek ini saya menyadari bahwa praktik baik mengembangkan kemampuan numerasi dapat dilakukan secara menyenangkan dan seolah tanpa disadari. Ke depannya, saya akan mencoba menyediakan asesmen yang berbeda untuk pembelajaran matematika secara klasikal dengan memperhatikan keberagaman karakteristik dan kebutuhan murid.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top