Melalui Cuci Tangan, Tumbuh Rasa Suka Menjaga Kebersihan Diri

Melalui Cuci Tangan, Tumbuh Rasa Suka Menjaga Kebersihan Diri
Oleh : Barirotut Taqiyyah, fasilitator TPA

Kenapa sih, anak setelah bermain masih butuh diingatkan, belum bersedia cuci tangan, setelah bermain langsung makan, terus diusapkan di baju atau di badan? Padahal tangannya gatal dan kotor. Terus saya harus bagaimana saat melihat kondisi seperti ini?

Di Umar Harun anak usia 1-2 tahun belajar dan bertumbuh kembang di jenjang TPA. Beberapa hal yang disepakati dengan anak-anak di usia tersebut adalah tentang bermain dan belajar. Sesuai tahapannya, anak-anak akan diajak bermain dan belajar tentang kesehatan dengan cara cuci tangan. Tujuannya adalah anak-anak bisa menjaga kebersihan diri setelah bermain, sebelum makan, dan lain-lain dengan cara cuci tangan. Terkadang dalam tahapannya anak-anak ada juga yang masih perlu diingatkan untuk cuci tangan, misal ketika selesai bermain pasir, tanah, dan lainnya, tiba-tiba diusapkan di badan, baju, ataupun wajah. Tangan juga menjadi kotor dan terkadang gatal. Tentu ini membuat kami (guru dan anak-anak) yang lainnya merasakan ketidaknyamanan.
Sebelumnya di sini anak-anak sudah banyak yang melakukan cuci tangan karena ada yang merasa tidak nyaman karena merasa tangannya lengket, kotor, atau gatal setelah bermain. Tidak hanya itu ternyata anak-anak juga sudah mengenal beberapa tempat untuk cuci tangan yang ada di sekitar sekolah, seperti wastafel di depan gerbang, wastafel dapur, keran kamar mandi, dan selang air. Anak-anak juga belajar cara cuci tangan yang benar, yaitu dengan menggunakan sabun, menggosok sela-sela jari, dan membilasnya menggunakan air yang bersih. Ketika diajak bermain di kegiatan literasi pagi, anak-anak menirukan gerakan cuci tangan dengan menggosok-gosokkan kedua tangannya.
Harapannya setelah anak bermain, sebelum makan, dan lain-lain bisa melakukan cuci tangan dengan baik. Tapi kenyataanya saat diajak untuk cuci tangan masih ada yang belum siap. Ada yang diam, lari, sembunyi, dan berbagai trik mereka lainnya. Bahkan saat di sekolah guru melihat anak-anak setelah bermain langsung makan, tangannya diusapkan di baju, badan, juga wajah. Tahapannya memang untuk mengenal cara menjaga kebersihan diri setelah bermain, yaitu dengan mencuci tangan.
Berangkat dari keresahan saya dan tim melihat kebiasaan anak-anak yang seperti itu, bersegeralah kami berefleksi. Tentu saja dalam membuat kegiatan guru melihat dan menyesuaikan tujuan belajarnya. Guru dan orang tua harus sabar sampai anak mampu berproses untuk menjaga kebersihan diri setelah bermain. Awalnya guru mencoba mengenalkan, membedakan, dan memperlihatkan kalau ini namanya tangan, membedakan tangan bersih dengan tangan kotor melalui percakapan secara langsung. Ternyata anak-anak kurang fokus dan memilih untuk bermain terlebih dahulu. Pembelajaran seperti itu dirasa kurang menantang.
Tantangan lain yang saya dan tim rasakan juga ada diantaranya; pertama, mengajak anak ngobrol terkait kebutuhannya serta menyampaikan tujuan tidak selalu mudah, kedua; mengajak bermain dan ternyata setelah bermain tangan yang kotor malah diusapkan ke baju atau badan, ketiga, setelah bermain biasanya belum siap untuk cuci tangan dan terkadang memilih untuk menyantap makanan, keempat, belum bersedia untuk cuci tangan dan memilih diam, berlari, ataupun sembunyi, dan kelima, tangan kotor biasanya menyebabkan gatal-gatal.
Saya akhirnya berefleksi menemukan beberapa kebutuhan dan segera memikirkan tindak lanjut dengan merancang kegiatan yang beragam dan sederhana. Saya mengajak anak untuk menonton video tentang bermain, seperti bermain pasir, playdoh, tanah liat, dan lain-lain. Selain itu juga menonton video cara cuci tangan yang benar, mengenalkan beberapa tempat untuk cuci tangan, dan yang terakhir mengajak anak praktik melakukan cuci tangan. Saat kegiatan berlangsung, kami bertanya kepada anak-anak “Siapa yang bermain pasir, playdoh, atau tanah liat?”, “Tangannya bersih atau kotor, ya?”, “Kalau tangannya kotor harus bagaimana?”, dan pertanyaan sejenisnya. Kami menjelaskan dan memperlihatkan tangan kami secara bersamaan dan bergantian. Ternyata anak-anak berhasil menjawab, menunjuk dengan semangat dan antusias.
Dampaknya, setelah kami membuat kegiatan yang beragam dan sederhana tak disambut dengan antusias oleh anak-anak. Bahkan saat kegiatan berlangsung, mereka saling berbagi, mengingatkan, siap dan bersedia untuk menjaga kebersihan diri dengan cara cuci tangan. Meskipun masih butuh diingatkan, tapi itu hal yang wajar. Kami menjadi punya pengalaman belajar yang berharga dan bermakna. Terimakasih anak-anak TPA.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top