Manfaatkan Kesukaan Murid Bercerita
Saya adalah guru
kelas 1 di SD Kristen Aletheia, Jember. Saya mengajar Tematik dan Bahasa
Daerah. Selama 6 tahun mengajar di kelas 1 tentu banyak kisah yang bisa saya
ceritakan. Namun, saat ini saya
ingin berbagi cerita tentang satu sesi pembelajaran yang berlangsung di
semester 2 tahun 2022 ini.
Saat saya mengajar, pasti ada beberapa murid yang
tidak fokus pada pembelajaran. Seperti pada hari saya mengajar materi tentang
hewan di sekitar kita. Ada yang lebih memilih mengamati kejadian-kejadian di luar
melalui jendela-jendela besar di kelas. Mereka tampak tak tertarik dengan
proses pembelajaran yang berlangsung. Bagi mereka pemandangan kakak-kakak
kelasnya olahraga di lapangan, bapak ibu guru yang berjalan melewati kelas,
atau kendaraan-kendaraan yang datang dan pergi di halaman parkir di kejauhan
sana jauh lebih menarik. Ada juga yang asyik bermain alat-alat tulisnya
sendiri. Belum lagi murid yang tiba-tiba melamun padahal sebelumnya
memperhatikan saya bercerita. Saya kesal. Saya juga kuatir mereka tidak
memahami konsep dari materi ini. Saya ingin mereka semua paham setiap
materi yang harus mereka pelajari.
Bukan hanya menegur mereka yang tidak fokus, saya juga berusaha melakukan hal-hal lain. Saya melakukan tanya jawab dan saya menjelaskan materi dengan gaya bercerita yang santai. Saya juga menggunakan gambar-gambar sebagai media pembelajaran hari itu. Lumayan, beberapa murid yang awalnya tidak fokus jadi bergabung penuh pada pembelajaran. Tapi masih ada murid yang tampak bosan. Saat ajak bernyanyi pun murid tersebut tetap ogah-ogahan karena dia tidak suka menyanyi. Dari pengamatan saya, ada 3 murid yang paling sulit fokus saat pembelajaran.
Lalu saya ingat
bahwa murid-murid saya suka bercerita. Mereka suka menceritakan apa yang mereka
alami, apa yang mereka dengar, apa yang mereka lihat. Bahkan murid saya yang
pendiam atau yang mudah merasa bosan pun suka bercerita.
Dalam materi
tentang hewan mereka belajar tentang hewan peliharaan. Saya pun menyasar 3
murid saya yang paling sulit fokus tadi. Pertama-tama saya lontarkan pertanyaan
pada semua murid apakah mereka ada yang punya hewan peliharaan. Saya lihat 3
murid tersebut mulai antusias memperhatikan saya. Seperti sebagian besar murid
lainnya, mereka bertiga bercerita seru tentang hewan peliharaan mereka. Saya
meminta murid-murid saya untuk tenang. Lalu saya meminta satu-persatu dari 3
murid tadi menceritakan hewan kesayangan mereka. Mereka juga harus bercerita
tentang pengalaman mereka saat merawat hewan-hewan tersebut.
Murid yang pertama bernama Xiello. Dia bercerita
tentang Elmo, anjing kesayangannya. Dia lebih menguasai Bahasa Inggris daripada
Bahasa Indonesia, sehingga dia bercerita dengan aksen berbeda yang terkadang
kurang jelas untuk ditangkap. Saya meminta dia mengulang bagian-bagian
yang kurang jelas dengan bertanya, “Oya? Gimana. gimana?” Saya tidak ingin membuat Xiello merasa caranya bercerita
kurang jelas.
Murid saya yang
kedua adalah Mira. Dia murid yang cerdas dengan tipe belajar satu guru satu
murid. Jika ingin dia fokus dan benar-benar belajar, dia harus ditemani dan
dibimbing terus oleh gurunya. Dia suka diperhatikan dan sering memeluk gurunya
secara tiba-tiba. Mira bercerita tentang anjing-anjingnya dengan sangat lucu.
Murid yang ketiga
bernama Mylove. Mylove termasuk pendiam, suka bermain sendiri di bangkunya, dan
kadang-kadang melamun. Senang sekali dia bercerita tentang ayam-ayam di
rumahnya. Dia belum bisa merawat ayam-ayam itu namun dia mengamati kakaknya
yang rutin memberi makan ayam-ayam itu.
Selama mereka bertiga bercerita, teman-temannya
menanggapi dengan seru. Ada yang tertawa, ada yang mengajukan pertanyaan pada
mereka, ada juga yang menyelipkan pengalaman mereka sendiri saat merawat hewan
peliharaan di rumah. Akhirnya saya mengajak mereka kembali memperhatikan saya.
Saya menjelaskan lebih lanjut materi tentang hewan dengan memasukkan
pengalaman-pengalaman ketiga murid saya di dalamnya. Tentu saya juga membahas
pertanyaan dan cerita dari murid-murid yang lain. Semua murid, termasuk yang di
awal pembelajaran tadi tampak bosan, kembali menjadi antusias belajar. Hal itu
tampak jelas saat mereka menanggapi penjelasan dan cerita saya secara verbal.
Mylove bertanya, “Bu Guru, berarti kalau aku belum bisa merawat ayam-ayam
sendiri, ga papa ya, aku nemenin kokoku dulu waktu kasih makan mereka?”
Atau murid saya yang lain, Ori namanya, dia menyampaikan pendapatnya, “Bu
Guru, kalo gitu lain hewan lain juga cara merawatnya, ya?” Bagi saya saat
murid-murid aktif bertanya dan berpendapat itu artinya mereka senang mengikuti
pembelajaran dengan metode yang saya gunakan saat itu.
Ternyata kegiatan bercerita pada guru dan
teman-teman bisa membuat murid-murid fokus pada pembelajaran. Mereka merasa
senang saat cerita mereka menjadi bagian dalam penjelasan gurunya. Mereka
merasa terlibat dalam proses pembelajaran bagi semua murid di kelas. Kegiatan
ini melatih kesabaran mereka dalam mendengarkan dan menghargai teman saat
bercerita. Saya mengajari mereka untuk tidak menyela saat temannya bercerita.
Saya juga mendorong mereka untuk saling menanggapi cerita satu sama lain dengan
seru namun tetap santun. Saya pun juga harus terus belajar untuk sabar
mendengarkan cerita mereka dan tidak terlalu sering membenahi tata bahasa atau
pemilihan kosakata yang salah mereka ucapkan. Saya melatih diri saya untuk
fokus mendengarkan isi cerita mereka.
Saat saya mengajukan pertanyaan sebagai refleksi,
mereka mengaku senang dengan kegiatan belajar hari itu. Dengan bahasa mereka
yang sederhana, mereka menyampaikan apa yang akan mereka lakukan pada hewan
peliharaan di rumah. Murid yang tidak punya hewan peliharaan pun juga
menyatakan bahwa jika dia boleh memiliki hewan peliharaan nanti, dia akan
belajar dulu tentang cara-cara merawat hewan tersebut. Saya lega dan kembali
mencatat poin penting bahwa melibatkan murid dalam pembelajaran membuat
kegiatan belajar tersebut menjadi lebih efektif sekaligus menyenangkan.