Membangun Budaya Literasi Siswa Di SMO Negeri 1 Stabat

Pendahuluan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar untuk diubah, sedangkan literasi diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan baca tulis. Budaya literasi adalah membiasakan kegiatan baca tulis kepada siswa sehingga menjadi kegiatan yang sulit untuk diubah. 

SMP Negeri 1 Stabat berada di kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Siswa di sekolah ini berjumlah 1020 orang. Di sekolah umum seperti ini kita menjumpai siswa beraneka ragam. Ada siswa yang cepat tanggap dalam belajar, ada siswa yang lamban dalam belajar di hampir semua  mata pelajaran, ada siswa yang mengalami kesulitan belajar untuk mata pelajaran tertentu, ada siswa yang dasar potensinya sebenarnya bagus tetapi prestasi belajarnya selalu rendah, dan tentu saja ada yang perkembangan belajarnya biasa-biasa saja. Siswa yang prestasi belajarnya rendah belum tentu disebabkan oleh dasar potensinya yang rendah, tetapi  dapat juga disebabkan faktor lain. Faktor lain itu bisa timbul dari dalam diri siswa, seperti kondisi fisik dan kesehatan, motivasi belajar, dan dari luar seperti kondisi sekolah, lingkungan rumah, serta masyarakat (Yusuf dkk , 2003).

Dewasa  ini,  pemerintah  sedang gencar-gencarnya  melakukan  upaya peningkatan  mutu  pendidikan (Bagiarta dkk, 2015). Oleh karena itu pihak sekolah juga berupaya dalam meningkatkan minat dan hasil belajar siswa, salah satunya dengan membudayakan literasi di sekolah.

Sebagian siswa memiliki problema dalam belajar, mereka secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, sehingga prestasi belajarnya rendah dan dapat menyebabkan resiko tinggal kelas. Ciri-ciri siswa yang potensial mengalami problema dalam belajar adalah sebagai berikut: kesulitan menulis, kesulitan membaca, dan gangguan komunikasi (Yusuf dkk, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian di negara-negara maju, 80% dari populasi siswa di sekolah menengah tidak dapat menulis dengan baik dan 50% tidak menyukai proses menulis. Di Indonesia masalahnya mungkin lebih besar, karena proses belajar mengajar di semua jenjang pendidikan tidak menuntut anak untuk banyak menulis.

Ketidakmampuan menulis siswa di SMP Negeri Stabat, terutama yang berkaitan dengan mengorganisasikan pendapat, mengekspresikan pikiran dan perasaan, mendeskripsikan hasil pengamatan, dan aktivitas menulis yang lain yang mengembangkan kreativitas dan daya nalar siswa sangat kurang dilatihkan di sekolah. Semua ativitas menulis ini harusnya sudah dilatihkan terus-menerus sejak di bangku sekolah dasar. Namun yang terjadi hingga saat ini, siswa di SD, SMP, bahkan sampai di tingkat perguruan tinggi tidak mampu menuangkan gagasannya dalam bentuk tertulis. Hal ini dapat diatasi jika semua guru memahami bahwa kemampuan menulis hanya dapat dimiliki oleh semua siswa jika mereka mendapatkan latihan menulis (dalam arti menuangkan gagasan dan pendapatnya) secara terus-menerus sejak bangku sekolah dasar (Yusuf dkk, 2003). Oleh karena itu perlu kiranya pihak sekolah mencari solusi untuk permasalahan tersebut. 

Metode Pemecahan Masalah

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik  dengan pendidik atau sumber belajar pada  suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar tidak hanya di dalam kelas saja, namun di mana pun siswa berada dapat menjadi tempat belajar. Upaya yang dilakukan untuk membangun budaya literasi siswa di SMP Negeri 1 Stabat adalah : 

1. Menyediakan fasilitas yang mendukung kegiatan literasi

Belakangan ini minat baca siswa ke perpustakaan sedikit menurun dari waktu ke waktu, oleh karena itu pihak sekolah mencari berbagai macam komponen penunjang yang selaras dengan perpustakaan namun lebih diminati siswa, diantaranya menyediakan gerobak baca di beberapa bagian halaman sekolah, sudut baca di setiap kelas, pondok baca, pohon baca,  dan taman baca yang berisikan berbagai macam jenis buku, fiksi maupun non fiksi, karena sekarang saatnya belajar bukan hanya di dalam ruangan saja namun di mana pun siswa berada dapat menjadi tempat belajar yang menyenangkan bagi mereka.

Buku-buku yang mengisi gerobak baca, sudut baca, pondok baca, pohon baca,  dan taman baca bersumber dari perpustakaan sekolah, sumbangan siswa, alumni, dari pembelanjaan dana alokasi khusus, dan pembelanjaan dana bantuan operasional sekolah.

2. Mengadakan kegiatan literasi di SMP Negeri 1 Stabat

Budaya literasi di SMP Negeri 1 Stabat berupa kegiatan membaca hening, menceritakan kembali apa yang sudah mereka baca, dan menuliskan resume dari buku yang telah mereka baca telah mengakomodir semua gaya belajar siswa baik visual, auditorial, maupun kinestetik. Oleh karena itu kiranya budaya literasi berpengaruh positif dalam meningkatkan minat dan hasil belajar siswa.

3. Memberikan keteladanan

Bukan hanya siswa tetapi semua warga sekolah terlibat. Metode keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien, karena peserta didik umumnya meneladani (meniru) guru atau pendidiknya. Hal ini karena secara psikologis peserta didik senang meniru, tidak saja yang baik, bahkan terkadang yang jelek pun mereka tiru. Semua tingkah laku orang tua ditiru oleh anak-anaknya, karena itu orang tua perlu memberikan keteladanan yang baik kepada anak-anaknya (Winarti, 2012).

Gambar 9, 10, 11. Guru-guru SMP Negeri 1 Stabat memberikan keteladanan dalam kegiatan literasi

4. Menjadikan pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan ini berintikan pengalaman, karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan. Inti kebiasaan adalah pengulangan. Pembiasaan akan menjadi sesuatu yang melekat dan spontan (Winarti, 2012). Menurut (Porter dan Hernacki, 2005) keahlian memerlukan latihan dan pengulangan. Oleh karena itu kegiatan literasi sekolah seperti kegiatan kegiatan membaca hening, menceritakan kembali apa yang sudah mereka baca, dan menuliskan resume dari buku yang telah mereka baca harus dilakukan terus menerus di SMP Negeri 1 Stabat hingga menjadi suatu kebiasaan dan membudaya.

 5. Memberikan batas waktu

Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan diberi waktu tertentu, kapan tujuan harus sudah tercapai. (Djamarah, 2000).

Batas waktu yang diberikan kepada siswa SMP Negeri 1 Stabat ketika melakukan kegiatan membaca hening adalah 15 menit. Kegiatan membaca hening dimulai apabila sudah terdengar bel dan pengumuman tanda dimulainya kegiatan membaca hening. Pembiasaan dilakukan setiap Rabu lima belas menit sebelum isitrahat dan Sabtu pagi sebelum memulai kegiatan apel pagi. Setiap pagi setiap harinya siswa juga disarankan membaca sebelum kegiatan proses belajar mengajar dimulai.

Kegiatan literasi di SMP Negeri 1 Stabat dinamakan Ratu Gerbaning, singkatan dari Rabu dan Sabtu gerakan membaca hening. Kegiatan membaca Rabu diperkaya dengan membuat resume, sedangkan kegiatan membaca Sabtu diperkaya dengan menceritakan kembali hasil bacaan siswa yang dilakukan di atas podium di depan seluruh siswa.

Hasil yang Dicapai

Dengan membudayakan literasi sekolah memberikan dampak menjadikan :

  1. siswa berani bercerita di depan publik, 
  2. pengetahuan siswa meningkat, 
  3. kemampuan menulis siswa meningkat, 
  4. penggunaan waktu optimal, siswa mengisi waktu kosong dengan membaca dan menulis.

Selain itu dengan membudayakan literasi sekolah, siswa menjadi lebih termotivasi untuk menang dalam berbagai lomba, seperti lomba pengetahuan lingkungan hidup, lomba membuat karya tulis ilmiah, lomba meresume buku, dll.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top