Selama hampir dua tahun , bangsa ini hidup berdampingan dengan pandemic corona. Berbagai aspek kehidupan telah merasakan dampaknya dan harus tetap tangguh untuk menghadapai segala tantangan. Begitu juga dengan dunia pendidikan. Eksistensi pembelajaran di tengah pandemi sangat menantikan solusi yang solutif sehingga nasib bangsa ini bisa terselamatkan. Kita semua mesti menjadi seorang enabler atau pemberdaya. Seorang pemberdaya akan selalu mencari cara. Apalagi dengan perubahan zaman yang dinamis, maka pendidik perlu adaptif terhadap perubahan.
Pembelajaran daring menyebabkan anak kehilangan semangat belajar, tidak adanya kedisiplinan juga tanggung jawab akan tugas sekolah. Fakta berbicara bahwa tugas sekolah banyak dikerjakan oleh orang tua, hal inilah yang menyulitkan dalam mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa. Orang tua juga banyak mengeluh karena menjadi guru bayangan, dengan adanya pengetahuan yang terbatas dan pekerjaan sehari hari dalam mencari nafkah, maka tak jarang hal tersebut menjadi pemicu dan pemacu masalah dalam sebuah keluarga. Ketidakharmonisan dalam keluarga inilah yang sangat mempengaruhi perkembangan psikis dan mental anak. Dampak pembelajaran jarak jauh menimbulkan adanya lose learning pada generasi bangsa ini.
Hikmah yang bisa kita petik dari pembelajaran jarak jauh adalah bagaimana kita dapat membangun rasa empati dan simpati kepada siswa yang selama ini menggali ilmu pengetahuan lewat internet. Dimana dalam implementasinya sebagian besar anak yang menggunakan internet bukan untuk pembelajaran namun sering digunakan dalam hal lain seperti game online. Selain itu juga adanya social distance pada diri siswa, yang menyebabkan hilangnya kehangatan dan indahnya dalam berkomunikasi dengan teman sebaya. Sikap individualis , kurangnya empati anak, tidak adanya rasa saling menghormati, adalah dampak dari penggunaan gadget yang tidak cerdas.
Mas Menteri akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk menggelar pembelajaran tatap muka terbatas dengan tetap menaati protocol kesehatan. Hal ini tentunya disambut gembira oleh guru, siswa dan orang tua siswa. Anak anak dengan semangat terpancar dari wajah lugunya berangkat ke sekolah dengan memakai seragam barunya. Karena selama masa pandemic seragam tersebut hanya tersimpan di almari bahkan ada yang tidak muat pada saat akan memakainya karena pertumbuhan badan anak yang pesat.
Kerinduannya akan guru, teman sebaya, canda ria dengan teman saat istirahat, hiruk pikuk saat dikantin, tercurahkan dengan adanya pembelajaran tatap muka terbatas. Meskipun berangkat sekolah hanya 50% dari jumlah siswa, namun kondisi ini janganlah membuat patah semangat dalam mengejar mimpi yang sempat terpasung dengan pandemic corona. Karena sejatinmya sukses dan berhasil tidak diraih dengan berpangku tangan. Tidak ujug-ujug datang seperti membalikkan tangan,. Disana ada usaha dan proses yang memerankan porsinya.
Semoga melalui PTM terbatas pelan namun pasti mampu mengembalikan semangat belajar yang telah hilang, juga menumbuhkan kembali rasa tanggung jawab yang sempat tergantikan oleh orang tua. Kita semua sudah jenuh dengan pembelajaran daring, kita semua butuh interaksi secara langsung, guru dengan murid. Peran guru tidak bisa tergantikan dengan teknologi secanggih apapun. Karena mengajar itu harus dengan hati yang mampu memahami suara anak. Kegiatan pembelajaran tatap muka terbatas merupakan jalan dalam pemulihan suatu dunia pendidikan yang krisis dengan karakter.